Sunday, 3 July 2016

Sukhoi Su-35, Idealkah Untuk Kebutuhan AU Indonesia ??


Pasti nya bagi para military fansboy sudah banyak yang tau dengan kemampuan Pespur Sukhoi Family, dimana salah satu nya adalah Su-35 yang rencana nya akan diboyong ke tanah air untuk mengganti skuadron F-5 Tiger yang akan pensiun. Pespur varian terbaru dari jenis Sukhoi Family ini di gadang-gadang mampu melakukan manuver yang tak bisa diimbangi pesawat tempur biasa. Selain dapat menanjak vertikal, berhenti seketika di udara, dan berjungkir balik 180 derajat seperti yang dipamerkan pada MAKS 2015, jet itu juga bisa membawa banyak rudal dan lenyap dari radar.
Su-35 dapat hilang begitu saja di udara alias tak terdeteksi radar ketika pesawat mengubah kecepatan secara acak sehingga mengacaukan pendeteksian radar pesawat musuh. Su-35 juga dilengkapi peralatan jamming yang bisa menurunkan kemampuan deteksi radar musuh. Lebih istimewa lagi, Su-35 mampu terbang secepat siluman. Jet ini memiliki kecepatan supersonik 1,5 mach atau dua kali kecepatan suara.

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004180011-20-82707/menanti-skuadron-sukhoi-siluman-angkatan-udara/

Dari seabrek kelebihan yang sudah di jelaskan di atas tadi (cukup Lebay), tau kah anda sebenar nya banyak masalah yang juga akan menyertai pengoperasian Pespur tersebut, mulai dari masalah komisi sales Broker, Suku cadang, Gila maintain, harga pengoperasian yang mahal dan lain sebagai nya. 

Su-35 sebenarnya bukan pesawat yang tidak bagus, hanya saja bukan pesawat yang sesuai untuk kebutuhan Indonesia, tapi pesawat yang lebih ideal untuk kebutuhan negara-negara yang berkantung tebal.

Kalau mau memakai Fighter jenis Sukhoi Family, kita harus mulai berpikir memakainya menurut sistem Soviet tempo doeloe. negara pemakai Sukhoi Family tidak boleh mengenal yang nama nya keterbatasan anggaran. Sukhoi tidak pernah dirancang sebagai pesawat yang biaya operasionalnya ekonomis atau perawatannya mudah. Sistem Soviet mendikte untuk kemampuan yang handal, pesawat ini harus didukung jumlah spare part yang selalu siap dan diproduksi terus-menerus. Pemakai juga dituntut untuk selalu siap beli baru setiap 10 tahun.

Kenyataannya, masa-masa dimana anggaran tinggi seperti di jaman Soviet sudah tidak ada lagi. Russia saja mulai kewalahan mengurus semua pesawat mereka yang sebenarnya masih dibuat dengan sistem Soviet ini, Mereka kabarnya bahkan tidak punya cukup uang, dan tidak dapat memproduksi spare part dalam jumlah yang cukup untuk sustainability pesawat-pesawat mereka.

“Kalau mau beli hemat, Indonesia sudah melihat ke tempat yang salah!”
untuk bisa menunjukkan efek gentar Pespur Sukhoi  ini, pasti nya Indonesia membutuhkan banyak pilot seperti Sergey Bogdan test pilot Su-35 di Paris Air Show 2013

16 Su-35, kalau biaya operasionalnya sekitar US$ 40.000/jam atau asumsi nya kita rupiahkan saja sekitar Rp 500 juta (ini asumsi terendah), x 170 jam latihan terbang = Rp 1,4 triliun. Lihat biaya operasional yang akan di habiskan hanya untuk pengoperasian 1 skuadron tempur. Dari mana negara serba hemat seperti Indonesia mau menaruh banyak jam terbang kepada para pilot yang menerbangkan Su-35??

Coba bandingkan dengan jumlah uang yang sama, kita dapat mengoperasikan 80 unit F-16 yang biaya operasional perjam nya sekitar $7000 (sudah disesuaikan dengan kurs sekarang) atau kita bisa mengoperasikan 112 unit Gripen yang biaya operasional dihitung sekitar $4,800/jam. Kalau mau mengoperasikan pesawat tempur dalam jumlah banyak, pilihan nya harus single-engine fighter yang biaya operasional nya lebih murah. Biaya operasional untuk Sukhoi tehnologi tahun 1980-an itu saja sudah 7x lipat dibanding biaya pengoperasian F-16 Block-15 OCU.

Belum lagi untuk memaksimalkan penggunaan Su-35 secara optimal maka di butuhkan sistem-sistem penunjang seperti  radar-radar dan sistem komunikasi buatan Russia yang jelas tidak kompatibel dengan sistem radar yang kita pakai sekarang. maka bersiap-siaplah investasi milyaran US$ untuk membuat sistem network sendiri yang memadukan Alutsista ala Barat dan Timur. jangan lupakan juga SAM battery seperti SA-300 atau peluncur roket jarak pendek seperti Buk-1M. Dan angkatan udara kita mungkin perlu membeli A-50 Beriev, satu pesawat AWACS Russia yg tidak mungkin bisa di maintain sendiri.

Kalau seluruh persyaratan diatas dapat dipenuhi, Su-35 akan menjadi pesawat yang mungkin cukup handal.

Jelas Indonesia sudah pasti akan tekor kalau membayar biaya operasional lebih dari 2 skuadron Sukhoi, karena dengan mengoperasikan 2 saja sudah akan mepet sekali. Sebenar nya kita sudah  beruntung sejauh ini mengoperasikan hanya 1 skuadron Sukhoi saja. Pembiayaan yang cukup boros tapi masih bisa ditutup, walaupun mungkin biaya perawatannya hampir sama mahal dengan seluruh asset TNI-AU yang lain.

Kalau melihat daftar negara-negara yang memakai pesawat twin-engine heavy fighter, rata-rata anggaran pertahanan mereka akan diatas $10 milyar, atau jumlah personnel militer mereka lebih sedikit dibandingkan Indonesia.

Australia - $25 milyar, mengoperasikan Super Hornet dan siap tempur mengoperasikan F-35 yang biaya operasi nya akan selangit, walaupun single-engine.

Brazil - $31,5 milyar, justru menjauhi twin-engine fighter dan memilih Gripen-NG.

Inggris - $60 milyar, mengoperasikan Eurofighter Typhoon

UAE - $22 milyar, hanya ada F-16 E/F, tapi sebentar lagi mereka akhirnya akan beli Rafale

Kuwait - $10 milyar, membeli Typhoon terbaru. Jumlah personel nya tetap kurang dari 20 ribu orang.

Korsel  - $34 Milyar, mengoperasikan  60 F-15 K dan membeli F-35

Aljazair - $10 Milyar, pemborong baru Su-30 SM tetapi jumlah personel militer mereka hanya 200 ribu orang, dari populasi 40 juta orang

Singapore - $9,7 milyar, mengoperasikan F-15 SG. padahal negaranya secuil, dan jumlah personel militer tetap mereka hanya 71 ribu orang, sisanya reservist.

Bagai mana dengan Indonesia ??. dengan anggaran pertahanan yang hanya $8 milyar akankah bisa terus mengoperasikan twin-engine fighter ??

dengan anggaran yang hanya $8 milyar dan jumlah personnel 400 ribu orang, sebenar nya Indonesia tetap masih bisa mengoperasikan twin-engine figter yang ada, tetapi proporsi Anggaran untuk TNI-AU sudah pasti harus dibuat jauh lebih besar dibanding sekarang. Kalau bisa TNI-AU mendapat 40-50% dari total anggaran pertahanan untuk menjamin operasional Sukhoi.
Yang jadi pertanyaan nya  adalah bagai mana dengan TNI-AL dan TNI-AD ??, bukankah kedua matra ini juga membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk memodernisasi alutsista nya ??, Dan bagaimana juga dengan kesejahteraan prajurit ??
Sudahkah kita menghitung berapa total biaya yang harus di keluarkan per-tahun nya jika mengoperasikan 2 skuadron Pespur Sukhoi Family ??, kira-kira para pilot kita bisa terbang berapa jam dalam setahun ??
Australia dan Singapore sebagai tolok ukur, akan mengejar target minimum sekurang-kurang nya 10 jam terbang per pilot, per bulan, yang arti nya 120 jam dalam setahun.
Kira-kira negara punya uang atau tidak untuk melatih para pilot Sukhoi kita dalam jumlah jam terbang yang bersaing dengan negara tetangga ??. jangan sampai karena kurang jam terbang para pilot kita hanya akan jadi bulan-bulanan jika berhadapan dengan aramada Pespur negara tetangga.
Negara dengan keuangan dan kemampuan terbatas seperti Indonesia hanya akan bunuh diri dengan pengoperasian Pespur Sukhoi family. lebih baik uang nya dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (pembangunan Rumah Sederhana, jalan, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur penunjang lainnya). Kita harus ingat, di dalam anggaran negara itu ada uang para petani, nelayan dan para tukang ojek yang hidup dalam keadaan serba keterbatasan.

Data diatas diolah dari berbagai sumber

Masalah biaya operasional Sukhoi Flanker, sudah ada beberapa opini dari beberapa petinggi.
Rp 100 juta disini sebenarnya lebih menyorot ke konsumsi BBM Sukhoi per jam dibanding biaya operasional.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT. Dirgantara Indonesia juga memberi feedback yang lebih tegas, bahwa dibutuhkan pesawat tempur yang biaya operasionalnya jauh lebih murah untuk melakukan tugas yang sama: http://www.tempo.co/read/news/2014/11/05/078619635/Usir-Pesawat-Asing-Berapa-Biaya-Operasional-Sukhoi 

0 comments:

Post a Comment