Wednesday 29 March 2017

BPPT Ingin Belajar Teknologi Baterai Kapal Selam Kepada Prancis


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang akan bekerja sama dengan institusi penelitian dan pengembangan (litbang) Prancis. Rangkaian kerja sama ini menjadi rangkaian lawatan Presiden Prancis, Francois Hollande ke Indonesia.

Dua institusi litbang Prancis yang hari ini mengadakan pertemuan dengan BPPT, yakni INSA dan CEA.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto, menyampaikan bahwa Prancis cukup maju dalam hal riset di bidang energi serta informasi dan teknologi komunikasi (ICT). Dalam hal energi misalnya, Unggul menjelaskan, seperti energi terbarukan seperti solar cell, fuel cell, dan teknologi baterai. Sementara itu, di bidang ICT, seperti security dan micro electronic.

“Atau teknologi lain, seperti manufakturing, kapal selam kalau mungkin (dikerjasamakan),” ujar Unggul usai courtesy call BPPT dengan CEA dan INSA Prancis di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Rabu 29 Maret 2017.

Terkait kapal selam, Unggul mengatakan, erat kaitannya dengan teknologi baterai. Sebab, kualitas kapal selam tergantung sekali dengan kualitas baterainya.

“Jadi, kapal selam ketika menyelam, energi mengandalkan baterai, semakin qualified baterainya, semakin lama bisa menyelam,” kata Unggul.

Sementara itu, kapal selam bisa menyelam juga karena beban dari baterai. Sekitar 60 persen berat kapal selam adalah berat baterai.

Kapal selam yang dikembangkan BPPT, baterainya terbuat dari lithium ion. Saat ini, kekuatan durasi menyelamkan kapal selama empat hari.

Sementara itu, Prancis, telah mengembangkan baterai sodium-ion. Diklaim, baterai pengganti lithium ini lebih murah dan memiliki kerapatan penyimpanan energi sangat tinggi, ketersediaan sodium pun melimpah.

“Kami masih lihat (hasil riset Prancis) baterai sodium ion ini,” tutur Unggul.

KERJA SAMA PENDIDIKAN PERISET

Unggul menyatakan, tak dipungkiri bahwa tenaga peneliti dari BPPT dan lembaga litbang lain di Indonesia masih minim yang menempuh S3 atau doktor. Disebut, BPPT baru sembilan persen, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tujuh persen, bahkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) hanya tiga persen.

“Itu sangat jauh dari ideal. Kalau saya bandingkan di Jepang, doktor untuk lembaga seperti BPPT ini bisa 80 persen. Kemudian Taiwan 50 persen, Thailand 30 persen, jadi untuk mencapai ke sana itu cukup jauh,” ujar Unggul.

Untuk itu, selain mengambil kesempatan kerja sama dengan Prancis soal terapan teknologi, Unggul ingin menjajaki bidang pendidikan untuk para periset Indonesia.

“Nah, dengan adanya kerja sama seperti ini, paling tidak kita mendapat jaminan bahwa mereka mau menampung, menerima peneliti kita untuk mengambil S2 atau S3,” kata Unggul.


Sebagai informasi, untuk tindak lanjut diskusi, akan ada MoU antara BPPT dan CEA di bidang teknologi kelautan atau kemaritiman. Selain itu, dengan INSA untuk teknologi terapan. Penandatanganan akan dilakukan sore nanti secara tertutup.

Kerjasama Airbus Helicopters dan PTDI di Bidang MRO


Airbus Helicopters dan PTDI telah memasuki kesepakatan untuk memberikan dukungan terhadap helikopter milik pemerintah Indonesia.

“PTDI sangat tertarik untuk memulai perjalanan baru ini dengan Airbus Helicopters, yang memungkinkan kami untuk menawarkan value chain secara lengkap di Indonesia, untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” kata Budi Santoso, kepala eksekutif dan presiden PTDI, dilansir dari FlightGlobal (29/03).

“Kami juga senang menjadi bagian dari aliansi yang kuat, yang akan membantu mengembangkan kompetensi teknis Indonesia di bidang pemeliharaan helikopter.”

Perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang ditandatangani dua tahun lalu. Ini berfokus pada helikopter Airbus.

“Selama dua tahun ini, PTDI telah menerapkan re-organisasi yang kuat, yang merupakan proses mereka untuk mengkonsolidasikan semua kegiatan dukungan dan layanan di bawah satu atap,” kata pejabat Airbus Helicopters.

“Mitra industri Indonesia juga akan diakui sebagai services centre dan pusat layanan penyelesaian yang disetujui oleh Airbus Helicopters, setelah berhasil melewati kualitas dan keamanan audit.”


PTDI memiliki hanggar (workshare) konstruksi untuk 11 jenis helikopter Airbus.

Teknologi Sederhana di Balik Rudal Pintar AIM-9 Sidewinder


Bagaimana pun, pabrikan senjata di negara-negara maju akan membuat produk rudal pintar andalannya sedemikian rupa, hingga terkesan canggih dan sulit ditiru. Tapi jika ditelusuri, cukup banyak dari rudal-rudal pintar itu yang sesungguhnya memiliki konsep sederhana.

Rudal paling laris, AIM-9 Sidewinder, yang digunakan di hampir 60 negara, misalnya. Rudal udara ke udara yang satu ini pada prinsipnya hanya terdiri dari dua bagian.

Bagian utama adalah roket konvensional berhulu ledak ukuran kecil. Kedua, sistem kendali yang dipasang di kepalanya.

Kesederhanaan konsep dan kemudahan operasionalnya membuat rudal ini disukai banyak angkatan udara dunia. Tak heran, jika dalam waktu singkat, Aerojet dan Raytheon, pembuat AIM-9 Sidewinder langsung kebanjiran order.

Aerojet/Raytheon sendiri sebenarnya bukanlah perancang AIM-9 Sidewinder sesungguhnya. Perancang sebenarnya adalah Dr. William B. McLean.

Konsep AIM-9 Sidewinder yang amat sederhana bisa dikatakan berangkat dari kebiasaan hidupnya. Direktur Teknik Badan Uji Persenjataan Angkatan Laut AS ini telah “melepas” beberapa bagian vital dari teknologi rudal sebelumnya yang dipandang tabu untuk dibuang. Di antaranya adalah sub-unit pelacak gelombang radar.

Di tangan McLean, bagian terpenting dari Sidewinder praktis hanyalah perangkat penjejak panas (heat seeker/detector) dan kendali penerbangan (flight control) yang dikendalikan otomatis oleh sistem logika fuzzy yang “menginduk” pada perangkat penjejak panas itu.

Kesederhanaan konsep inilah yang membuat  Sidewinder kerap dijadikan bahan diskusi di sekolah-sekolah, khususnya untuk menerangkan rancang bangun persenjataan masa kini. Bagi pelajar maupun enjinir, konsepnya begitu inspiratif.

Kisah perancangan AIM-9 Sidewinder sebenarnya berawal dari himpunan keluhan penerbang pesawat penyergap AS yang kerap gagal menembak jatuh pesawat pembom Jerman.

Keluhan-keluhan itu mencuat dalam perang udara di Eropa, dari masa Perang Dunia II. Kala itu memang tak ada pilihan lain selain menggunakan rudal udara ke udara dengan sistem penjejak gelombang radar.

Kala itu radar memang dikenal sebagai teknologi paling maju dalam dunia penerbangan. Namun, rudal dengan pelacak radar memiliki pola kerja yang amat rumit, merepotkan, namun ironisnya kerap meleset.

Awalnya, baik pihak angkatan udara maupun angkatan laut AS yang mengoperasikan pesawat penyergap tak tertarik mengganti sistem penjejak ini dengan sistem penjejak non-radar.

Namun, sikap keras hati tersebut akhirnya luluh setelah Direktur Teknik Badan Uji Persenjataan AL AS, Dr William B. McLean berhasil menguji coba rudal baru di China Lake, Gurun Mojave, Nevada, pada 1953.


Rudal eksperimental dengan sistem pelacak panas mesin ini amat agresif memburu sebuah drone B-17. Senjata baru ini bekerja amat mandiri. Cukup menekan trigger, sang rudal akan mencari sendiri sasarannya. Fire and forget!

Profil AIM-9 Sidewinder juga dipandang mengagumkan karena bentuknya yang slim. Jika rudal sebelumnya relatif berbobot dan makan tempat, panjang rudal ini hanya 2,87 meter dan diameter 10 cm. Beratnya pun cuma 70 kg.

McLean berpikir, kenapa mesti repot-repot melumuri sasaran dengan gelombang radar, jika buruannya telah dengan sendirinya memancarkan gelombang elektromagnet yang bisa dimanfaatkan untuk penjejakan?

Yang dimaksud gelombang elektromagnet adalah gelombang yang dipancarkan radiasi infra merah dari panas cerobong keluaran gas mesin (nozzle).

Gelombang semacam ini sudah cukup memadai untuk dijejak sensor infra merah. Tak terkecuali mesin dari pesawat siluman sekali pun. Sistem penjejak panas bahkan tetap bisa menyasar pesawat yang berlindung di balik awan.

Inti dari sistem penjejak AIM-9 Sidewinder hanyalah sebuah komponen elektrik mungil bernama sel fotovoltaik atau yang biasa kita kenal sebagai  solar-cell, dan pemindai gelombang inframerah, yang keduanya ada di bagian kepala rudal.

Solar-cell bukan lah barang baru. Komponen elektrik ini lazim digunakan sebagai komponen utama pemanas air dan pembangkit  listrik tenaga surya.

Cara kerja sistem penjejak AIM-9 Sidewinder pun sebenarnya tidak rumit. Tak lama setelah saklar diaktifkan, sistem penjejak akan bergerak dan berorientasi melihat obyek-obyek bergerak yang ada di depan pesawat.

Di dalam sistem penjejak ini, solar cell yang tertanam di belakang pemindai gelombang inframerah akan memetakan obyek-obyek bersuhu ekstrem yang ada di hadapannya, dalam jarak beberapa kilometer.

Bayangan obyek-obyek tersebut diarahkan masuk ke sistem pemindai infra merah lewat dua cermin cekung yang disusun seperti teleskop Cassegrainian. Fisik pemindai infra-merah sendiri tak lebih dari sebuah cermin bundar bercorak bening-gelap yang bisa berputar.

Corak bening-gelap ini sendiri adalah trik untuk memastikan posisi dan profil obyek yang sedang dilihat.

Lewat pindaian gelap-terang, obyek dengan panas dominan akan segera diteruskan ke solar cell, yang selanjutnya akan diproses perangkat elektronik di belakangnya sebagai sasaran tembakan.

Penjejakan sasaran sendiri baru akan dimulai setelah penerbang mengunci (locked-on) sasaran. Lewat kabel khusus, obyek-obyek yang “dilihat” rudal akan segera diteruskan ke layar monitor dasbor kokpit agar bisa dipilah-pilah oleh penerbang.

Ketika mengunci sasaran, sinyal listrik dari sasaran terpilih inilah yang selanjutnya akan diolah dan dijadikan pulsa listrik penggerak sistem autopilot rudal.

Di saat yang sama, perangkat elektronik rudal akan aktif mengikuti sasaran, kemana pun bergerak. Dalam ranah elektronika dasar, “proses mengikuti sasaran” akan dikerjakan dengan mudah oleh sistem elektronik berbasis  sistem logika.

Dengan sistem ini, otak rudal hanya akan mendefinisikan “Ya” dan “Tidak”, atau “I” dan “0”. Sistem semacam dahulu dikenal sebagai sistem biner, basis dari cara kerja komputer.

Output “Ya” dan “Tidak” itu pula yang selanjutnya dipakai untuk menggerakan servo (mekanik penggerak) empat sirip yang terpasang di bagian depan. Singkat kata, dengan gerakan sirip-sirip ini, rudal akan diperintah untuk terbang menuju sasaran.

Selama tak ada gangguan sinyal, sasaran praktis akan terus mendekat karena kecepatan rudal AIM-9 Sidewinder jauh lebih tinggi dari kecepatan pesawat terbang.


Pertengahan Tahun Ini, PT DI Mulai Serahkan Helikopter AS556 MBe Panther Ke TNI AL


Sudah agak lama tak terdengar kabar tentang status helikopter AKS (Anti Kapal Selam) pesanan Puspenerbal (Pusat Penerbangan Angkatan Laut), seperti diketahui sejak pertengahan November 2016 pihak Airbus Helicopters telah menyerahkan tiga unit AS565 MBe Panther kepada PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di Marignane, kota di bagian selatan Perancis. Dan akhirnya hari ini (29/3/2017) ada kabar lebih terang seputar kehadiran helikopter AKS canggih ini.

Seperti dikutip dari siara pers PT DI, BUMN Strategis yang kinerjanya tengah mendapat sorotan publik ini menyebut bahwa pesanan tiga unit AS565 MBe Panther akan diserahkan ke pihak Kemhan/TNI AL pada pertengahan tahun ini (2017). Ini seolah menjadi komitmen PT DI setelah beberapa waktu lalu didera persoalan keterlambatan pengiriman pesanan kepada sejumlah klien.

Selain komitmen menuntaskan pesanan untuk TNI AL, PT DI juga akan merampungkan sisa pesanan tiga unit helikopter H225M Caracal untuk TNI AU. Dua unit H225M yang telah diserahkan pada pertengahan Maret lalu ke TNI AU adalah unit ketiga dan keempat dari total enam unit yang disepakati dalam kontrak dengan pelanggan. Penyerahan unit-unit berikutnya kepada TNI AU akan diselesaikan dalam beberapa minggu mendatang. Helikopter multi peran H225M ini dimaksudkan untuk misi tempur, pencarian dan penyelamatan (CSAR).

Dua unit platform dasar, atau disebut juga dengan “unit hijau”, pertama tipe AS565 MBe Panther telah tiba di Indonesia untuk diperlengkap dan diselesaikan oleh PT DI. Secara keseluruhan ada 11 helikopter AS565 MBe Panther yang akan tiba di Indonesia, dan tiga unit yang diserahkan saat ini adalah gelombang pertama. Kilas balik, kontrak pengadaan helikopter AKS AS565 MBe Panther resmi ditandatangani pada akhir tahun 2014, bertepatan dengan momen Indo Defence 2014. Sebagai pihak penerima ToT (Transfer of Technology) dari Airbus Helicopters adalah BUMN PT DI.

BUKAN HANYA MERAKIT


Peran PT DI dalam proyek ini tidak sebatas merakit ulang helikopter Panther setibanya di Indonesia, lebih jauh PT DI mengambil peran besar dalam penentuan desain sistem anti-submarine warfare (ASW) suite. Untuk menjalankan peran sebagai helikopter AKS, AS565 MBe Panther TNI AL akan dipasang perangkat integrasi yang mencakup L-3 Ocean Systems DS-100 Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS). Sementara untuk misi menghancurkan kapal selam, dalam kesepakatan Panther TNI AL juga akan dipasang sistem peluncur torpedo, sistem peluncur ini disiapkan untuk menghantarkan jenis torpedo Raytheon MK46 atau Whitehead A244/S. Kedua torpedo tersebut kebetulan sudah sejak lama dimiliki TNI AL.

Sebelumnya pada Maret 2015, PT DI dan Rotorcraft Service Group Inc. (RSG) telah mengadakan kontrak kesepakatan untuk adopsi pengembangan dan sistem integrasi ASW pada armada AS565 MBe Panther pesanan TNI AL. Meski kodrat utama AS565 MBe Panther adalah untuk melibas kapal selam, tapi basis heli ini adalah multirole. Oleh sebab itu, sistem yang di integrasikan RSG bersifat modular, saat sang Panther dibutuhkan untuk misi SAR (Search and Rescue), Medevac (Medical Evacuation), intai maritim, dan eksternal cargo, maka dengan cepat konfigurasi tempur heli dapat diubah ke non combat roles.

Airbus Tawarkan Konversi AEW Untuk Operator C295, Indonesia?


Operator C295 Airbus saat ini sedang diberi pilihan untuk mengkonversi beberapa pesawat mereka menjadi konfigurasi Airborne Early Warning and Control (AEW&C) yang dikembangkan dengan Israel Aerospace Industries’ Elta Systems.

Dalam beberapa bulan terakhir, kombinasi dari C295 dengan radar buatan Israel dan sensor lainnya telah ditawarkan ke “sejumlah besar” pelanggan potensial, kata Igo Licht, wakil presiden pemasaran dan penjualan Elta.

Dilansir dari Flightglobal (07/12/2016), Airbus sebelumnya telah menerbangkan salah satu pesawat pengembangan C295-nya dengan radome yang memiliki diameter 6m (19.7ft), yang dipasang di atas badan pesawat untuk tujuan pengujian aerodinamika.

“C295 digunakan oleh banyak angkatan udara, kami telah membangun proposal konversi yang akan membuat biaya menjadi sangat efektif untuk banyak klien potensial,” kata Licht.

Selain active electronically scanned array AEW radar yang dikembangkan Elta, yang diadopsi dari medium transport, platform juga bisa dilengkapi dengan communications intelligence and signals intelligence sensors, identification friend-or-foe equipment dan a self-protection suite.

Platform akan mendukung AEW&C serta tugas komando dan kontrol lainnya, dimana platform juga dapat menampilkan komunikasi satelit dan datalink dengan aman.

Flight Fleets Analyzer mencatat ada 147 unit C295 dalam pelayanan saat ini yang tersebar di 21 negara.



PKR Ke-2 Akan Dikirim Pada Oktober 2017


PT PAL Indonesia (Persero) tengah menyelesaikan kapal perang ‘perusak’ kedua jenis Guided Missile Frigate/ Perusak Kawal Rudal (PKR). Kapal perusak kedua yang tengah dikerjakan BUMN asal Surabaya ini merupakan pesanan TNI AL.

Ini merupakan kapal perusak buatan PT PAL pertama kali untuk kebutuhan dalam negeri. Sebelumnya, kebutuhan kapal jenis PKR ini dipesan dari luar negeri.

“Untuk kita sendiri frigate itu buatan Indonesia pertama kali. Biasanya beli, tetapi ini untuk AL (TNI Angkatan Laut) kita sendiri, belum ekspor,” jelas Direktur Utama PAL, Firmansyah Arifin, Selasa (28/3/2017).

Firmansyah menambahkan, sebelumnya PAL sudah menyerahkan kapal perusak ke TNI AL beberapa waktu lalu. Kemudian untuk pesanan kapal kedua akan dikirim pada Oktober 2017 mendatang.

“Ada dua unit, satu sudah serah terima. Kedua mungkin Oktober-November kita serahkan,” tutur Firmansyah.

Kapal perusak ini memiliki panjang 105 meter dengan lebar 14 meter. Kapal ini bisa melesat dengan kecepatan 28 knots. Saat beroperasi, PKR bisa membawa 120 kru kapal.

Kapal perusak ini memiliki kemampuan perang antar permukaan. Dengan tembakan torpedo dan rudal, PKR bisa menenggelamkan kapal perang musuh.

“Ini bisa untuk perang 4 matra sekaligus, perang permukaan sesama kapal perang, perang bawah air melawan kapal selam, perang dengan udara pesawat tempur, perang elektronika,” kata Firmansyah.

Selanjutnya yang tidak kalah canggih adalah perang elektronika. Kapal perusak ini bisa membajak sistem persenjataan dan kendali dari kapal perang musuh.


“Perang elektronika itu misalnya mengarahkan rudal ke satu titik itu computerized. Kalau di perang elektronik itu di-jammer,” tutur Firmansyah.

TNI Teken Kerja Sama Dengan Kampus dan Saab Swedia


Dalam rangka penguatan sistem pertahanan di Indonesia, TNI adakan Seminar Scenario Forecasting Technology dan menandatangani Letter of Aggreement. Kerja sama itu dilakukan dengan Swedish Defence University, dan Industri Alutista asal Swedia SAAB.

Acara yang dibuka langsung oleh Aspers Panglima TNI, Marsda Bambang Samoedro ini dihadiri oleh Stevan Silversklold dari Swedish Defence University, Anders Goyer selaku Head Of SAAB Indonesia. Mereka turut menandatangani Letter of Aggreement.

Aspers Panglima TNI Marsda, TNI Bambang Samoedro menyambut kerja sama di bidang pendidikan pertahanan ini. Menurutnya, acara ini memiliki dampak yang positif untuk kemajuan prajurit TNI di Indonesia, terutama dalam bidang pertahanan.

“Saya yakin kegiatan ini akan bisa disampaikan sebagai tambahan wawasan dalam menyambut pertahanan teknologi, besar harapan saya kepada seluruh peserta seminar untuk dapat memanfaatkan sumber dayanya di Indonesia,” kata Bambang di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (29/03/17).

Selanjutnya, Anders Foyer sebagai Head Of SAAB Indonesia mengatakan, acara ini diadakan untuk membangun kerja sama antara Swedia dan Indonesia. Karena melihat banyaknya produk yang digunakan Indonesia berasal dari Swedia.

“Kerja sama untuk menjembatani kerja sama dari Swedia ke Indonesia. Produk yang dipasarkan di Indonesia, Port management sistem di Tanjung Priok, SAAB merupakan satu-satunya perusahaan di dunia yang bisa membuat pesawat tempur, dan kapal selam,” ujar Anders.

Sementara itu, Stefan Silversklold selaku perwakilan dari Swedish Defence University mengatakan program ini akan diadakan selama lima bulan sampai bulan Agustus. Di sela-sela program peserta akan mengunjungi beberapa tempat di Swedia.

“Akan ada kunjungan selama tiga Minggu di Swedia, Stockholm, Linkoping, dan beberapa tempat,” ujar Stefen.

Peserta kegiatan ini terdiri dari Perwira menengah perwakilan dari satuan kerja Mabes TNI sejumlah 60 orang. Peserta tersebut nantinya akan diberangkatkan ke Swedia untuk mempelajari bagaimana sistem pertahanan di Swedia, yang nantinya akan diterapkan di Indonesia.


Tiga Tahun Diperbaiki, Casa A-2108 Skadron Udara 4 Diserahkan


Setelah hampir tiga tahun mengalami pemeliharaan mayor Servicing di Sathar 32 Depohar 30 Lanud Abd Saleh Malang, pesawat angkut ringan Casa 212 No Register  A-2108  milik Skadron Udara 4 Lanud Abd Saleh diserahkan kembali ke home basenya bertempat di lapangan apel Sathar 32 Depohar 30 .

Penyerahan pesawat yang di Komandan Depohar 30 Kolonel Tek Edy Supriyono S.E  kepada Komandan Skadron udara 4 Letkol Pnb Agung Perwira disaksikan oleh Komandan Sathar 32 Letkol Tek Dody Kurniadi dan para pejabat Depohar 30 beserta anggotanya.

“Setelah hampir tiga tahun tepatnya tanggal 27 Maret 2017 diserahkan ke Skadron Udara 4. Sathar 32 telah berhasil melakukan pengerjaan major servicing (servis berat) pesawat Angkut Ringan Casa 212 dibawah komando Komandan Sathar 32 Letkol Tek Dody Kurniadi, dan telah dilaksanakan test flight beberapa kali dengan hasil baik.” ungkap Komandan Depohar 30 Kolonel Tek Edy Supriyono S.E melalui Kepala Penerangan pangkalan TNI-AU Abd. Saleh, Pakis, Kabupaten Malang, Mayor Hamdi Londong Allo, S.S pada Duta. Co.id ( Sabtu, 27/3).

Pesawat Casa 212 merupakan pesawat Angkut ringan buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) dengan nomor Type Engine TPE 331-10R-512C dan nomor Registrasi A-2108 masuk ke Sathar (Satuan Pemeliharaan) untuk pemeliharaan Major Servicing pada tanggal 24 Desemberr 2014 dan  melaksanakan Test Flight 15 Maret s/d 20 maret 2017 pesawat tersebut telah dinyatakan Test Flight dengan baik, tambahnya.

Satuan Pemeliharaan 32 (Sathar 32), satuan pelaksana dibawah Depo Pemeliharaan 30 (Depohar 30) Lanud Abdulrachman Saleh Malang mempunyai tugas melaksanakan pembuatan/perbaikan tingkat berat beragam pesawat tempur dan Angkut Ringan dari jenis Casa C-212, Su-27/30, Super Tucano EMB 314 dan Hawk 100/200.


Kemhan - PT. Dahana Harus Bersatu Untuk Kemandirian Industri Pertahanan


Kementerian Pertahanan bersama dengan PT. Dahana sebagai Badan Usaha Milik Negara Strategis (BUMNS) harus bersatu padu dalam kemandirian industri pertahanan khususnya industri propelan. Sehingga diharapkan ada solusi yang terbaik dalam menyelesaikan segala permasalahan, hal ini tentu akan berdampak pada Opini BPK.

Demikian diungkapkan Sekjen Kemhan Laksdya TNI Dr. Widodo, M.Sc saat melakukan kunjungan kerja ke Kampus (Kantor Manajamen Pusat) PT. Dahana di Subang, Jawa Barat, Senin (27/3). Harapan tersebut disampaikan Sekjen dihadapan Dirut PT. Dahana Budi Antono beserta jajaran dan Pejabat di lingkungan Kemhan.

Dalam kunjungan kerja sehari tersebut, Sekjen Kemhan mendapat penjelasan singkat tentang maket dan produk oleh Dirut PT. Dahana. Dilanjutkan dengan penayangan safety induction (induksi keselamatan), penayangan kemajuan pembangunan pabrik Nitro Griserin (NG) oleh Dirtekbanghan dan diakhiri dengan plan tour meninjau lokasi NG (Nitro Griserin), CE (Catride Emulsion) dan Nonel (Non Electric Detonator).

Dalam kesempatan tersebut Sekjen mengungkapkan bahwa mandiri disini adalah tidak bergantung dengan negara lain. Sekjen meyakini bahwa tenaga-tenaga ahli (SDM) PT. Dahana tidak kalah mumpuni dengan tenaga ahli asing. Untuk itu Direksi PT. Dahana beserta jajaran harus berimprovisasi dalam memajukan kemandirian industri pertahanan dan jajaran komisaris harus mendukung hal tersebut. karena PT. Dahana adalah milik negara yang harus dikelola dengan baik.

Untuk itu perlu perlu adanya suatu payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) yang harus dibuat pada tahun ini untuk percepatan industri propelan. Dalam hal ini Ditjen Pothan Kemhan sebagai leading sector dalam pembuatan Perpres tentang Percepatan Industri Propelan.

PT. Dahana sebagai perusahaan propelan yang memiliki motto perusahaan serving the nation better merupakan perusahaan yang melayani kebutuhan negara dan komersial dalam bidang bahan berenergi tinggi baik didalam negeri maupun luar negeri. Dahana mengimplementasikan secara konsisten praktek kerja aman, sehat dan ramah lingkungan sebagai bentuk komitmen terhadap pencegahan kecelakaan kerja, peningkatan kualitas kesehatan kerja dan pencemaran lingkungan.

PT. Dahana sadar tumpuan perusahaan terletak pada pengelolaan sumber daya manusia yang mumpuni, sistem manajemen yang efektif, dan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan komitmen manajemen PT. Dahana (Persero) melalui Kebijakan Manajemen Mutu, Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007. Kedepannya, Dahana ingin melayani negeri lebih baik dengan menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan industri pertahanan di tanah air.


Saturday 25 March 2017

TNI AD Ingin Produksi Meriam dan Roket Sendiri


Dinas penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad) yang berlokasi di Laboratorium litbang di Pusdik Kopassus Batujajar, Bandung menjadi lokasi penelitian dan pengembangan Alutsista TNI AD. Kepala laboratorium Dislitbangad Bandung, Letkol CPL Ops Simon Petrus Kamlasi menuturkan, TNI AD tak mau kalah menghadapi persaingan militer yang kuat.

“TNI AD sedang mengembangkan diri menghadapi era militer yang kuat. Di sinilah dapurnya untuk mengembangkan Alutsista,” papar Simon di Laboratorium litbang di Pusdik Kopassus Batujajar, Bandung Kamis, (23/3).

Beranggotakan 37 orang militer dan 22 orang PNS, Dislitbangad Bandung mengembangkan kemampuan rekayasa melalui kegiatan rancang bangun. Hasil dari Dislitbangad seperti Mekatronik mortir 81 MM dan lensa tembak PJD.

“Mudah-mudahan kita akan mengaplikasikan meriam produksi dalam negeri,” harap Simon.

Simon ingin alutsista dapat diproduksi di dalam negeri sendiri. Meski diakuinya, ada kendala dalam memproduksi alutsista sendiri yakni belum adanya kemandirian. Simon juga menceritakan, pada tahun 1960-an TNI AD sudah mampu menerbangkan roket.

“Lebih baik membuat karya sendiri sendiri, kita kembangkan sendiri. Tahun 60an Sudah menerbangkan roket pertama. Kendala utama adalah mandiri dari produksi. Negara lain sudah mandiri. Kalau sudah mandiri musuh belum datang kita sudah kirim roket duluan,” imbuhnya.

Simon mengaku, selama ini TNI membeli roket Multi laras dari Brasil. Negeri sepakbola itu sudah mandiri dalam memproduksi senjata sendiri. Berkaca dari itu, Simon optimis Indonesia mampu menjadi negara mandiri dengan memproduksi alutsista sendiri.

TNI AD kini sedang membuka kerja sama seluas-luasnya dalam hal penelitian. Terkait anggaran Simon mengaku ketersediaannya cukup, namun yang masih kurang adalah ide penelitian.

“Ketersediaan anggaran cukup. Yang kurang adalah ide untuk diteliti. Kita butuh masukan dalam penelitian. Elaborasi ini yang akan kita konstruksikan. TNI sedang membuka kerjasama seluasnya dlm penelitian,” papar Simon.


Inggris Berharap Dapat Berkontribusi Dalam Bidang Telekomunikasi


Perusahaan jasa telekomunikasi Inmarsat yang telah berkiprah di Indonesia selama 38 tahun, sangat mendukung Indonesia dalam mengadakan satelit sendiri tanpa tergantung dengan negara lain. Bagi perusahaan telekomunikasi asal Inggris ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi Pusat Riset dan Pengembangan Pelayanan Telepon Selular.

Hal tersebut diungkapkan President Inmarsat Global Government Andy Start saat bertemu dengan Menhan Ryamizard Ryacudu di kantor Kemhan Jakarta, Kamis (23/3). Presiden Inmarsat mewakili pemerintah Inggris mengungkapkan kepada Menhan keinginannya untuk berkontribusi dalam mendukung kebutuhan telekomunikasi di Indonesia. Seperti komunikasi dengan negara-negara lain yang tidak terjangkau oleh satelit Indonesia baik komunikasi darat maupun udara. Melalui pertemuan ini diharapkan ada satu kesepahaman diantara tim teknis kedua negara.

Dalam pertemuan tersebut, Menhan yang didampingi Sekjen Kemhan Laksdya TNI Dr. Widodo, S.E., M.Sc dan Irjen Kemhan Marsdya TNI Abdul Muis berharap pertemuan ini dapat meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Inggris khususnya di bidang telekomunikasi. Menhan mengapresiasi dukungan pemerintah Inggris terhadap Indonesia di bidang telekomunikasi. Terkait hal-hal teknis, Menhan meminta kepada Inmarsat untuk melakukan komunikasi secara kontinyu dengan tim Kemhan yang telah ditunjuk.


Friday 24 March 2017

Rusia-Indonesia Bahas Pembelian 12-18 Unit Su-35


Langkawi International Maritime dan Aerospace (LIMA) 2017 telah menarik lebih dari 555 peserta dari 36 negara. Sebanyak 101 pesawat, 61 kapal dan perahu akan di display di ruang terbuka maupun statis.

Laporan dari gelaran LIMA menunjukkan bahwa kontrak baru ditandatangani untuk pasokan senjata Rusia ke negara-negara Asia Tenggara. Pasar regional merupakan salah satu yang paling penting bagi Rusia meskipun memiliki jarak geografis yang jauh.

Menurut ahli dari Pusat Riset Strategis, Anton Tsvetov, permintaan untuk senjata Rusia tidak hanya berbicara dari segi kualitas peralatan Rusia tetapi juga dari ketegangan regional, dilansir dari Sputnik (23/03).


Persyaratan kontrak untuk penyediaan 12-18 unit Su-35 sedang dibahas dengan Indonesia. Pesawat tempur yang sama sedang dikirim ke China. Pembeli potensial lainnya adalah Venezuela dan Vietnam.

Pesawat Apakah RC-135 USAF Yang Mendarat Darurat di Aceh?


Seperti dilaporkan bahwa sebuah pesawat miliar Amerika Serikat yang berbasis pada Boeing 707 mendarat darurat  di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat 24 Maret 20178.

Komandan Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda, Kolonel Pnb, Suliono, menyatakan pesawat United States Air Force mengangkut penumpang sebanyak 20 personel militer berangkat dari Diego Garcia, pulau kecil di Samudera Hindia tujuan Jepang itu terpaksa mendarat darurat di Aceh karena salah satu mesin pesawat terbakar.


Dilihat dari tampilannya pesawat yang mendarat bukan pesawat penumpang mengingat tidak ada jendela di pesawat dan hanya memiliki satu pintu di atss sayap. Jika dilihat kode OF yang ada di ekor pesawat, hal itu menunjukkan kemungkinan pesawat tersebut adalah pesawat mata-mata RC-135.

Penerbad Terima Tiga Unit Apache Pada Bulan Novenber Tahun Ini


Komisi I DPR RI yang membawahi bidang Pertahanan mengunjungi Penerbangan Angkatan Darat (Penerbad), khususnya Lanumad Ahmad Yani Semarang untuk mengetahui kondisi alutsista dan operatornya, Jumat (24/03/2017).

Rombongan dipimpin Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari diterima Wakil Komandan Pusat Penerbangan TNI AD Brigjen TNI Eko Susetyo didampingi Komandan Lanumad Ahmad Yani Kolonel CPN AA Ngr Romy Satriadi dan Komandan Pusdik Penerbad Kolonel CPN Suprapto.

Kunjungan tersebut untuk mengetahui kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki Penerbad, termasuk soal perawatannya. Rombongan mengecek keberadaan dan kondisi pesawat helikopter jenis Bell buatan Amerika yang ada di hanggar Skadron 11/Serbu.

Menurut rencana Penerbad akan menerima sebanyak delapan helikopter jenis Apache yang akan memperkuat armada tempur Penerbad, dijadwalkan tahun ini akan masuk tiga unit dan tahun depan lima unit.

Wadan Puspenerbad Brigjen TNI Eko Susetyo mengungkapkan persoalan yang dihadapi oleh Penerbad adalah persoalan pemeliharaan alutsista dan personil sesuai standar. “Dalam kunjungan Komisi 1 DPR RI ini sudah kita sampaikan beberapa persmasalahan pelik atau problem dalam meningkatkan kinerja satuan Penerbangan TNI AD terkait dengan alutsista dan personilnya. Hal yang menonjol adalah pemeliharaan. Selain itu juga peningkatan kemampuan personil sebagai pendukung operasional alutsista,” ungkap Brigjen TNI Eko Susetyo.

Pengguna helikopter menurut Wadan Puspenerbad paling banyak ada di TNI Angkatan Darat. Selain sebagai sarana angkut personil, juga sebagai armada patroli dan tempur. Oleh karenanya jumlah helikopter yang dimiliki Penerbad juga lebih banyak dibanding TNI AU.

Penerbad di tahun ini, bulan Novenber nanti akan menerima 3 unit helikopter canggih jenis Apache yang akan mengemban tugas sebagai armada tempur dan patroli.

“Apache juga bisa kita fungsikan untuk mendukung patroli perbatasan dan keamanan laut. Helikopter ini sangat canggih sehingga membutuhkan penanganan khusus, termasuk kesiapan operatornya (pilot) dan pemeliharaannya. Sekarang ini para pilot dan teknisi sedang berada di negara pembuat untuk mengikuti pendidikan terkait dengan pembekalan kemampuan pengoperasian dan pemeliharaan,” ungkap Wadan Puspenerbad.

Sementara Ketua Komisi 1 DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mendukung upaya peningkatan alutsista TNI AD untuk mengatasi problem pertahanan dan menjaga kedaulatan negara. “Alutsista butuh maintenance yang cukup baik, dan kami ketahui semua ditangani sendiri. kalau melibatkan outsourching mungkin biayanya bisa 5 kali lipatnya. Oleh karena itu kita akan memback up agar helikopter yang ada jangan sampai ada yang tidak bisa terbang”, ungkap Abdul Kharis Almasyhari.

Kehadiran Apache diharapkan bisa menggantikan helikopter yang sudah beroperasi selama 30 tahun. Sehingga bisa dimanfaatkan untuk menjaga kedaulatan negara seperti melakukan ‘ronda’ di perbatasan yang rawan penyelundupan dan di laut yang rawan pencurian ikan.

“Masyarakat juga harus paham akan kebutuhan alutista canggih untuk mendukung pengamanan NKRI. Bagi kita yang berada di kota, tentu tak akan paham atas kerawanan-kerawanan yang ada, tapi di daerah terpencil justru banyak kerawanan yang harus diantisipasi. Masalah penyelundupan dan pencurian SDA masih sering terjadi dan itu harus diatasi,” tegas Ketua Komisi 1 DPR RI.


Dua Kapal Perang Akan Masuk Jajaran Koarmabar


Dua kapal patroli laut produksi PT Karimun Anugerah Sejati akan memperkuat Komando Armada Indonesia Kawasan Barat (Koarmabar) begitu diresmikan oleh Kepala Staf TNI AL Laksamana Ade Supandi pada 31 Maret 2017 di Batam 31 Maret pekan depan.

“Kapal canggih ini buatan anak bangsa, yang bekerja di PT KAS, Batam. Ini akan memperkuat alutsista TNI AL untuk memberantas kejahatan di perairan barat Indonesia,” kata Komandan Lantamal IV Laksamana Pertama S. Irawan di Dermaga Yos Sudarso Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat.

Irawan masih merahasiakan nama kedua KRI (Kapal Perang Republik Indonesia) itu, namun yang jelas masing-masing KRI berawak 40 orang dengan sistem persenjataan meriam kaliber 30mm dan sejata kaliber 12,7mm.

“Kapal ini akan memperkuat pengawasan di kawasan perbatasan,” kata Irawan.

Mengenai usul Lantamal IV agar TNI AL memiliki KRI bernama Raja Haji Fisabilillah, Irawan mengatakan usul itu sudah disampaikan kepada KSAL.

“Mudah-mudahan segera terealisasi,” kata Irawan.

Berdasarkan catatan Antara, Oktober tahun 2016 PT KAS memproduksi dua kapal dengan nama KRI Torani 860 dan KRI Lepu 861 untuk memperkuat sistem pertahanan di wilayah barat Indonesia, tepatnya di sepanjang Selat Melaka.


USAF Minta Rp2,2 Trilun untuk Mulai Kembangkan Pesawat Rahasia


Anggaran proyek next generation air dominance (NGAD) Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) mengalami revisi yang sangat fantastis pada tahun 2017. Semula proyek ini hanya mendapat anggaran US$20 juta atau sekitar Rp266 miliar kini melesat menjadi US$167,8 juta atau sekitar Rp2,2 triliun.

Sebagaimana dilaporkan Defense News Kamis 23 Maret 2017 anggaran baru ini dikatakan Angkatan Udara sangat penting untuk mempertahankan keunggulan udara dalam dua dekade berikutnya.

Amerika Serikat telah menciptakan lompatan besar pada kekuatan udaranya ketika membangun F-22 Raptor dan kemudian disusul  F-35 Joint Strike Fighter. Tetapi sepertinya dua pesawat ini dianggap tidak akan mampu membuat jurang kemampuan dengan negara lain di masa depan.

“Angakatan Udara berusaha untuk memulai mendapatkan (kemampuan udara) ini ,” kata Letnan Jenderal Arnold Bunch saat konferensi Angkatan Udara AS pada 22 Maret 2017.

Mereka meyakini berinvestasi dalam teknologi yang tepat merupakan keputusan  cerdas di masa depan. “Dengan investasi tersebut, Angkatan Udara dapat membuat keputusan cerdas dan mengembangkan teknologi tersebut di berbagai bidang.”

“Kita perlu memiliki sesuatu pada 2020-an,” kata Brigadir Jenderal Alexus Grynkewich tahun lalu. Dia menambahkan bahwa tahun 2028 tampak seperti garis waktu yang realistis untuk memiliki beberapa kemampuan operasional awal dari kemampuan penetrating counter air (PCA).”

NGAD atau jet PCA direncanakan untuk akhirnya menggantikan Boeing F-15 dan Lockheed Martin F-22. PCA adalah “keluarga kemampuan” yang meliputi,  jet  tempur, sejumlah sistem logistic, kemampuan intelijen, pengawasan dan pengintaian  dan platform komunikasi.


AS Telah di Batas Teknologi Tempur Udara?


Angkatan Udara Amerika Serikat selama ini mengandalkan keunggulan teknologi untuk mendominasi perang. Melawan musuh konvensional, paradigma ini terbukti sangat efektif.

Tetapi pertanyaannya akan sampai kapan AS bisa mempertahankan keunggulan semacam ini?. Banyak orang melihat dalam hal tekonologi AS mengalami jeda terutama dalam platform penerbangan taktis.

Keunggulan penerbangan AS saat ini besar dengan didasarkan pada teknologi yang berkembang pada dekade akhir dari Perang Dingin. Sejak konflik idiologi itu berakhir, teknologi penerbangan seperti mencapai titik tertinggi. Satu-satunya kemampuan besar yang dilahirkan adalah F-22 Raptor yang kemudian diikuti oleh F-35 yang sejatinya secara teknologi juga tidak jauh berbeda dengan Raptor.

Di sisi lain lingkungan geopolitik dalam dua dekade terakhir mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sejak tahun 1980 AS seperti tidak memiliki pesaing dalam pembangunan kekuatan udara semenjak runtuhnya Soviet.

Setelah itu AS lebih berkonsentrasi pada pengembangan sistem kontrol, komputer, komunikasi, intelijen, pengawasan dan pengintaian dan sistem drone. Tetapi lingkungan geopolitik dan operasional ini agak permisif sehingga tidak mungkin untuk melanjutkan.

Letnan Kolonel Thomas R. McCabe, Pensiunan USAFR dalam artikel di Air and Space Power Journal menulis Amerika masih menghadapi ancaman dari berbagai kekacauan di berbagai tempat serta perkembangan cepat dari China dan kebangkitan Rusia. Korea Utara, Iran dan kelompok garis keras yang dikenal anti AS juga masih akan terus membuat AS sibuk entah sampai kapan.

Secara khusus  strategi antiaccess/area denial strategy dimaksudkan untuk mengalahkan kemampuan AS dalam upaya memproyeksikan kekuatan di pasifik Barat. Negara ini telah membuat langkah besar dalam membangun kekuatan yang diperlukan untuk strategi tersebut. Selain itu, China juga telah membuat sejumlah kejutan dalam teknologi kedirgantaraannya.

Ketika pihak yang berpotensi memiliki lompatan teknologi besar maka ini akan menjadi masalah ketika seperti yang disebutkan sebelumnya AS mengalami staganasi teknologi terutama dalam hal pesawat taktis berawak. Hanya sebagian kecil dari konsep penelitian Angkatan Udara berurusan dengan teknologi pesawat yang sebenarnya.

Sebaliknya, mereka lebih berkonsentrasi terutama pada pengembangan aplikasi komputer untuk melakukan pekerjaan degan lebih cepat, lebih murah, dan dengan sedikit manpower.

Kebanyakan penelitian saat di pesawat taktis berawak berkonsentrasi pada penambahan jumlah, pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kemampuan. Pengadaan pesawat taktis berawak untuk setidaknya 20 tahun ke depan hampir akan sama dengan apa yang terjadi saat ini.

Angkatan Laut mengahadapi situasi setali tiga uang. Layanan ini bekerja keras pada pengembangan pesawat tanpa awak jarak jauh. Sementara untuk pesawat berawak mereka tidak akan ada pilihan lain kecuali F-35. Pesawat yang sangat terlambat pengembangannya dan berpotensi untuk dikejar secara teknologi.

McCabe menyebut AS harus mengakui bahwa dalam pengembangan pesawat tempur taktis, meskipun belum sampai tetapi sedang mendekati batas dari teknologi pesawat. AS akan sulit untuk berkembang ke tingkat selanjutnya karena memang ada limit yang sudah begitu dekat.

Tak satu pun terobosan menurut McCabe  yang bisa dilakukan kecuali dengan melakukan upgrade dari teknologi yang telah ada. Pada titik ini, satu-satunya pengecualian jelas adalah radar active electronically scanned array (AESA) dan pengembangan senjata microwave.

Menurut McCabe AS harus kembali menyirami pohon penelitian untuk membuka kemampuan melihat teknologi masa depan. Misalnya pada saat ini  Angkatan Udara dan Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) tampaknya memiliki program yang cukup koheren untuk hypersonics (penerbangan di atas Mach 5).

Namun, fokus langsung pada rudal taktis daripada memikirkan kendaraan hipersonik yang bisa digunakan kembali semacam pesawat. Seharusnya, menurut McCabe AS lebih fokus pada pesawat hipersonik daripada rudal  hipersonik karena negara lain juga telah melangkah jauh pada rudal tersebut McCabe hanya ingin mengatakan AS seharusnya berada dua langkah di depan dalam pengembangan.

MASALAH RUDAL JARAK JAUH


Dalam  hal rudal jarak jauh China dilaporkan telah mampu membuat senjata jenis ini yang akan mampu menyaingi AS. Ini akan membawa implikasi serius pada jet tempur F-35 yang akan mengandalkan pertarungan jarak jauh.


Sementara Rusia juga mulai menyebarkan rudal R-37 / AA-X-13 yang beberapa sumber mampu mencetak hits pada jarak 150 mil  dan dilesatkan dari upgrade MiG-31BM.

Selain itu, Rusia mengatakan bahwa varian rudal ini juga dapat dipasang di pesawat lain seperti Su-35 dan T-50 yang semakin mendekati garis produksi. Yang lebih harus diperhatikan adalah Rusia telah memiliki R-172 / K-100 yang dilaporkan mampu melesat dalam rentang 200 nm lebih.

Jika diproduksi rudal ini bisa dipasang di pesawat dari keluarga Su-27. Senjata dengan jangkauan sangat jauh ini akan menjadi ancaman bagi pesawat AS. Apalagi untuk pesawat tanker dan AWACS.

Sementara di pihak AS, selain versi terbaru dari rudal udara ke udara jarak menengah canggih jarak menengah (AMRAAM), AIM-120D yang dilaporkan memiliki jangkauan 50 persen lebih besar dari AMRAAM sebelumnya atau meningkat sekitar 97 nm, AS tidak memiliki persedian AAM atau yang ada dalam prospek pengembangan. Rudal Phoenix Angkatan Laut yang menjadi andalan F-14 telah lama berlalu.

Rudal generasi masa depan yang disebut dengan Missile/Joint Dual Role Air Dominance Missile dikembangkan untuk menggantikan AMRAAM (dan rudal antiradiasi kecepatan tinggi AGM-88), dilaporkan dibatalkan pada tahun 2012 karena alasan keterjangkauan meskipun beberapa sumber berspekulasi sebenarnya pekerjaan ini terus dilakukan secara rahaisa. McCabe menekankan AS harus benar-benar serius dalam memikirkan hal ini.

Raytheon juga disebut sedang mengembangkan versi extended-range dari AMRAAM untuk peluncur permukaan (yang dikenal dengan AMRAAM-ER) yang menurut McCabe harus dipertimbangkan memodifikasi untuk target sangat dekat.

Amerika harus menghidupkan kembali rudal versi Network Centric Airborne Defense Element (NCADE) sebagai alternatif rudal jarak panjang yang dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan pencegatan rudal balistik yang menggunakan kerangka rudal AMRAAM dengan roket canggih dan pencari inframerah. Dari pengujian awal menggunakan AIM-9X hal itu jelas berhasil, tetapi kemudian tidak dimasukkan dalam anggaran untuk tahun 2013.

McCabe juga melihat perlunya fitur tambahan untuk meningkatkan kemampuan rudal dengan menempatkan sebuah radar AESA pada AMRAAM, seperti yang dilakukan Jepang pada rudal AAM-4B milik mereka atau Inggris pada rudal Meteor jika penambahan ini secara teknis mungkin.

AAM-4 sedikit lebih besar dari AIM-120 sehingga mampu membawa antena yang lebih besar. Sebuah radar AESA akan meningkatkan jangkauan di mana radar aktif pada rudal akan secara mandiri dapat melacak target.

BAHAN BAKAR BARU


Untuk memperluas jangkauan pesawat, kuncinya adalah ada di bahan bakar baik dengan kepadatan energi yang lebih tinggi per volume, yang akan menghasilkan rentang yang lebih jauh.

Laporan fragmentaris menunjukkan bahwa selama Perang Dingin, Soviet dikabarkan mengembangkan dan menggunakan bahan bakar dengan kepadatan energi yang lebih tinggi per volume dibanding bahan bakar yang digunakan Barat. Hal ini menjadikan jangkauan pesawat mereka lebih jauh dibandingkan milik AS. Namun sejauh ini laporan tersebut belum pernah terkonfirmasi.

Baru-baru ini, AS telah meneliti bahan bakar yang disebut JP-900 untuk dua alasan utama yakni sebagai alternatif untuk bahan bakar yang dihasilkan dari minyak bumi dan sebagai bahan bakar yang memiliki toleransi panas yang lebih tinggi daripada yang digunakan saat ini.

Penelitian telah mengkonfirmasi bahwa JP-900 juga memiliki kepadatan energi sedikit lebih tinggi daripada bahan bakar jet yang digunakan saat ini. Namun, kepadatan energi yang lebih tinggi tampaknya hanya menjadi pertimbangan sekunder dalam penelitian.

Menurut McCabe yang pernah menjabat sebagai seorang analis untuk Departemen Pertahanan AS dengan fokus pada analis penerbangan militer Rusia ini mengatakan Departemen Pertahanan seharusnya membuat bahan bakar baru ini sebagai pertimbangan utama penelitian untuk menemukan bahan bakar baru yang lebih powerfull tetapi secara volume tidak lebih berat sehingga tidak mengganggu kemampuan pesawat.


Seberapa Penting Area Denial dalam Perang?


Taktik dan senjata untuk mempertahankan medan atau memperlambat kedatangan musuh darat akan terus digunakan dalam perang modern. Penanggulangan terhadap ancaman tersebut, melalui taktik dan teknologi baru, akan menjadi penting dalam mempersiapkan strategi untuk konflik di masa depan. Aset intelijen, pengawasan dan pengintaian juga akan sangat penting dalam mengidentifikasi dan melawan platform denial weapons specific area.

Konsep menunda atau mencegah pasukan menguasai area penting adalah strategi yang bisa dikatakan se-tua dengan perang itu sendiri. Sejarah telah menunjukkan banyak contoh tentang hal ini.

Ketika membahas tentang anti-access dan area denial atau yang dikenal dengan A2/AD fokusnya biasanya pada operasi angkatan laut dan udara yang memiliki keunggulan taktis, bukan operasi darat. Kapal angkatan laut besar dan pesawat tempur sering memiliki keunggulan teknologi yang luar biasa dengan biaya yang cukup besar. Pasukan darat memang cenderung memiliki lebih banyak platform dengan biaya murah yang sering diabaikan.

Padahal upaya areal denial di darat juga memiliki efek luar biasa pada pelaksanaan perang modern, terutama dalam konflik hybrid yang banyak dikenal sekarang ini.

Ada dua elemen dalam operasi areal denial dalam pertempuran darat. Yang pertama adalah manuver untuk menunda atau mencegah gerakan pasukan lawan. Hal ini dapat dicapai dengan operasi countermobility seperti menggelar kawat berduri di lini depan atau meletakkan ranjau darat yang dapat mengakibatkan kerusakan musuh, sehingga memaksa tentara lawan untuk maju perlahan-lahan karena mereka harus terlebih dahulu menyapu dan membersihkan daerah.

Elemen kedua adalah menggunakan serangan secara intensif seperti sistem artileri jarak jauh yang dapat menghancurkan formasi militer membuat operasi militer musuh akan sulit untuk menjangkau daerah utama yang akan diserang. Selama Perang Dingin, doktrin Soviet juga menyerukan penggunaan agen saraf dan senjata macam nuklir dan senjata kimia untuk areal denial, karena kemampuan mereka sering dianggap bisa mempengaruhi wilayah yang lebih luas.

CONTOH TERKINI


Agar efektif, upaya areal denial tidak perlu untuk sepenuhnya menghentikan atau memukul mundur pasukan musuh. Dengan menimbulkan kerugian dan kerusakan pada musuh maka akan menghambat menyalurkan kekuatan ke daerah yang dituju, pasukan darat defensif dapat lebih efisien dikerahkan di sepanjang celah di daerah-daerah, karena mencegah merupakan jalan yang paling menguntungkan dari pendekatan dan meningkatkan biaya untuk musuh melintasi mereka.

Areal denial juga bisa menjadi cara yang efektif untuk mengganggu pembentukan logistik yang mendukung kemajuan lebih lanjut dari unsur-unsur tempur.

Strategi ini masih bisa dilihat dengan jelas skarang ini. Di timur Ukraina misalnya, penggunaan ekstensif dari sistem roket peluncuran BM-21 Grad oleh Rusia di perbatasan membuat mustahil bagi pasukan keamanan Ukraina untuk beroperasi di sana. Anti-access di Yaman tidak dilakukan dengan senjata berat di darat tetapi menggunakan senjata dipandu yang lebih akurat dengan hulu ledak besar.

Sejumlah rudal Tochka juga diluncurkan oleh pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Abdullah Saleh di basis operasi yang digunakan oleh pasukan koalisi yang dipimpin Arab. Serangan ini menyebabkan korban signifikan, berpotensi melemahkan tekad mitra koalisi Saudi untuk tetap berkomitmen dalam pertarungan. Pada saat yang sama, serangan ini juga menghancurkan peralatan penting serta mengganggu upaya koalisi untuk mendirikan pusat komando dan depot logistik di dekat garis depan.

Dalam memerangi ISIS di Irak, pasukan AS telah secara konsisten menerapkan konsep anti-akses yang sama, dengan menempatkan senjata berat di puncak bukit untuk menahan gerak maju ISIS. Sementara kelompok militan juga mahir menggunakan alat peledak improvisasi dan beberapa penembak jitu mobile untuk menghambat pasukan Irak yang akan merebut wilayah yang mereka kuasai. Semua itu adalah upaya anti access dan area denial.

MELAWAN AREA DENIAL


Hal penting untuk diingat areal denial bukanlah satu-satunya taktik. Pasukan musuh juga memiliki pendekatan doktrinal mereka sendiri untuk mengatasi upaya musuh untuk anti access. Di Yaman, pasukan Saudi mengerahkan sistem pertahanan rudal Patriot untuk mencegat rudal yang masuk, meskipun ini belum mampu secara efektif mencegah semua serangan rudal Tochka.

Di Ukraina, radar-kontra baterai telah menjadi salah satu alat yang paling penting bagi militer Ukraina ketika datang untuk melindungi pasukannya dari artileri separatis dan Rusia. Kemampuan untuk secara akurat menentukan di mana peluru artileri berasal memungkinkan tembakan counter, yang berarti bahwa musuh tidak dapat menggunakan senjata secara terus-terusan.

Tapi penanggulangan teknologi ini hanya bagian dari solusi. Aspek lainnya adalah perubahan taktik dengan memodifikasi pola penyebaran dan memikirkan kembali tujuan yang hendak dicapai saat menghadapi kekuatan areal denial. Perubahan perilaku, teknik dan prosedur memainkan peranan penting dalam meningkatkan survivability pasukan dalam pertempuran meski juga bisa menjadi pedang bermata dua.

Menyebarkan pasukan ke sejumlah daerah dapat mencegah kerentanan dari serangan artileri karena pasukan disebar dalam unit-unit terpisah. Tetapi langkah tersebut dapat bisa mengikis efektivitas tempur yang seharusnya terkonsentrasi saat menyerang dan ini menguntungkan bagi pasukan yang mempertahankan wilayah tertentu.

Tentu saja, operasi udara dan akses laut dapat dan memainkan peranan penting untuk melawan areal denial. Di Ukraina, upaya untuk menghancurkan areal denial akan menentukan bagaimana angkatan udara Ukraina memiliki kebebasan untuk menyerang posisi separatis.

Mengamankan ruang udara untuk helikopter tempur dan pesawat serangan darat Ukraina adalah langkah pertama yang penting untuk membuat jalan pasukan darat maju.

Demikian pula, di Yaman, sistem peluru kendali Houthi saat ini menjadi target prioritas kampanye udara koalisi yang dipimpin Saudi. Dan tentu saja pemberontak akan mati-matian melindungi dan menyembunyikan senjata mereka dari deteksi koalisi.

Hal inilah kebutuhan akan data intelijen dan pengawasan menjadi kunci penting untuk menemukan areal denial dan kemudian dihancurkan. Seiring dengan meningkatkan teknologi dan prosedur yang lebih efektif untuk meningkatkan ketahanan senjata areal denial, memperluas kemampuan intelijen adalah kunci untuk mengidentifikasi, menemukan dan mengalahkan strategi itu dalam perang yang sedang berlangsung atau perang  yang akan datang.


China Usir Pengebom USAF di Atas Laut China Selatan


Pesawat-pesawat militer AS dan Jepang yang sedang berlatih di atas perairan Pulau Shenkaku  (23/3/2017) dikejutkan oleh reaksi China.

China memang tidak mengirim pesawat tempur, tapi otoritas China melalui petugas pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Control/ATC) memperingatan mereka.

petugas ATC mengatakan bahwa kumpulan pesawat tempur AS-Jepang yang sedang latihan tempur bilateral itu sudah melanggar wilayah udara China. Otoritas China juga memerintahkan pesawat-pesawat tempur AS-Jepang segera menyingkir dari atas udara Kepulauan Shenkaku.

Pilot pesawat pengebom B-1B pun merespon bahwa mereka sedang terbang di kawasan udara internasional dan posisi penerbangannya juga tidak melenceng.

Namun ATC China tetap mengatakan bahwa pesawat tempur AS-Jepang telah memasuki willayah Chinese Air Defense Identification Zone (ADIZ). Wilayah ini diklaim China secara sepihak dan menjadi bermasalah.

Militer AS sendiri tidak mengakui ADIZ yang dideklarasikan secara sepihak oleh China pada tahun 2013 itu. Namun yang jelas, kawasan ADIZ telah menambah masalah baru di tengah konflik Laut  China Selatan yang kian hari kian memanas.


Rusia Siap Tempur Hadapi Pasukan NATO Dan AS


Setelah menggelar sistem perang elektronik di kawasan Crimea yang menjadi wilayah sengketa, Rusia terus menggelar kekuatan tempurnya dan berhadapan langsung dengan pasukan  NATO-AS.

Latihan-latihan tempur yang bersifat invansif pun terus digelar di bulan Maret ini. Latihan itu meliputi operasi tempur, serbuan amfibi, dan penerjunan pasukan lewat udara.

Latihan penerjunan pasukan itu tidak hanya menurunkan personel militer bersenjata lengkap, tapi juga menerjunkan peralatan tempur dalam jumlah besar.

Latihan operasi militer lewat serbuan udara itu dimulai dengan penerjunan 40 pasukan aju menggunakan pesawat Il-76 dari ketinggian 1.300 meter. Mereka menggunakan parasut khusus Arbalet-2.

Parasut yang dirancang secara khusus itu memang hanya digunakan oleh pasukan elit untuk melancarkan misi rahasia. Setelah pasukan aju terjun untuk mengamankan perimeter, 300 personel pasukan lainnya menyusul terjun dari ketinggian 800 meter lalu membangun pertahanan.

Operasi serbuan udara yang melibatkan sekitar 2.500 pasukan itu juga dilakukan dari arah laut menggunakan sejumlah helikopter.


Selain menurunkan pasukan, sejumlah heli transport itu juga menurunkan logistik di kawasan pantai yang telah disterilkan pasukan Rusia melalui operasi serbuan amfibi.