Thursday 28 July 2016

Rusia VS Amerika Serikat (US),, Persaingan Membuat Pesawat Tempur Generasi 6



Rusia berencana untuk membangun pesawat tempur generasi 6 yang sudah dalam tahap perencanaan konsep desain pesawat beserta desain persenjataan nya, seperti yang telah di presentasikan oleh biro desain sukhoi. bahkan untuk beberapa komponen elektronik nya telah di uji coba pada pesawat generasi 5 mereka (PAK FA T-50). seperti yang telah di lansir oleh kantor berita dalam negeri nya Tass, dalam wawancara dengan Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin yang menyebutkan bahwa “mereka telah membuat desain untuk bisa membuat pesawat tempur generasi 6”. di perkirakan pesawat tempur generasi 6 milik Rusia ini akan dapat terbang sekitar tahun 2025.

Namun pertanyaan nya apakah pesawat tempur ini akan dapat di realisasikan dalam jangka waktu tersebut ??

Apakah pesawat ini nanti akan dapat bersaing dengan pesawat generasi 6 produksi Amerika Serikat (US) ??

sebagai catatan: Amerika serikat (US) sudah berencana untuk membuat pesawat tempur generasi 6 mereka pada tahun 2012, setelah sudah benar banar mengoperasikan pesawat generasi 5 milik nya. (F-22 Raptors pada tahun 1997 dan di susul F-35 JSF yang di perkirakan akan operasional pada akhir 2016)

Di jaman yang serba canggih sekarang tentu bukanlah perkara yang sulit untuk sekedar mendesain sebuah pesawat tempur. namun untuk merealisasikan proyek pesawat inilah yang sebenar nya akan menjadi pekerjaan sulit. Karena tentu nya akan membutuhkan fasilitas dan infrastruktur yang memadai, Sumber daya manusia yang mumpuni dan biaya yang besar.

Ada beberapa hal yang akan menjadi tantangan bagi Rusia dalam realisasi proyek pembangunan pesawat tempur generasi 6 ini, apa lagi jika berbicara tentang “Ingin menyaingi pesawat tempur keluaran Amerika Serikat”. Adapun Persoalan yang akan di hadapi untuk dapat membuat pesawat tempur generasi 6 ini adalah mengenai spesifikasi dari pesawat ini, seperti: bahan komposit badan pesawat, sistem propulsi pesawat, peralatan elektronik (avionik, komunikasi, perangkat perang elektronik), Serta persoalan pendanaan untuk membuat dan mengembangkan pesawat.

Mengenai Bahan komposit badan pesawat, pada pesawat generasi 6 ini rencana nya akan di pakai bahan komposit yang tahan terhadap panas dan juga ringan. Karena pesawat generasi 6 ini akan di rancang untuk bisa melaju bukan saja dalam kecepatan supersonik, tapi juga dapat melaju dalam kecepatan Hipersonik. Yang arti nya akan di buat bahan baru untuk dapat mengakomodir hal tersebut, karena jika mengacu pada bahan komposit badan pesawat yang ada sekarang, seperti nya belum ada bahan komposit yang seperti demikian.

Mengenai Sistem propulsi, pasti nya akan membutuhkan mesin yang sangat kuat karena pesawat ini di rancang akan memiliki kecepatan Hipersonik, sekitar 6 sampai 7 mach atau lebih. Selain itu mesin pesawat di tuntut dapat melaju dalam berbagai ketinggian terbang di atmosfer dan juga dapat terbang di ruang tanpa udara alias ruang angkasa.

Mengenai Peralatan elektronik (Avionik, komunikasi dan Perangkat perang elektronik), berhubung ini pesawat generasi 6, pasti nya akan menggunakan sistem antena dan sistem avionik baru yang bisa lebih baik dari yang ada pada pesawat generasi 5, di mana peralatan ini bisa berfungsi secara efektif dan stabil dalam semua mode penerbangan dan semua keadaan serta dapat mempertahankan komunikasi yang konstan dengan pusat komando darat dan udara, dengan pesawat AEW&C, satelit dan pesawat pesawat tertentu yang berada di atmosfer atau di luar angkasa.

Pesawatpun di bekali sistem peperangan elektronik onboard yang di rancang tidak hanya untuk menekan komunikasi dan sistem kontrol dari lawan, tetapi juga untuk menetralisir ancaman lain seperti rudal udara-ke-udara (AAM) atau rudal permukaan-ke-udara (SAM).

Mengenai Pendanaan, yang akan menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah apakah pembuatan pesawat ini akan sepenuh nya di danai oleh Rusia ?, ataukah Rusia akan menggandeng negara lain ?. karena jika Rusia mengandalkan pendanaan oleh pemerintah ataupun swasta lokal, hal ini pasti nya akan cukup menyulitkan bagi Rusia. Sudah sama sama kita ketahui bahwa sekarang keadaan ekonomi Rusia sedang mengalami krisis yang menyebabkan pemangkasan dan efisiensi anggaran, tak terkecuali pada sektor anggaran militer nya.

Sebagai perbandingan, Amerika serikat (US) walaupun dalam keadaan ekonomi kurang baik, mereka tidak tanggung tanggung untuk menghabiskan dana hingga hampir 1 triliun dolar untuk pengembangan pesawat siluman F-35 JSF mereka.

Apa bila membahas tentang pengembangan teknologi ke-dirgantaraan, Amerika pun jelas lebih matang ketimbang Rusia. Pengalaman Amerika (US) dalam mengembangkan pesawat Siluman sudah tidak perlu di tanyakan lagi, mereka sudah memiliki pengalaman dalam membuat dan mengembangkan pesawat canggih seperti SR-71, F-117, B-2 Spirit, F-22 Raptors dan F-35.

Bagi Amerika (US) ini adalah batu loncatan untuk masuk dalam next generation AirCraft mode, karena pasti nya mereka sudah memiliki pandangan konsep yang jelas tentang fungsi dan tugas yang akan di emban oleh pesawat tempur generasi 6 ini.

Bagai mana dengan Rusia ?. kabar nya Rusia bahkan belum memiliki Visi yang jelas tentang pesawat generasi 6 ini, namun aneh nya mereka sudah ingin membuat nya. memang agak terlalu prematur buat Rusia untuk masuk dalam proyek seperti ini, Pekerjaan Rumah mereka untuk menyelesaikan pesawat generasi 5 (PAK FA T-50) pun belum kelar dan seperti nya masih jauh dari kata memuaskan.

Bukan lah hal yang bijak Bila Rusia hanya ingin mencoba gagah-gagahan dengan bersikap tidak mau kalah terhadap Amerika (US), Karena jelas hanya akan menguras sumber daya, terutama pendanaan. akan sangat mumbazir menghabiskan dana ratusan juta dolar untuk membuat teknologi pesawat generasi 6 dengan hanya mengandalkan versi Upgrade dari pesawat generasi sebelum nya. karena jelas ini adalah pesawat tempur yang akan sangat berbeda baik dari segi platform, teknologi dan mungkin juga pada role mission nya.

Jangan sampai bukan nya jadi pesawat generasi 6, malah jadi pesawat generasi 5++. Kalau pun iya jadi pesawat tempur generasi 6, maka pasti kualitas nya akan di pertanyakan. Sama hal nya ketika pesawat tempur generasi 5 PAK FA T-50 milik Rusia yang jika di komparasikan kemampuan nya, di sebut sebut masih di bawah kemampuan Pesawat Tempur generasi 5 Amerika (US), F-22 Raptors.

Sebagai Catatan: India yang merupakan mitra patungan proyek PAK FA T-50, sejauh ini agak skeptis & tidak terlalu senang dengan hasil proyek pesawat ini secara keseluruhan. Mereka pun agak khawatir dengan hasil akhir nya nanti.

Dan Pertanyaan terakhir adalah Apakah Rusia akan mencoba untuk menyaingi dengan cara mencontek konsep dari pesawat tempur generasi 6 Amerika (US) ??.

Sama hal nya seperti PAK FA T-50 yang di buat untuk menyaingi F-22 Raptors, Walau Sebenar nya 
secara konsep Rusia mencontek ke-Amerika serikat.


Jawaban dari pertanyaan di atas adalah “biarkan waktu yang menjawab”.

Tuesday 19 July 2016

Bisakah Sukhoi SU-35 Menjawab Tantangan F-22 Raptors Dalam Pertarungan Superioritas Udara ..?!



Telah kita ketahui bersama bahwa Sukhoi SU-35 adalah pesawattempur tercanggih yang di miliki oleh angkatan udara Rusia saat ini. Pesawat ini sendiri merupakan turunan dari platform seri Flanker sebelum nya yaitu SU-27, yang sangat terkenal dengan manuver “Cobra Pugachev” nya. fakta ini menjadikan SU-35 sebagai penerus predikat pesawat Heavy fighter dengan kemampuan “Super maneuverable”.

Bila kita kembali ke dekade 90-an, SU-27 Flanker adalah salah satu pesawat tempur terbaik yang di operasikan Rusia pada saat itu. Pesawat ini di bangun untuk bersaing dengan pesawat tempur keluaran AS seperti F-14 dan F-15 karena memang mereka berada dalam kelas yang sama, namun tentu saja kemampuan manuver yang di miliki oleh Sukhoi SU-27 masih lebih baik dari kedua pesawat tempur keluaran AS tersebut.

Setelah beberapa dekade berlalu, kini giliran Sukhoi SU-35 dan F-22 Raptors yang menjadi andalan masing masing Angkatan Udara dan kemungkinan besar akan saling berhadapan bila nanti nya benar benar terjadi konfrontasi udara antara kedua negara tersebut. Tentunya akan sangat menarik apa bila membahas tentang kedua pesawat ini jika bisa Face-to-Face dalam perang sesungguh nya.

Untuk Sukhoi SU-35, meski secara desain hampir mirip dengan SU-27 Flanker, namun secara kemampuan sangat berbeda karena telah mengalami upgrade pada segi komponen elektronik, persenjataan dan struktur air frame. Sayang nya dari segi radar, pesawat ini masih menggunakan jenis radar PESA yang jelas kualitas nya masih di bawah radar AESA yang telah di adopsi oleh pespur keluaran AS dan Eropa Barat. (Radar AESA akan menjadi standar radar pesawat tempur untuk 50 tahun kedepan)

Untuk urusan dapur pacu, SU-35 di bekali Mesin pendorong Saturn 117. selain umur mesin nya akan lebih panjang, dengan TVC nozzle turbofan memungkinkan pesawat ini untuk melaju dengan kecepatan maks. 1.490 mph dan memungkinkan pesawat ini melakukan manuver extreme di udara dalam pertempuran jarak dekat (traditional dogfight).

Persenjataan Pespur ini yaitu 1 unit kanon 30 mm GSH-30 meriam internal 150 Round dan bisa dipersenjatai dengan rudal udara ke udara, rudal udara ke permukaan juga berbagai macam roket dan bom yang dapat di pasang pada 12 cantelan hardpoint di badan dan sayap pesawat dengan beban maksimal hingga 8.000 kg.

Dari spesifikasi teknis yang sudah di jelaskan diatas, kira kira apakah bisa Sukhoi SU-35 menjawab tantangan F-22 Raptors dalam pertarungan Superioritas Udara ..?!

Mari coba kita jawab pertanyaan di atas dengan menilai dan membandingkan kemampuan kedua pesawat ini.

Jika kita menilai dari segi platform, Sukhoi SU-35 yang rancangan nya di ambil dari pesawat SU-27 Flanker tahun 80-an (Non Siluman) jelas akan kalah bila di bandingkan dengan si cantik F-22 Raptors yang rancangan nya lebih moderen dan memiliki fitur siluman. Bila di lihat ukuran RCS nya, F-22 memiliki RCS kurang dari 0,0001 meter persegi  atau setara dengan burung murai dan memiliki IR signature yang rendah sehingga mengurangi visibilitas tracking lawan dari jarak tertentu. Untuk SU-35 sendiri memiliki RCS sekitar 1 sampai 3 meter persegi atau memiliki ukuran seperti meja makan besar.

Selain itu, Bahan pesawat F-22 Raptors menggunakan material komposit stealth, sehingga mampuh mempertahankan sifat siluman nya sekalipun pada saat bermanuver, Bukan hanya sekedar Coating seperti pada pesawat Sukhoi SU-35, yang kabar nya tidak akan se-efektif pesawat berbahan material komposit Stealth seperti F-22 dan F-35 JSF.

Jika di nilai dari segi spesifikasi teknologi elektronik, F-22 Raptors pun masih lebih unggul di banding Sukhoi SU-35. Alasan nya jelas karena F-22 Raptors merupakan pesawat Siluman generasi 5 yang memang benar benar sudah operasional dan selama 10 tahun terakhir terus menerus di upgrade. Sebenarnya F-22 Raptors memiliki avionik yang lebih canggih di banding pesawat tempur manapun di dunia. Dengan radar AN/APG 77 generasi ke-2 yang memiliki jangkauan lebih jauh dan pada saat bersamaan memiliki karakteristik “Low Observable” yang mengurangi kemungkinan di deteksi oleh Radar Warning Receiver musuh.

F-22 Raptors juga dilengkapi Radar Pasif AN/ALR 94 (250+ Nm) yang mampu mencari target dan memberikan informasi yang cukup untuk melakukan penguncian di radar. Ini adalah sesuatu yang tidak ada pada pesawat tempur lain saat ini. Sukhoi SU-35 sendiri adalah Pesawat tempur yang masuk kategori generasi 4++, Karena kata nya menggunakan teknologi avionik pesawat generasi 5 (PAK FA T-50).

Sebagai catatan: PAK FA T-50 merupakan pesawat tempur generasi 5 Rusia (proyek patungan bersama India) yang masih dalam tahap pengembangan. kabar nya pun pesawat ini masih kalah bila di bandingkan dengan F-22 Raptors.

Jika di nilai dari sisi persenjataan nya, Sukhoi SU-35 memiliki keunggulan pada jumlah senjata nya yang dapat menggotong 12 rudal udara-ke-udara berbagai jenis, sedang F-22 Raptors hanya dapat membawa 8 rudal saja. Namun F-22 akan lebih baik karena memiliki keunggulan Stealth dengan menyimpan rudal di dalam badan pesawat (Internal weapon bay). sedangkan Sukhoi SU-35 secara keseluruhan membawa rudal eksternal. ini merupakan sedikit kerugian karena biasa nya pesawat yang membawa rudal eksternal akan lebih mudah di deteksi radar lawan.

Namun apakah dengan dapat membawa rudal lebih banyak akan membuat Sukhoi SU-35 bisa lebih unggul dalam pertempuran ??. belum tentu juga, karena bisa saja SU-35 yang membawa rudal lebih banyak justru lebih dulu di tembak jatuh oleh F-22 yang memilki keunggulan dalam perang BVR.

Sebagai catatan: Justin Bronk dari Royal United Services Institute mengemukakan dalam sebuah wawancara dengan Hushkit.net, biasanya SU-35 menembakkan 6 rudal secara simultan dengan jenis penjejak campuran, yang berarti dari jumlah 12 rudal, hanya 2 yang benar-benar memberikan tembakan yang kredibel.

Hal yang benar benar harus di maksimalkan oleh Sukhoi SU-35 bila terlibat pertempuran melawan F-22 Raptors adalah keunggulan fitur aerodinamis dan super manuver nya yang unik. Memaksakan skenario perang WVR merupakan opsi yang paling tepat. Namun Untuk bisa menjalankan skenario ini, SU-35 harus di lengkapi dengan Radar terbaru (ideal nya AESA Radar), sensor, dan peralatan ECM yang kuat untuk bisa memaksakan perang elektronik lebih lama hingga memasuki jarak WVR combat. karena jika komponen elektronik yang ada pada Sukhoi SU-35 tidak mampuh menyaingi kecanggihan kinerja dari peralatan F-22, arti nya hal tersebut dapat membuat F-22 Raptors tidak akan terlalu bersusah payah untuk bisa melarikan diri atau Sang Raptors akan bisa dengan mudah melepaskan rudal AIM-120 AMRAAM ataupun Sidewinder yang merupakan salah satu rudal terbaik yang ada saat ini.

tentu saja para pilot F-22 Raptors tidak ingin mengambil resiko untuk bertarung dalam jarak dekat melawan Sukhoi SU-35. apa lagi jika di tangan pilot yang tepat akan membuat SU-35 menjadi mesin perang yang handal. Opsi terbaik bagi F-22 adalah memenangkan pertarungan sebelum pertarugan itu benar benar di mulai (BVR combat).

Menurut saya, jika di nilai secara keseluruhan, SU-35 seperti nya memang bukan platform yang tepat untuk berhadapan dengan pesawat sekelas F-22 Raptors yang merupakan Pesawat tempur generasi 5. Akan lebih tepat jika PAK FA T-50 yang menjadi lawan nya karena merupakan Pesawat tempur generasi yang sama, namun pasti nya jika PAK FA T-50 sudah dalam tahap Full operasional, Yang nampak nya masih akan lama untuk itu.


Bagai mana menurut anda ??. yupp,, memang akan selalu menjadi perdebatan apakah bisa Sukhoi SU-35 menjawab tantangan F-22 Raptors dalam pertarungan Superioritas Udara ?!. yang jelas jawaban nya tidak akan di ketahui pasti hingga kedua pesawat ini benar benar saling berhadapan dalam perang yang sebenar nya.

Data diolah dari berbagai sumber

Friday 8 July 2016

Inilah AlasanNya Kenapa F-35 JSF Belum Lebih Baik Dari F-22 Raptors



Telah kita ketahui bersama F-35 Joint Strike Fighter produksi pabrikan Lockheed Martin di gadang-gadang akan menjadi tulang punggung armada pesawat tempur taktis Pentagon (AS) dan negara-negara pengeksport senjata negeri paman Sam. Namun dengan biaya pengembangan dan pengoperasian yang sangat mahal, tidak semua negara langganan export senjata negeri paman Sam mampu untuk menerbangkan pesawat tempur generasi kelima yang di sebut memiliki Avionik paling canggih ini. Bahkan Rusia dan China-pun kelihatan nya tidak mungkin untuk mencoba mengembangkan semua armada pesawat tempur generasi kelima yang merupakan pesawat generasi paling mutakhir di karenakan biaya pegembangan nya yang tidak ekonomis.

Untuk Rusia sendiri mereka memilih untuk terus mengembangkan Peswat Tempur Air Superiority terdahulu (Sukhoi Su-27 Flanker) mereka. Yang paling ampuh dari pengembangan nya yaitu jenis Flanker derivatif SU-35, yang merupakan versi dengan avionik, Persenjataan udara taktis, mesin dan badan pesawat yang lebih baik. Yang di tujukan untuk mengisi kekosongan slot pesawat Generasi Ke-5 mereka yang juga sedang dalam pegembangan. Dimana kemungkinan nya  Dalam tahun-tahun mendatang si Flanker-E ini akan mengisi arsenal sejumlah negara yang sebelum nya memang telah mengoperasikan peswat tempur Sukhoi family versi sebelum nya.

Untuk mengatasi proliferasi varian Flanker, maka Angkatan Udara, Marinir dan Angkatan Laut AS akan bergantung pada Pesawat tempur  F-35 meskipun pesawat ini tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sebuah pesawat tempur superioritas udara dalam Close-In Battle karena menganut doktrin First Look-first kill (BVR Combat). Walaupun demikian sudah kita ketahui bahwa F-35 JSF ini merupakan pesawat tempur dengan kemampuan pertahanan udara-ke-udara yang canggih.

Yang jadi tanda tanya besar adalah Bagaimana bila sekelompok (empat unit Pesawat) F-35 JSF akan Face to Face dengan formasi empat unit varian Pesawat SU-35 ??, bagaimana menurut anda ??. Jawaban yang paling mungkin menurut saya adalah bahwa mereka (F-35 JSF) akan mengubah arah dan memanggil bantuan F-22 Raptors atau F-15C milik AU AS yang bertugas untuk peran superioritas udara. Sementara itu, rombongan F-35 JSF akan pergi menjauh, “selamat sampai tujuan” ke target yang telah di tentukan.

Namun dari track record  yang ada menunjukkan, seringkali dalam perang anda tidak selalu bisa memilih solusi paling optimal atau dengan kata lain pilot bisa memutuskan untuk berimprovisasi pada kondisi-kondisi tertentu. karena Jika-pun F-35 dibiarkan untuk melakukan “Air Combat superiority”, dengan melihat berbagai macam jeroan teknologi Avionik canggih yang di tanamkan dalam Pesawat F-35 ini, mereka mungkin akan baik-baik saja jika berhadapan dengan Su-35, dengan catatan mereka memang bisa memaksimalkan semua kemampuan pesawat ini terutama “kartu AS nya” yaitu Stealth teknologi. Para Pilot F-35 harus menggunakan teknologi siluman onboard dan offboard Sensor dan taktik cerdas untuk menghindari sisi lemah dari pesawat. Itu berarti menggunakan “stealth jet cruiser” dan berbagai sensor pesawat untuk terlibat pertempuran dari luar jangkauan visual musuh (BVR) dan menghindari pertarungan jarak dekat di mana F-35 bisa di bilang cukup rentan.

Sedangkan F-22 Raptors, pesawat ini memang dari awal dirancang sebagai pesawat pembunuh untuk tujuan “Air Superiority” dimana Raptors menggabungkan jeroan teknologi, rancangan badan pesawat dan komposit kulit yang bersifat Siluman ditambah dengan kecepatan jelajah supersonik lebih dari Mach 1,8 yang bila dibandingkan dengan F-35, hanya nyaris menyentuh Mach 1,6 di posisi afterburner penuh.

Selanjutnya, Para Raptors memiliki manuver yang sangat baik dalam pertarungan dogfights, radius sudut serangan dan penambahan energi laju pada semua ketinggian jelajah yang dilewati nya. Daya jelajah Raptor pada kecepatan supersonik di atas ketinggian 50.000 kaki secara efektif dapat memilih kapan dan di mana untuk menyerang. sedang pada F-35, jika tidak berhati hati dalam kondisi penerbangan jarak dekat, lambat ataupun terbang rendah mungkin akan menempatkan pesawat ini pada posisi “dipaksa” untuk bereaksi  dan berkinerja lebih baik dari pesawat musuh jika ingin survive.

Selain itu, F-35 tidak memiliki kecepatan atau ketinggian jelajah ideal untuk memberikan banyak energi peluncuran pada rudal AIM-120 Air to Air seperti yang bisa di lakukan Raptors, yang berarti rudal akan memiliki kisaran jarak yang lebih kecil ketika ditembak-kan dari F-35. Pesawat ini juga (F-35 JSF) tidak bisa mengangkut banyak rudal udara-ke-udara dan mengingat bahwa Emisi dari frequensi jammers memori radio digital pada sistem bimbingan AMRAAM ini dapat mendatangkan malapetaka, karena bisa jadi akan terendus oleh peralatan elektronik musuh.

Dalam jarak dekat, F-35 JSF tidak memiliki manuver seperti Raptors atau bahkan F-16 atau F / A-18. Bilapun dipaksakan dalam pertempuran udara jarak dekat, keunggulan skill dan pengalaman seorang pilotlah yang mungkin menjadi satu-satunya faktor yang bisa menyelamatkan dia dari ditembak jatuh oleh lawan nya. Faktanya adalah F-35 dalam konfigurasi siluman nya hanya dipersenjatai dengan senjata internal yang saat ini tidak dapat membawa AIM-9X Rudal high off-boresight. Jikapun nanti AIM-9X diintegrasikan ke dalam teluk senjata, justru akan mengorbankan posisi AIM-120 AMRAAM yang bisa dibilang senjata yang lebih baik untuk pesawat seperti F-35. Pada dasarnya Pilot F-35 memang harus menghindari “laga” pertarungan jarak dekat.

Hal ini sangat tidak memungkin-kan untuk menugaskan misi superioritas udara kepada F-35 jika memang masih ada pilihan alternatif yang tersedia (F-22 lebih Ideal). Tetapi mengingat armada Raptor yang tidak terlalu besar dan berkurangnya armada F-15C milik AU AS, ada kemungkinan bahwa F-35 ini dipaksakan sebagai aset superioritas udara. Namun sebenar nya yang akan menjadi ancaman nyata dan terberat untuk kekuatan udara Amerika di sebagian besar wilayah di seluruh dunia bukan datang dari musuh yang hanya semata mata mengandalkan kekuatan pesawat Superiority udara, melainkan musuh yang menggunakan sistem pertahanan yang terintegrasi antar Matra atau yang biasa dikenal dengan sebutan “NETWORK CENTRIK WARFARE”.

Bagaimana dengan negara kita ??.
apakah kita akan semata mata mengandalkan pesawat tempur Air superiority mahal dan kata nya canggih namun hanya akan menjadi “Lone wolf” karena bekerja sendiri ??.

atau kah cukup dengan pesawat dengan spesifikasi yang medium namun mengandalkan kerja sama yang solid antar matra untuk menjaga pertahanan NKRI yang kita cintai ini ??

Data diolah dari berbagai sumber

Sunday 3 July 2016

Sukhoi Su-35, Idealkah Untuk Kebutuhan AU Indonesia ??


Pasti nya bagi para military fansboy sudah banyak yang tau dengan kemampuan Pespur Sukhoi Family, dimana salah satu nya adalah Su-35 yang rencana nya akan diboyong ke tanah air untuk mengganti skuadron F-5 Tiger yang akan pensiun. Pespur varian terbaru dari jenis Sukhoi Family ini di gadang-gadang mampu melakukan manuver yang tak bisa diimbangi pesawat tempur biasa. Selain dapat menanjak vertikal, berhenti seketika di udara, dan berjungkir balik 180 derajat seperti yang dipamerkan pada MAKS 2015, jet itu juga bisa membawa banyak rudal dan lenyap dari radar.
Su-35 dapat hilang begitu saja di udara alias tak terdeteksi radar ketika pesawat mengubah kecepatan secara acak sehingga mengacaukan pendeteksian radar pesawat musuh. Su-35 juga dilengkapi peralatan jamming yang bisa menurunkan kemampuan deteksi radar musuh. Lebih istimewa lagi, Su-35 mampu terbang secepat siluman. Jet ini memiliki kecepatan supersonik 1,5 mach atau dua kali kecepatan suara.

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004180011-20-82707/menanti-skuadron-sukhoi-siluman-angkatan-udara/

Dari seabrek kelebihan yang sudah di jelaskan di atas tadi (cukup Lebay), tau kah anda sebenar nya banyak masalah yang juga akan menyertai pengoperasian Pespur tersebut, mulai dari masalah komisi sales Broker, Suku cadang, Gila maintain, harga pengoperasian yang mahal dan lain sebagai nya. 

Su-35 sebenarnya bukan pesawat yang tidak bagus, hanya saja bukan pesawat yang sesuai untuk kebutuhan Indonesia, tapi pesawat yang lebih ideal untuk kebutuhan negara-negara yang berkantung tebal.

Kalau mau memakai Fighter jenis Sukhoi Family, kita harus mulai berpikir memakainya menurut sistem Soviet tempo doeloe. negara pemakai Sukhoi Family tidak boleh mengenal yang nama nya keterbatasan anggaran. Sukhoi tidak pernah dirancang sebagai pesawat yang biaya operasionalnya ekonomis atau perawatannya mudah. Sistem Soviet mendikte untuk kemampuan yang handal, pesawat ini harus didukung jumlah spare part yang selalu siap dan diproduksi terus-menerus. Pemakai juga dituntut untuk selalu siap beli baru setiap 10 tahun.

Kenyataannya, masa-masa dimana anggaran tinggi seperti di jaman Soviet sudah tidak ada lagi. Russia saja mulai kewalahan mengurus semua pesawat mereka yang sebenarnya masih dibuat dengan sistem Soviet ini, Mereka kabarnya bahkan tidak punya cukup uang, dan tidak dapat memproduksi spare part dalam jumlah yang cukup untuk sustainability pesawat-pesawat mereka.

“Kalau mau beli hemat, Indonesia sudah melihat ke tempat yang salah!”
untuk bisa menunjukkan efek gentar Pespur Sukhoi  ini, pasti nya Indonesia membutuhkan banyak pilot seperti Sergey Bogdan test pilot Su-35 di Paris Air Show 2013

16 Su-35, kalau biaya operasionalnya sekitar US$ 40.000/jam atau asumsi nya kita rupiahkan saja sekitar Rp 500 juta (ini asumsi terendah), x 170 jam latihan terbang = Rp 1,4 triliun. Lihat biaya operasional yang akan di habiskan hanya untuk pengoperasian 1 skuadron tempur. Dari mana negara serba hemat seperti Indonesia mau menaruh banyak jam terbang kepada para pilot yang menerbangkan Su-35??

Coba bandingkan dengan jumlah uang yang sama, kita dapat mengoperasikan 80 unit F-16 yang biaya operasional perjam nya sekitar $7000 (sudah disesuaikan dengan kurs sekarang) atau kita bisa mengoperasikan 112 unit Gripen yang biaya operasional dihitung sekitar $4,800/jam. Kalau mau mengoperasikan pesawat tempur dalam jumlah banyak, pilihan nya harus single-engine fighter yang biaya operasional nya lebih murah. Biaya operasional untuk Sukhoi tehnologi tahun 1980-an itu saja sudah 7x lipat dibanding biaya pengoperasian F-16 Block-15 OCU.

Belum lagi untuk memaksimalkan penggunaan Su-35 secara optimal maka di butuhkan sistem-sistem penunjang seperti  radar-radar dan sistem komunikasi buatan Russia yang jelas tidak kompatibel dengan sistem radar yang kita pakai sekarang. maka bersiap-siaplah investasi milyaran US$ untuk membuat sistem network sendiri yang memadukan Alutsista ala Barat dan Timur. jangan lupakan juga SAM battery seperti SA-300 atau peluncur roket jarak pendek seperti Buk-1M. Dan angkatan udara kita mungkin perlu membeli A-50 Beriev, satu pesawat AWACS Russia yg tidak mungkin bisa di maintain sendiri.

Kalau seluruh persyaratan diatas dapat dipenuhi, Su-35 akan menjadi pesawat yang mungkin cukup handal.

Jelas Indonesia sudah pasti akan tekor kalau membayar biaya operasional lebih dari 2 skuadron Sukhoi, karena dengan mengoperasikan 2 saja sudah akan mepet sekali. Sebenar nya kita sudah  beruntung sejauh ini mengoperasikan hanya 1 skuadron Sukhoi saja. Pembiayaan yang cukup boros tapi masih bisa ditutup, walaupun mungkin biaya perawatannya hampir sama mahal dengan seluruh asset TNI-AU yang lain.

Kalau melihat daftar negara-negara yang memakai pesawat twin-engine heavy fighter, rata-rata anggaran pertahanan mereka akan diatas $10 milyar, atau jumlah personnel militer mereka lebih sedikit dibandingkan Indonesia.

Australia - $25 milyar, mengoperasikan Super Hornet dan siap tempur mengoperasikan F-35 yang biaya operasi nya akan selangit, walaupun single-engine.

Brazil - $31,5 milyar, justru menjauhi twin-engine fighter dan memilih Gripen-NG.

Inggris - $60 milyar, mengoperasikan Eurofighter Typhoon

UAE - $22 milyar, hanya ada F-16 E/F, tapi sebentar lagi mereka akhirnya akan beli Rafale

Kuwait - $10 milyar, membeli Typhoon terbaru. Jumlah personel nya tetap kurang dari 20 ribu orang.

Korsel  - $34 Milyar, mengoperasikan  60 F-15 K dan membeli F-35

Aljazair - $10 Milyar, pemborong baru Su-30 SM tetapi jumlah personel militer mereka hanya 200 ribu orang, dari populasi 40 juta orang

Singapore - $9,7 milyar, mengoperasikan F-15 SG. padahal negaranya secuil, dan jumlah personel militer tetap mereka hanya 71 ribu orang, sisanya reservist.

Bagai mana dengan Indonesia ??. dengan anggaran pertahanan yang hanya $8 milyar akankah bisa terus mengoperasikan twin-engine fighter ??

dengan anggaran yang hanya $8 milyar dan jumlah personnel 400 ribu orang, sebenar nya Indonesia tetap masih bisa mengoperasikan twin-engine figter yang ada, tetapi proporsi Anggaran untuk TNI-AU sudah pasti harus dibuat jauh lebih besar dibanding sekarang. Kalau bisa TNI-AU mendapat 40-50% dari total anggaran pertahanan untuk menjamin operasional Sukhoi.
Yang jadi pertanyaan nya  adalah bagai mana dengan TNI-AL dan TNI-AD ??, bukankah kedua matra ini juga membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk memodernisasi alutsista nya ??, Dan bagaimana juga dengan kesejahteraan prajurit ??
Sudahkah kita menghitung berapa total biaya yang harus di keluarkan per-tahun nya jika mengoperasikan 2 skuadron Pespur Sukhoi Family ??, kira-kira para pilot kita bisa terbang berapa jam dalam setahun ??
Australia dan Singapore sebagai tolok ukur, akan mengejar target minimum sekurang-kurang nya 10 jam terbang per pilot, per bulan, yang arti nya 120 jam dalam setahun.
Kira-kira negara punya uang atau tidak untuk melatih para pilot Sukhoi kita dalam jumlah jam terbang yang bersaing dengan negara tetangga ??. jangan sampai karena kurang jam terbang para pilot kita hanya akan jadi bulan-bulanan jika berhadapan dengan aramada Pespur negara tetangga.
Negara dengan keuangan dan kemampuan terbatas seperti Indonesia hanya akan bunuh diri dengan pengoperasian Pespur Sukhoi family. lebih baik uang nya dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (pembangunan Rumah Sederhana, jalan, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur penunjang lainnya). Kita harus ingat, di dalam anggaran negara itu ada uang para petani, nelayan dan para tukang ojek yang hidup dalam keadaan serba keterbatasan.

Data diatas diolah dari berbagai sumber

Masalah biaya operasional Sukhoi Flanker, sudah ada beberapa opini dari beberapa petinggi.
Rp 100 juta disini sebenarnya lebih menyorot ke konsumsi BBM Sukhoi per jam dibanding biaya operasional.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT. Dirgantara Indonesia juga memberi feedback yang lebih tegas, bahwa dibutuhkan pesawat tempur yang biaya operasionalnya jauh lebih murah untuk melakukan tugas yang sama: http://www.tempo.co/read/news/2014/11/05/078619635/Usir-Pesawat-Asing-Berapa-Biaya-Operasional-Sukhoi