Wilayah NKRI memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Selama ini, kontrol dan pengawasannya belum maksimal. Hal tersebut disinyalir menjadi penyebab masih banyaknya kapal-kapal asing yang lalu lalang di perairan Indonesia tanpa pernah terdeteksi oleh aparat.
Selain itu, salah satu alasan paling mendasar dan klasik yang dapat mengakibatkan hal tersebut yakni masih kurangnya kemampuan negara untuk memberikan perlengkapan sistem pengawasan yang memadai bagi petugasnya, dalam hal ini adalah TNI. Seperti misalnya radar yang dapat menjangkau wilayah yang lebih luas.
Hal tersebut disampaikan oleh Vice President Saab Indonesia Peter Carlqvist saat berbincang dengan sejumlah media di kantornya di Gedung Sequis Center, Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (25/10/2016).
Saab merupakan pabrik senjata yang bermarkas pusat di Swedia dan telah membuka kantor cabang di berbagai negara.
Peter mengatakan bahwa saat ini, perkembangan kekuatan militer di berbagai negara dan politik geografis dunia yang kian pesat harus diikuti oleh kemampuan TNI dalam menjaga kedaulatan NKRI. Menurutnya, berbagai ancaman di masa yang akan datang tidak selamanya dapat dihadapi dengan sistem persenjataan dan pengawasan yang dimiliki TNI saat ini.
"Perlu diketahui bahwa berdasarkan yang kami pelajari, banyak kapal-kapal boat ilegal yang ingin menuju ke Australia kerap datang melintas di perairan Indonesia tanpa terdeteksi," kata Peter.
Dia menjelaskan bahwa sistem pengawasan atau radar yang sekarang dipakai TNI sudah layak untuk ditingkatkan. Misalnya dari sistem radar yang ditempatkan di darat menjadi dengan menggunakan pesawat.
Menurutnya, dengan memasang radar di badan pesawat akan membuat jangkauan radar menjadi semakin luas. Misalnya seperti yang ada pada salah satu produk unggulannya yakni pesawat intai GlobalEye. Dia menjelaskan bahwa pesawat yang mampu terbang 11 jam nonstop tersebut mampu memantau wilayah Indonesia seluas 400 kilometer.
"Ini aset yang mahal namun menjadi investasi jangka panjang untuk TNI AU untuk mengawasi wilayahnya dari illegal fishing, dan kapal boat asing," ujarnya.
Selain itu, Campaign Director Saab Asia Pasific Magnus Hagman dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa pihaknya juga telah menawarkan solusi kepada TNI dalam mengoptimalkan alutsistanya. Seperti misalnya menawarkan pesawat tempur modern Gripen.
Dia menjelaskan bahwa Gripen yang mampu menembakkan misil ke udara dan darat tersebut telah dilengkapi dengan berbagai kemampuan khusus. Di antaranya kemampuan terbang yang lebih lama serta antivirus.
"Selain itu, biaya operasionalnya lebih murah daripada Sukhoi," ujarnya.
Magnus mengatakan bahwa Gripen dan GlobalEye menjadi produk persenjataan unggulannya yang akan mereka pajang di pameran senjata Indo Defence pada 2-4 November 2016 mendatang.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Jemy Tri Sonjaya saat dihubungi Jawa Pos kemarin mengatakan bahwa pihaknya belum mau melirik pesawat tempur lain selain Sukhoi Su-35 buatan Rusia untuk melengkapi kebutuhan TNI AU.
Saat ini TNI AU masih dalam proses memesan 16 unit Sukhoi Su-35 untuk menggantikan pesawat tempur F-5E/F Tiger II yang sudah berusia lebih dari 30 tahun.
"Kami masih tetap dengan rencana awal, yakni membeli Su-35," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa pembelian pesawat tempur bukan hanya memikirkan biaya, namun juga kebutuhan dan kesesuaian di lapangan.
"Yang jelas TNI AU telah membuat kajian sesuai dengan kebutuhan," tuturnya singkat.
0 comments:
Post a Comment