Wednesday, 22 June 2016

Janggalnya Tender Pengadaan SU-35 !!





Sebelum membahas tentang tender pengadaan Alutsista yang akan menjadi pengganti Skuadron F-5 E/F Tiger II milik TNI AU, mari sejenak kita cermati tentang isi artikel yang dimuat oleh antaranews.com, berikut ulasan nya :
Komisi I DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo; salah satu pembahasannya mengenai anggaran.
"Dalam Rapat ini akan dibahas tentang  anggaran TNI dan sejumlah isu strategis dan aktual",
Menurut Komisi I DPR RI, sejak 2010 Kementerian Pertahanan dan TNI selalu mendapatkan peningkatan anggaran meskipun belum ideal. Namun menurut dia, pagu anggaran di 2016 justru menurun Rp7 triliun yang mana hal Ini secara khusus menjadi perhatian.

Dia mengatakan dulu pernah diajukan penambahan anggaran senilai Rp8 triliun dan apabila bisa dipenuhi maka bisa mencapai Rp110 triliun. Dia menilai ada selisih senilai Rp15 triliun dari perencanaan dan realisasi anggaran yang disetujui sehingga diperlukan penjelasan dari Kementerian Pertahanan dan TNI.
Kabar terbaru dari Kementerian Pertahanan adalah "pemilihan" Sukhoi Su-35 Flanker dari Rusia sebagai calon pengganti F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU. Hal ini dinyatakan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu.
Publik tidak mengetahui perkembangan proses tender, penilaian, hingga "penetapan" armada Sukhoi Su-35 itu, kecuali pernyataan bahwa TNI AU telah biasa dengan pesawat tempur buatan Rusia itu yang nilai kontraknya dipastikan lebih dari 1 miliar dolar Amerika Serikat itu.
Padahal sebagaimana aturan dari pemerintah, proyek-proyek pengadaan barang dan jasa bagi pemerintahan di atas jumlah tertentu harus ditenderkan secara terbuka. Pemerintah India dan Brazil, sebagai misal, mengungkap hal tender pengadaan sistem kesenjataan mereka dan perkembangannya kepada publik.  ( Sumber http://www.antaranews.com )

Dilihat dari artikel yang sudah di paparkan di atas ada hal yang menjadi sorotan, yaitu tentang tender pengadaan Alutsista yang akan menjadi pengganti  Skuadron F-5 E/F Tiger II milik TNI AU yang mana Kementrian Pertahanan terkesan melakukan penunjukan langsung untuk membeli Pespur jenis Sukhoi SU-35 dari Rusia.
Apa iya penunjukan ini hanya karena alasan Emosional yang kata nya TNI AU sebagai User sudah terbiasa dalam mengoperasikan Pespur tersebut, atau karena ada alasan lain alias hal terselubung terkait penunjukan tersebut ??

Perhatikan baik-baik kompetisi M-MRCA di India yg berlangsung dari tahun 2001 sampai 2011:
1. Masing masing produsen memberikan proposal lengkap dan mendetail yang sampai ribuan halaman dan kemudian dipelajari baik-baik oleh tiga pihak yaitu pemerintah, IAF (selaku user), dan industri pesawat / militer India. Hal ini untuk mengetahui seperti apa prospek partisipasi industri lokal India, Kemampuan apa saja yang ditawarkan dan prospek jangka panjang nya seperti apa. Perhatikan juga kalau semua pembuat pesawat dalam proyek M-MRCA menawarkan AESA radar, kemampuan yang belum dimiliki Angkatan Udara India (IAF).

2. Kemudian ada proses testing / trial dan evaluasi. ini untuk menilai kemampuan masing-masing platform secara obyektif. Semua produsen pesawat dipaksa untuk mengirimkan pesawat mereka berkali-kali ke India untuk terus-menerus diuji.

3. Kemudian mereka juga harus duduk melakukan pertimbangan strategis. Terutama F-16 dan MiG-35 dianggap paling beresiko tinggi  Karena  F-16 adalah pesawat yang juga dipakai Oleh AU Pakistan, Apabila keduanya sampai berperang lagi, bukankah ini akan menyulitkan mengenali siapa yang teman dan siapa yang lawan?
MiG-35 dinilai belum cukup mapan secara development, dan India juga mengambil resiko terlalu besar untuk terlalu bergantung ke Russia, mengingat mereka sudah aktif membeli Su-30MKI. dan lihat catatan disini, hubungan kerjasama dengan Russia itu semakin tahun prospeknya semakin memburuk!!.

4. Pertimbangan akhir. mereka memutuskan Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon adalah proposal yang paling memenuhi syarat. Tentu saja, tidak berhenti disana. Ada tarik-ulur lagi mengenai kerjasama industri, dan berapa harga yang harus dibayar sebelum akhirnya India memutuskan Dassault Rafale sebagai pemenang.

Walaupun Proyek M-MRCA ini telah  batal karena alasan ekonomis dan berbagai kendala lain nya, namun dari sini ada Pelajaran yang bisa kita ambil yaitu: India tidak terburu-buru dalam memutuskan, dan mengambil waktu yang cukup lama untuk mempelajari benar apa yang hendak mereka beli. Mereka menganggap serius apa yang ditawarkan oleh pihak Produsen. Biaya proyek  terbilang sangat mahal, maka dari itu harus ada pertimbangan untuk masa depan, tidak semata putuskan hari ini dan masalah selesai.

Singapura juga melewati proses yang sama sewaktu mencari pengganti A-4S Super-Skyhawk mereka (kompetisi nya antara Rafale, Typhoon, dan F-15E) yang kemudian dimenangkan oleh F-15SG.

Nah, kembali ke Proses Tender untuk mencari pengganti F-5 E/F Tiger II Indonesia, Apa yang sudah dilakukan para petinggi kita? ( Kemenhan dan TNI AU)

- Apakah masing-masing pembuat sudah mengirim pesawat ke Indonesia untuk melakukan testing Flight dan evaluasi ?

- Apakah semua pertimbangan terhadap seberapa jauh keterlibatan  industri lokal dan memikirkan perencanaan jangka panjang sudah dilakukan ?

- Apakah sudah ada pembicaraan untuk negosiasi harga ? (sebenar nya ini adalah tahap akhir)

Membuat pernyataan memilih Su-35 tanpa pernah disertai pertimbangan-pertimbangan diatas yang biasa dilakukan negara-negara lain adalah kesalahan besar!

Yang harus di garis bawahi adalah, apakah Su-35 pernah terbang ke Indonesia untuk di lakukan testing flight ??, atau para Pilot TNI AU sudah pernah mencoba simulator nya ?? (Su-35 didatangkan dan berdemo pada China Air Show  2014, tapi malah tidak di Indonesia)
Tapi heran nya banyak Para military FanBoy sudah berbulat hati kalau ini Pespur yang ideal untuk Indonesia. Mudah mendukung Su-35 kalau tidak perlu memikirkan semua embel-embel yang pasti akan menyertai pilihan ini. apalagi berapapun biaya nya,  toh.. tidak keluar dari kantong sendiri, tapi dari kas negara !!.

Kalau memang iya melalui proses Tender, harus nya Indonesia memberlakukan persyaratan yang mengharuskan Produsen menunjukkan komitmen penuh untuk Paket Transfer-of-Technology yang mana hal ini bertujuan untuk mengembangkan potensi Industri Dirgantara dalam negeri.

Produsen bersedia membagi kontrol Source-Code Pespur mereka ke pihak Indonesia, karena dengan Kontrol source code berarti kita bebas menentukan parameter radar, flight, dan combat mode yang bisa tersedia dalam Pespur kita nanti nya.
Produsen ini pun harus bisa memberikan paket training yang lengkap, tidak hanya sebatas training standar pada pilot, support, dan maintenance tapi juga dalam COMBAT STRATEGY moderen semisal BVR combat dan Combat Networking, karena sebenar nya Indonesia sudah tertinggal cukup jauh dalam hal ini.
Yang terakhir Kontrak pembelian harus bisa di negosiasikan lewat kontrak Government to Government tanpa ada nya perantara pihak ketiga alias MAKELAR !!

Kedepan nya apa bila pemerintah kembali membuka program pengadaan skuadron baru atau mencari pengganti armada Pespur kita yang akan pensiun, maka proses nya harus sematang mungkin, harus mengikuti aturan dan harus Transparan. Tidak seperti sekarang  yang cenderung main jalan pintas, Tender nya belum dibuka, tiba tiba sudah ada hasil akhir.

Jika merujuk pada Undang-Undang Industri Pertahanan Th. 2012, Penunjukan langsung suatu produsen untuk pengadaan Alutsista jelas-jelas melanggar Undang-Undang.
Yah.. Seperti kita ketahui, bisnis transaksi senjata sebenar nya adalah bisnis paling kotor di dunia, banyak perusahaan besar Produsen senjata yang sudah jadi rahasia umum pandai menyogok.  tidak terkecuali di negara kita, yang masuk kategori F dalam transaksi persenjataan alias paling Korup !!.

Data diatas diolah dari berbagai sumber