Friday 17 March 2017

Pesawat Makin Mahal, Makin Canggih, Tapi Makin Sedikit, Apa Efeknya?


Sebuah laporan baru oleh think tank yang berbasis di DC Washington menyebutkan harga pesawat taktis baru Amerika Serikat mencapai dua setengah kali dibandingkan pesawat yang diganti. Tren ini memiliki implikasi yang luas yakni pada anggaran pertahanan dan ukuran armada udara Amerika.

Laporan ini membandingkan data harga pesawat taktis Amerika Serikat sejak 1955 hingga 2017 dengan mempertimbangkan nilai dollar dan inflasi.

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat grafis yang disusun tentang perbandingan harga pesawat Amerika Serikat dari tahun ke tahun.


Dari grafik tersebut terlihat tiga varian jet tempur siluman F-35 jauh lebih mahal dibandingkan jet tempur yang akan digantikan. Sebuah F-35A memiliki harga sekitar US$100 juta, jauh dibandingkan harga F-16 yang akan diganti F-35A. Fighting Falcon hanya seharga sekitar US$ 35-40 juta.

Sedangkan F-35C yang berbasis kapal induk harganya sekitar US$ 131,2 juta. Pesawat ini akan mengantikan F/A-18C Hornet yang harganya sekitar US$65 juta. F-35B milik Korps Marinir dibanderol dengan harga sekitar US$131,6 juta yang akan menggantikan AV-8B Harrier II dan F/A-18 Hornet yang masing-masing harganya sekitar US$50 juta dan US$60 juta.

Perbedaan biaya terbesar ada pada pesawat tempur superioritas udara. F-22 Raptor seharga US$ 250 juta dibangun dengan rencana untuk menggantikan F-15 Eagle yang harganya sekitar US$65 juta setiap unitnya.

F-15C Strike Eagle yang menggantikan F-111 Aardvark memiliki jeda harga yang paling sempit. Keduanya memiliki harga sama yakni sekitar US$80 juta. F-15E Strike Eagle dikembangkan dari F-15 Eagle yang sudah ada. Hal ini menjadikan harga pesawat tidak terlalu terpaut jauh dengan pesawat yang diganti.

Apa arti dari semua ini?. Sederhananya, Pentagon hanya akan mampu membeli pesawat yang jumlahnya semakin sedikit.

Apakah pesawat yang lebih mahal berarti lebih mampu?. Faktanya memang demikian. Pesawat semacam F-22 dan F-35 mungkin dua hinga tiga kali lebih mampu dibandingkan pesawat yang akan diganti. Mereka memiliki karakteristik siluman, kemampuan jelajah di atas kecepatan suara dan kemampuan untuk berbagi data dan berkolaborasi di udara. Pesawat-pesawat ini juga akan memiliki umur 10-20 tahun lebih lama dibandingkan pesawat sebelumnya.


Kemampuan pesawat yang jauh lebih baik juga akhirnya mengurangi jumlah yang diperlukan untuk sebuah misi. Selama Perang Dunia II, seratus pembom B-17 akan dikerahkan untuk menyerang target seperti rel kereta api yang luas. Pada tahun 1960,  empat pesawat F-4 Phantom bisa mencapai target yang sama.

Pada 1980-an, satu, pesawat siluman F-117  bisa melakukan pekerjaan itu sendiri dengan peluang bertahan hidup lebih tinggi. Pada tahun 2020 nanti, sebuah F-35 Joint Strike Fighter, yang lebih siluman akan lebih aman dalam melalukan misi tersebut.

Ok, sebuah pesawat baru yang dua atau tiga kali lebih mahal mungkin akan sebanding dengan dua pesawat lama. Tetapi masalahnya adalah satu pesawat baru tidak mungkin bisa dikirim ke dua tempat secara bersamaan

Ketika armada pesawat Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Marinir AS semakin mungil, tanggungjawab mereka semakin luas. Angkatan Udara Amerika misalnya harus melakukan penyebaran kekuatan secara bersamaan di Eropa Timur, Suriah, Libya, Yaman, Irak, Baltik dan Skandinavia, Laut China Selatan, semenanjung Korea, Mediterania timur, Tanduk Afrika, dan di tempat lain. Lebih sedikit pesawat dan misi lebih sering berarti kinerja pesawat dan awak juga semakin meningkat.

Pada tahun 1984, Norman Augustine menulis, “Pada tahun 2054, seluruh anggaran pertahanan hanya akan membeli satu pesawat. Pesawat ini harus digunakan bersama oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut 3 hari setiap per minggu kecuali untuk tahun kabisat, ketika akan tersedia untuk Marinir hari ekstra. ”

Jika itu terjadi berarti satu pesawat Amerikaa akan menghabiskan dua hari di Eropa, dua hari di Asia, dan tiga hari di Timur Tengah. Tetapi tentu saja itu sebatas teori. Tetapi intinya pesawat canggih tetapi jumlah tidak memadahi juga jadi masalah besar.


0 comments:

Post a Comment