Pasukan khusus Irak yang merangsek ke sebuah kota di sebelah timur Mosul, Kamis waktu setempat lalu, kendati menghadapi gelombang serangan bunuh diri, adalah pasukan paling profesional di Irak yang juga paling tidak sektarian di Irak.
Bernama resmi Dinas Kontra Terorisme (CTS), pasukan didikan Amerika Serikat ini memainkan peran kunci dalam merebut kembali desa-desa dan kota-kota dari ISIS. Kini mereka memimpin ofensif ke Mosul yang merupakan medan pertempuran paling keras mereka.
Berikut fakta-fakta mengenai pasukan khusus Irak ini, dikutip dari laman Fox News:
CTS dibentuk oleh militer AS tidak beberapa lama setelah invasi 2003 sebagai unit komando elite yang bertugas memburu para pemimpin pemberontak dan terlibat dalam berbagai penyergapan yang rumit. Mereka dilatih, dipersenjatai dan dipasok oleh Pasukan Khusus AS (Baret Hijau) yang bersama-sama memerangi pemberontak.
Pasukan ini menjadi mitra yang lebih bisa diandalkan oleh AS ketimbang pasukan keamanan biasa Irak yang terkenal korup dan banyak unit tempurnya terafiliasi kepada partai politik dan milisi. Namun banyak warga Irak yang menilai pasukan khusus ini sebagai pasukan pendudukan dan menyebutnya sebagai "Divisi Kotor."
Ukuran pasukan ini bertambah besar dari tahun ke tahun dan meluas lebih dari sekadar pasukan komando yang di antaranya ambil bagian dalam pertempuran-pertempuran konvensional dan bahkan menjadi penjaga pos pemeriksaan. Sekarang mereka berjumlah 12.000 orang dan sekitar 2.600 orang turut dalam operasi merebut kembali Mosul.
Unit ini tidak digabungkan ke dalam Kementerian Dalam Negeri dan hanya menerima perintah langsung dari perdana menteri. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Nouri al-Maliki banyak yang menyebut pasukan ini sebagai pasukan bodyguard (praetorian guard) untuk makin menancapkan kekuasaan al-Maliki sebelum dia mengundurkan diri pada 2014.
Ketika ISIS menyapu bagian utara dan tengah Irak pada 2014, pasukan keamanan Irak hancur remuk. Para perwiranya tunggang langgang, sedangkan serdadu-serdadunya lari terbirit-birit ketakutan sambil menanggalkan seragam mereka dan meninggalkan begitu saja senjata-senjata dan (kendaraan tempur) humvee-humvee mereka.
Tetapi pasukan khusus tidak begitu. Mereka menolak menyerah sehingga menjadi sumber kebanggaan nasional.
"CTS mempertahankan kohesi dan struktur organisasinya pada 2014 ketika banyak unit tempur dari pasukan Irak tercerai berai," kata David M. Witty, kolonel purnawirawan Baret Hijau AS dan bekas penasihat CTS. "Para komandan CTS menjadi figur-figur sentral dalam persepsi publik Irak pada kampanye menghancurkan ISIS."
Pasukan yang juga dikenal dengan sebutan "Brigade Kesatu" itu kini tidak lagi disebut "kotor", melainkan dipanggil "Divisi Emas".
CTS dirancang sebagai pasukan yang non sektarian di mana anggotanya berasal dari orang Syiah, Sunni dan Kurdi yang tidak terafiliasi ke faksi politik atau milisi mana pun. Mereka memerangi pemberontak Sunni, namun juga menjadi pemimpin dalam ofensif melawan milisi Syiah pada 2008. Mayor Jenderal Fadhil al-Barwari yang menjadi panglima "Divisi Emas" adalah seorang Kurdi.
Catatan pelanggaran HAM mereka juga relatif sedikit, ketimbang pasukan lain yang berpartisipasi dalam Ofensif Mosul. Laporan Amnesti Internasional mengenai pelanggaran kemanusiaan di Anbar belakangan ini juga lebih banyak menyebut milisi Syiah, dan hanya sekali merujuk CTS.
Pimpin Ofensif Mosul
Pasukan khusus Irak ini melancarkan serangan pertama mereka dalam Operasi Mosul Kamis pagi lalu dengan menduduki kota Bartella dibantu serangan udara helikopter, kendati menghadapi perlawanan sengit dari ISIS yang melepaskan sembilan serangan bom bunuh diri dengan sembilan truk berisi penuh bom. Salah satu truk ini menghantam sebuah Humvee bersenjata. Sisanya hancur sebelum mencapai target-targetnya.
"Kami akan memimpin masuk ke Mosul karena kami terlatih dalam perang kota dan perang gerilya," kata Brigadir Jenderal Haider Fadhil dari pasukan khusus Irak ini. "Kami terlatih menerobos desa dan kota dengan sedikit jatuh korban."
Pasukan khusus diperkirakan bisa mengusir ISIS keluar dari Mosul dalam beberapa pekan atau bulan ke depan. Namun masalahnya mereka tidak bisa menjadi polisi untuk negaranya, sehingga begitu mereka selesai dalam tugasnya, maka urusan setelah itu menjadi tanggung jawab tentara dan polisi Irak, selain milisi Syiah dan para pejuang suku Sunni. Tugas mereka adalah untuk memastikan ISIS tidak kembali.
0 comments:
Post a Comment