Sebelum membahas tentang tender pengadaan Alutsista yang akan menjadi pengganti Skuadron F-5 E/F Tiger II milik TNI AU, mari sejenak kita cermati tentang isi artikel yang dimuat oleh antaranews.com, berikut ulasan nya :
Komisi I DPR
menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot
Nurmantyo; salah satu pembahasannya mengenai anggaran.
"Dalam Rapat
ini akan dibahas tentang anggaran TNI
dan sejumlah isu strategis dan aktual",
Menurut Komisi I DPR RI, sejak 2010 Kementerian Pertahanan dan TNI selalu mendapatkan peningkatan anggaran meskipun belum ideal. Namun menurut dia, pagu anggaran di 2016 justru menurun Rp7 triliun yang mana hal Ini secara khusus menjadi perhatian.
Dia mengatakan dulu pernah diajukan penambahan anggaran senilai Rp8 triliun dan apabila bisa dipenuhi maka bisa mencapai Rp110 triliun. Dia menilai ada selisih senilai Rp15 triliun dari perencanaan dan realisasi anggaran yang disetujui sehingga diperlukan penjelasan dari Kementerian Pertahanan dan TNI.
Menurut Komisi I DPR RI, sejak 2010 Kementerian Pertahanan dan TNI selalu mendapatkan peningkatan anggaran meskipun belum ideal. Namun menurut dia, pagu anggaran di 2016 justru menurun Rp7 triliun yang mana hal Ini secara khusus menjadi perhatian.
Dia mengatakan dulu pernah diajukan penambahan anggaran senilai Rp8 triliun dan apabila bisa dipenuhi maka bisa mencapai Rp110 triliun. Dia menilai ada selisih senilai Rp15 triliun dari perencanaan dan realisasi anggaran yang disetujui sehingga diperlukan penjelasan dari Kementerian Pertahanan dan TNI.
Kabar terbaru dari Kementerian Pertahanan
adalah "pemilihan" Sukhoi Su-35 Flanker dari Rusia sebagai calon
pengganti F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU. Hal ini dinyatakan
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu.
Publik tidak mengetahui perkembangan proses
tender, penilaian, hingga "penetapan" armada Sukhoi Su-35 itu,
kecuali pernyataan bahwa TNI AU telah biasa dengan pesawat tempur buatan Rusia
itu yang nilai kontraknya dipastikan lebih dari 1 miliar dolar Amerika Serikat
itu.
Padahal
sebagaimana aturan dari pemerintah, proyek-proyek pengadaan barang dan jasa
bagi pemerintahan di atas jumlah tertentu harus ditenderkan secara terbuka.
Pemerintah India dan Brazil, sebagai misal, mengungkap hal tender pengadaan
sistem kesenjataan mereka dan perkembangannya kepada publik. ( Sumber http://www.antaranews.com
)
Dilihat dari
artikel yang sudah di paparkan di atas ada hal yang menjadi sorotan, yaitu
tentang tender pengadaan Alutsista yang akan menjadi pengganti Skuadron F-5 E/F Tiger II milik TNI AU yang
mana Kementrian Pertahanan terkesan melakukan penunjukan langsung untuk membeli
Pespur jenis Sukhoi SU-35 dari Rusia.
Apa iya
penunjukan ini hanya karena alasan Emosional yang kata nya TNI AU sebagai User
sudah terbiasa dalam mengoperasikan Pespur tersebut, atau karena ada alasan lain
alias hal terselubung terkait penunjukan tersebut ??
Perhatikan baik-baik kompetisi M-MRCA di India yg berlangsung dari tahun 2001 sampai 2011:
1. Masing masing produsen
memberikan proposal lengkap dan mendetail yang sampai ribuan halaman dan
kemudian dipelajari baik-baik oleh tiga pihak yaitu pemerintah, IAF (selaku
user), dan industri pesawat / militer India. Hal ini untuk mengetahui seperti
apa prospek partisipasi industri lokal India, Kemampuan apa saja yang
ditawarkan dan prospek jangka panjang nya seperti apa. Perhatikan juga kalau
semua pembuat pesawat dalam proyek M-MRCA menawarkan AESA radar, kemampuan yang
belum dimiliki Angkatan Udara India (IAF).
2. Kemudian ada proses testing / trial dan evaluasi. ini untuk menilai kemampuan masing-masing platform secara obyektif. Semua produsen pesawat dipaksa untuk mengirimkan pesawat mereka berkali-kali ke India untuk terus-menerus diuji.
3. Kemudian mereka juga harus duduk melakukan pertimbangan strategis. Terutama F-16 dan MiG-35 dianggap paling beresiko tinggi Karena F-16 adalah pesawat yang juga dipakai Oleh AU Pakistan, Apabila keduanya sampai berperang lagi, bukankah ini akan menyulitkan mengenali siapa yang teman dan siapa yang lawan?
MiG-35 dinilai belum cukup mapan secara development, dan India juga mengambil resiko terlalu besar untuk terlalu bergantung ke Russia, mengingat mereka sudah aktif membeli Su-30MKI. dan lihat catatan disini, hubungan kerjasama dengan Russia itu semakin tahun prospeknya semakin memburuk!!.
4. Pertimbangan akhir. mereka memutuskan Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon adalah proposal yang paling memenuhi syarat. Tentu saja, tidak berhenti disana. Ada tarik-ulur lagi mengenai kerjasama industri, dan berapa harga yang harus dibayar sebelum akhirnya India memutuskan Dassault Rafale sebagai pemenang.
Walaupun Proyek M-MRCA ini telah batal karena alasan ekonomis dan berbagai kendala lain nya, namun dari sini ada Pelajaran yang bisa kita ambil yaitu: India tidak terburu-buru dalam memutuskan, dan mengambil waktu yang cukup lama untuk mempelajari benar apa yang hendak mereka beli. Mereka menganggap serius apa yang ditawarkan oleh pihak Produsen. Biaya proyek terbilang sangat mahal, maka dari itu harus ada pertimbangan untuk masa depan, tidak semata putuskan hari ini dan masalah selesai.
Singapura juga melewati proses yang sama sewaktu mencari pengganti A-4S Super-Skyhawk mereka (kompetisi nya antara Rafale, Typhoon, dan F-15E) yang kemudian dimenangkan oleh F-15SG.
Nah, kembali ke Proses Tender untuk mencari pengganti F-5 E/F Tiger II Indonesia, Apa yang sudah dilakukan para petinggi kita? ( Kemenhan dan TNI AU)
- Apakah masing-masing pembuat sudah mengirim pesawat ke Indonesia untuk melakukan testing Flight dan evaluasi ?
- Apakah semua pertimbangan terhadap seberapa jauh keterlibatan industri lokal dan memikirkan perencanaan jangka panjang sudah dilakukan ?
- Apakah sudah ada pembicaraan untuk negosiasi harga ? (sebenar nya ini adalah tahap akhir)
2. Kemudian ada proses testing / trial dan evaluasi. ini untuk menilai kemampuan masing-masing platform secara obyektif. Semua produsen pesawat dipaksa untuk mengirimkan pesawat mereka berkali-kali ke India untuk terus-menerus diuji.
3. Kemudian mereka juga harus duduk melakukan pertimbangan strategis. Terutama F-16 dan MiG-35 dianggap paling beresiko tinggi Karena F-16 adalah pesawat yang juga dipakai Oleh AU Pakistan, Apabila keduanya sampai berperang lagi, bukankah ini akan menyulitkan mengenali siapa yang teman dan siapa yang lawan?
MiG-35 dinilai belum cukup mapan secara development, dan India juga mengambil resiko terlalu besar untuk terlalu bergantung ke Russia, mengingat mereka sudah aktif membeli Su-30MKI. dan lihat catatan disini, hubungan kerjasama dengan Russia itu semakin tahun prospeknya semakin memburuk!!.
4. Pertimbangan akhir. mereka memutuskan Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon adalah proposal yang paling memenuhi syarat. Tentu saja, tidak berhenti disana. Ada tarik-ulur lagi mengenai kerjasama industri, dan berapa harga yang harus dibayar sebelum akhirnya India memutuskan Dassault Rafale sebagai pemenang.
Walaupun Proyek M-MRCA ini telah batal karena alasan ekonomis dan berbagai kendala lain nya, namun dari sini ada Pelajaran yang bisa kita ambil yaitu: India tidak terburu-buru dalam memutuskan, dan mengambil waktu yang cukup lama untuk mempelajari benar apa yang hendak mereka beli. Mereka menganggap serius apa yang ditawarkan oleh pihak Produsen. Biaya proyek terbilang sangat mahal, maka dari itu harus ada pertimbangan untuk masa depan, tidak semata putuskan hari ini dan masalah selesai.
Singapura juga melewati proses yang sama sewaktu mencari pengganti A-4S Super-Skyhawk mereka (kompetisi nya antara Rafale, Typhoon, dan F-15E) yang kemudian dimenangkan oleh F-15SG.
Nah, kembali ke Proses Tender untuk mencari pengganti F-5 E/F Tiger II Indonesia, Apa yang sudah dilakukan para petinggi kita? ( Kemenhan dan TNI AU)
- Apakah masing-masing pembuat sudah mengirim pesawat ke Indonesia untuk melakukan testing Flight dan evaluasi ?
- Apakah semua pertimbangan terhadap seberapa jauh keterlibatan industri lokal dan memikirkan perencanaan jangka panjang sudah dilakukan ?
- Apakah sudah ada pembicaraan untuk negosiasi harga ? (sebenar nya ini adalah tahap akhir)
Membuat pernyataan memilih Su-35 tanpa pernah
disertai pertimbangan-pertimbangan diatas yang biasa dilakukan negara-negara
lain adalah kesalahan besar!
Yang harus di garis bawahi adalah, apakah Su-35 pernah terbang ke Indonesia untuk di lakukan testing flight ??, atau para Pilot TNI AU sudah pernah mencoba simulator nya ?? (Su-35 didatangkan dan berdemo pada China Air Show 2014, tapi malah tidak di Indonesia)
Tapi heran nya
banyak Para military FanBoy sudah berbulat hati kalau ini Pespur yang ideal
untuk Indonesia. Mudah mendukung Su-35 kalau tidak perlu memikirkan semua embel-embel
yang pasti akan menyertai pilihan ini. apalagi
berapapun biaya nya, toh.. tidak keluar
dari kantong sendiri, tapi dari kas negara !!.
Kalau memang iya melalui proses Tender, harus nya Indonesia memberlakukan persyaratan yang mengharuskan Produsen menunjukkan komitmen penuh untuk Paket Transfer-of-Technology yang mana hal ini bertujuan untuk mengembangkan potensi Industri Dirgantara dalam negeri.
Produsen bersedia membagi kontrol Source-Code Pespur mereka ke pihak Indonesia, karena dengan Kontrol source code berarti kita bebas menentukan parameter radar, flight, dan combat mode yang bisa tersedia dalam Pespur kita nanti nya.
Produsen ini pun
harus bisa memberikan paket training yang lengkap, tidak hanya sebatas training
standar pada pilot, support, dan maintenance tapi juga dalam COMBAT
STRATEGY moderen semisal BVR combat dan Combat Networking, karena sebenar
nya Indonesia sudah tertinggal cukup jauh dalam hal ini.
Yang terakhir Kontrak pembelian harus bisa di negosiasikan lewat kontrak Government to Government tanpa ada nya perantara pihak ketiga alias MAKELAR !!
Yang terakhir Kontrak pembelian harus bisa di negosiasikan lewat kontrak Government to Government tanpa ada nya perantara pihak ketiga alias MAKELAR !!
Kedepan nya apa bila pemerintah kembali membuka program pengadaan skuadron baru atau mencari pengganti armada Pespur kita yang akan pensiun, maka proses nya harus sematang mungkin, harus mengikuti aturan dan harus Transparan. Tidak seperti sekarang yang cenderung main jalan pintas, Tender nya belum dibuka, tiba tiba sudah ada hasil akhir.
Jika merujuk
pada Undang-Undang Industri Pertahanan Th. 2012, Penunjukan langsung suatu
produsen untuk pengadaan Alutsista jelas-jelas melanggar Undang-Undang.
Yah.. Seperti
kita ketahui, bisnis transaksi senjata sebenar nya adalah bisnis paling kotor
di dunia, banyak perusahaan besar Produsen senjata yang sudah jadi rahasia umum
pandai menyogok. tidak terkecuali di
negara kita, yang masuk kategori F dalam transaksi persenjataan alias paling
Korup !!.
Data diatas diolah dari berbagai sumber