Sunday 19 March 2017

Ide Memabukkan dan Jalur Hitam Pesawat Lompat


Seperti ditulis sebelumnya Taiwan menginginkan untuk memiliki pesawat tempur dengan kemampuan lepas landas pendek dan mendarat vertikal atau short take-off and vertical landing (STOVL) seperti F-35B. Taiwan memang sejak lama menginginkan pesawat ini.

Karena AS tidak memenuhi keinginan Taiwan bahkan sempat muncul kabar negara ini akan mengembangkan sendiri pesawat dengan teknologi rumit tersebut. Caranya dengan akan membeli jet tempur AV-8B Harrier bekas milik Korps Marinir Amerika untuk dijadikan dasar penguasaan teknologi.

Sebelum Taiwan, China juga sempat dikabarkan akan membangun pesawat dengan kemampuan yang sama. Sebuah pesawat yang sebenarnya memiliki sejarah hitam dalam jalur pengembangannya.

China pada sekitar September 2015  dilaporkan tengah bekerja untuk membangun pesawat  yang bisa lepas landas dengan melompat tersebut. Pesawat yang efektif untuk digunakan pada kapal kecil atau landasan terbang pulau kecil.

Pesawat yang konon akan diberi nama  J-18 memiliki kemampuan layaknya Harrier dan F-35B. Dari gambar yang dirilis pesawat memiliki kemiripan yang mencolok dengan F-35B Amerika.

Mengembangkan pesawat dengan kemampuan ini bukan perkara gampang. Sebagai gambaran F-35B adalah pesawat yang sangat  rumit, terlalu berat, terlalu lambat dalam hal kecepatan, lamban untuk bertahan hidup dalam pertempuran, dan biayanya sangat mahal hingga Pentagon nyaris bangkrut untuk membangun pesawat ini dan mengakibatkan mereka tak mampu belanja pesawat dalam jumlah banyak.

Perencanaan dan pengembangan F-35 telah menguras dana hingga US$ 400 miliar, Sementara pesawat yang tercipta harganya tidak kurang dari US$ 150 juta (sekitar Rp1,95 trilun). Pentagon ingin memiliki 420 F-35B ditambah 2.000 F-35A yang bisa lepas landas dan mendarat secara konvensional dan F-35C untuk varian kapal induk

Auditor pemerintah memperkirakan bahwa mengembangkan, membeli, dan menerbangkan 2.500 F-35 bisa menghabiskan biaya lebih dari satu triliun dolar selama 50 tahun ke depan. Benar-benar angka yang sangat fantastis dan hampir tidak masuk akal.

Dalam situasi seperti ini apakah melakukan kloning F-35B justru tidak membawa China ke risiko bunuh diri?. Jika Amerika Serikat dengan anggaran pertahanan tahunan US$600 miliar jatuh bangun mengembangkan F-35B, maka China yang menghabiskan hanya sekitar US$130 miliar akan semakin sulit dan hanya menyakiti diri sendiri.

JALUR HITAM STOVL

Artdesign J-18

Rumor bahwa Beijing ingin membangun jet tempur STOVL telah beredar selama bertahun-tahun. China awalnya ingin model J-18 didasarkan pada pesawat Yak-141 Soviet yang juga menggunakan teknologi ini. Memang, ada laporan Beijing telah memperoleh data teknis pada mesin turbofan Yak-141 R-79 dan bekerja untuk menyalinnya.

Tapi harus dipahami program Yak-141 tidak pernah melewati tahap prototipe. Antara 2009 dan 2013 kemudian dikabarkan hacker China mampu mendapakan data F-35 dari server kontraktor AS yang membangun pesawat siluman itu.

Tidak lama kemudian PLA Daily, corong resmi militer China, mengumumkan peluncuran resmi program jet STVOL pada bulan Maret 2015, desain art tidak resmi yang menyertai pengumuman tersebut tampak hampir persis F-35B, dengan hanya terlihat beberapa perubahan. Yang berarti J-18 dapat mewarisi secara massal teknologi F-35.

Sebenarnya semua jet pelompat secara konseptual cacat. Pesawat-pesawat tempur harus ringan untuk terbang cepat,  jauh dan membawa beban senjata yang berguna. Tapi pesawat STOVL perlu add-on hardware, kadang-kadang bahkan ekstra mesin pendorong di bawah pesawat untuk peluncuran dan mendarat secara vertikal. Pesawat model ini  kompleks dan berat. Kompleksitas ini pasti menambah biaya. Berat berarti lambat. Dalam pertempuran udara, lambat berarti fatal.

Jet pelompat atau STOVL dikembangkan sebagai solusi untuk masalah yang hampir sama.  Pada tahun 1950, NATO sangat khawatir Soviet akan mampu membawa keluar senjata nuklirnya dari pangkalan udara. Aliansi kemudian bergegas untuk mengembangkan pesawat yang tidak perlu landasan pacu normal dan bisa bertahan dari serangan nuklir.

Jerman mencoba dan gagal untuk menghasilkan pesawat tempur STOVL, tapi Inggris berhasil  yang kemudian melahirkan Harrier. Ini adalah sebuah pesawat tempur kecil dengan mesin besar dan nozel berputar ke bawah untuk daya angkat vertikal. Secara teori, penerbang bisa menyelipkan Harrier ke gua atau hanggar tersembunyi, dapat meluncurkan jet dari jalan atau lapangan kecil di hutan yang baru dibuka.

HARRIER JUGA PENUH MASALAH


Diadopsi oleh Angkatan Udara Inggris dan Royal Navy, Korps Marinir AS, angkatan laut Italia, Spanyol, India, dan Thailand, Harrier tidak pernah membuktikan kemampuan pasca-apokaliptik nya. Sebaliknya, mendirikan niche utama di laut, terbang dari geladak penerbangan dari kapal serbu amfibi dan kapal operator helikopter, yang mana kapal tersebut terlalu kecil untuk jet tempur konvensional.

Tapi Harrier adalah sebuah Widowmaker, mendobrak pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari pesawat lain. Dengan nozel yang berputar mengarahkan daya dorong ke arah yang berbeda, itu jelas bukan hal yang mudah untuk langsung terbang.
“Harrier karena sifat unik membutuhkan keterampilan pilot yang berbeda sekali,” kata Lon Nordeen, yang bekerja pada program STVOL jet di Boeing setelah perusahaan tersebut berlisensi dari Inggris dan telah menulis beberapa buku tentang Harrier.

Marinir AS kehilangan sepertiga dari kira-kira 300 Harrier mereka, dan 45 pilot tewas, hanya dalam tiga dekade pertama penggunaan yang berakhir pada tahun 2002, seperti dilaporkan Los Angeles Times. Sejak itu, lebih Harrier telah makin sering jatuh dan lebih banyak pilot tewas meskipun upgrade terbaru telah mengurangi tingkat kecelakaan.

Dan bahkan ketika Harrier tidak mendapat masalah dengan sering jatuhnya, pesawat ini tetap mengalami kendala serius dibandingkan dengan jet konvensional. Dimensi pesawat yang kecil dan batas berat lepas landas vertical menentukan berapa banyak bahan bakar dan persenjataan yang dapat dibawa. Dan mesin besar Harrier ini menghasilkan panas ekstra yang membuat pesawat tempur ini menjadi mangsa empuk rudal pencari panas.

“Harrier didasarkan pada kebohongan yang lengkap,” kata Pierre Sprey, seorang insinyur tempur berpengalaman yang terlibat dalam sejumlah desain pesawat termasuk F-16 dan A-10. Kebohongan yang dia maksudkan adalah pernyataan bahwa jet tempur dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal dan juga terbang seperti pesawat tempur normal.

YAK-38 PENSIUN DINI


Dalam situasi putus asa yang sama, pada tahun 1976 Soviet memperkenalkan jet pelompat mereka sendiri. Seperti Harrier, Yak-38 memiliki mesin besar dengan nozel berputar untuk angkat vertikal. Tidak seperti Harrier, jet Soviet STOVL juga mengemas dua mesin tambahan kecil di bawah untuk tinggal landas.

Terbang dari operator kapal kecil angkatan laut Soviet, Yak-38 bahkan lebih berbahaya daripada Harrier. Sebanyak setengah jet jatuh sebelum Moskow kemudian memilih langkah bijaksana dengan mempensiunkannya pada tahun 1991.

Perusahaan yang sama merancang dan membangun Yak-38 yang didasarkan dari  Yak-141 yang dihentikan karena keburu Uni Soviet runtuh.

Akhirnya Harrier sebagai satu-satunya jet pelompat yang masih hidup sampai saat ini. Dan pada awal tahun 2000, Lockheed Martin mulai mengembangkan F-35B untuk menggantikan Harrier. Seperti Yak, F-35B memiliki fitur tambahan mesin menghadap ke bawah untuk operasi vertikal.

Dengan pengamalan sejarah tersebut maka sebenarnya mengembangkan jet tempur dengan kemampuan STVOL adalah ide yang memabukkan dan justru bisa menjadi boomerang bagi siapapun yang nekat mengembangkan tanpa keyakinan bahwa teknologi tersebut benar-benar telah dikuasai.


0 comments:

Post a Comment