Mulai tahun
2017, Australia akan menjadi tuan rumah bagi sejumlah pesawat militer AS,
termasuk jet tempur siluman F-22 Raptor. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan
kekuatan tempur kredibel di wilayah tersebut dan mengirim pesan untuk agresor
potensial, terutama China.
Royal
Australian Air Force akan memulai latihan bersama dengan F-22 Raptor di atas
wilayah Australia tahun depan. Ini berarti pesawat siluman ini akan wira-wiri
di sekitar Indonesia. Ini adalah
salah satu efek dari perjanjian yang ditandatangani oleh Adm. Harry Harris,
Komandan Komando Pasifik AS, dan kepala pertahanan Australia Marsekal Mark
Binskin.
Berbicara di
Institut Lowy di Sydney, Harris sebagaimana dilaporkan The Aviationist Rabu 14
Desember 2016 mengatakan bahwa AS dan Australia mengeksplorasi integrasi yang
lebih besar dari penyebaran jet tempur generasi kelima ke Australia dan
berencana untuk melihat kegiatan yang signifikan di 2017.
Kedatangan
F-22 ini akan memberi RAAF setidaknya pengetahuan pada pesawat tempur generasi
kelima sebelum mereka pada akhirnya akan menggunakan F-35 Lightning II. Tetapi
Joint Strike Fighter tidak akan masuk dinas aktif dengan Angkatan Udara
Australia sampai dekade berikutnya.
F-35A
pertama Australia akan tiba di Australia pada tahun 2018 dan skuadron pertama,
akan beroperasi pada 2021. Total 72 pesawat diharapkan akan beroperasi penuh
pada 2023.
“Karena F-22
adalah satu-satunya pesawat tempur generasi kelima sudah dalam pelayanan dalam
jumlah yang baik, Angkatan Udara AS memiliki rencana untuk menurunkan beberapa
F-22 untuk bekerja dengan Australia guna menunjukkan beberapa hal terkait
perawatan pesawat dan aspek lainnya dari airframes generasi kelima,” kata
Harris.
Meskipun di
masa lalu Raptor telah beberapa kali ke Australia, tetapi sebatas mengikuti pameran
kedirgantaraan. Penyebaran kali ini akan memiliki tujuan yang berbeda. Menurut
Harris, F-22 akan menjadi bagian dalam mempertahankan kekuatan tempur kredibel
di wilayah ini sekaligus mengirim pesan yang tegas untuk lawan-lawan potensial
mereka, terutama China yang terus menegaskan klaimnya di Laut China Selatan.
Kehadiran
F-22 di Australia utara mirip dengan penyebaran ke Jepang. USAF telah mulai
merotasi jet tempur ke pangkalan Komando Pasifik pada Maret 2004 dan pada bulan
Januari 2016 selusin Raptor yang dikerahkan ke Yokota, dekat Tokyo, untuk
memberi pesan ke Korea Utara yang baru saja melakukan uji bom nuklir.
Penyebaran
segelintir jet siluman di sekitar 2.000 mil laut dari Laut China Selatan agak
simbolis kecuali dianggap sebagai bagian dari pembangunan militer di sekitar
perairan bermasalah di teater Indo-Asia-Pasifik.
Pada 9
Agustus 2016 tiga pembom B-2 Spirit telah dikerahkan ke Andersen Air Force
Base, di Guam, untuk melakukan operasi pencegahan di wilayah tersebut. B-1B
Lancers juga telah dikerahkan ke Guam untuk mendukung Komando Pasifik AS
(USPACOM) dalam misi kehadiran Bomber berkelanjutan
Kapal Induk
Amerika secara berkala juga melakukan operasi di Pasifik Barat dan
kadang-kadang juga di Laut Cina Selatan, Laut China Timur dan Laut Filipina.
Juni lalu, dua Flattops bertenaga nuklir dioperasikan secara bersamaan di
daerah, bekerja juga bersama dua B-52 Stratofortress Angkatan Udara AS melakuan
sortie pelatihan serangan maritim. Pada periode
yang sama, Washington juga mengerahkan sementara beberapa EA-18G Growlers
Angkatan Laut ke Filipina.
Indonesia
dan Australia menjadi dua kekuatan besar yang posisinya saling berdekatan. Beberapa kali ketegangan politik terjadi antara kedua negara meski tidak pernah
sekalipun pecah menjadi konflik bersenjata. Indonesia
dan Australia juga membangun kekuatan udaranya dengan sejumlah platform. Jika
Indonesia menggabungkan kekuatan Timur dan Barat, Australia menggunakan
platform yang dibeli dari barat.
0 comments:
Post a Comment