Thursday, 22 September 2016

Operasi Rahasia Z Force Untuk Selamatkan Sultan Ternate


Leluhur Australian Special Air Service Regiment dapat ditarik ke masa-masa Perang Dunia II. Dengan ancaman Jepang yang seolah tak terbendung, Australia sebagai satu-satunya kekuatan Barat di belahan Selatan yang masih tersisa harus membeli waktu agar Jepang tak terburu menginjakkan kakinya di negeri Kanguru itu.
Satu-satunya jalan untuk menjinakkan Jepang yang begitu perkasa adalah melakukan serangan ke titik-titik strategis yang ada di garis belakang Jepang, mengacaukan persediaan logistik perbekalan, bahan bakar, dan tentu saja moral pasukan Jepang. Yang bisa melakukan misi semacam ini tentu saja hanya pasukan yang dididik dan bertugas secara khusus dalam unit-unit kecil dengan kemampuan gerilya dan sabotase.
Inggris sudah kenyang pengalaman melancarkan operasi semacam ini yang jatuh ke bawah kendali SOE (Special Operations Executive). Agen-agen SOE diterjunkan ke garis belakang di Perancis, Yunani, Yugoslavia, dan negara lainnya untuk berkerjasama dengan partisan lokal dan menyerang Jerman di lokasi yang tak terduga.
Jenderal Sir Thomas Blarney, Panglima Pasukan Darat Sekutu di Teater Pasifik Tenggara mengajukan ide untuk membentuk SOE di Pasifik. Ide untuk membentuk organisasi serupa SOE di teater Pasifik dengan cepat disetujui oleh Jenderal Douglas MacArthur pada bulan Maret 1942. Jenderal karismatik ini tidak punya alasan untuk tidak setuju, ia butuh segala macam siasat untuk dapat memukul balik Jepang yang baru saja melengserkannya dari Filipina.
London merestui pembentukan SOE Pasifik dan secara resmi disebut sebagai SOA (Special Operation Australia), namun untuk mencegahnya kalau-kalau sampai ketahuan Jepang, organisasi ini disebut IASD (Inter Allied Services Department) agar aroma pasukan khusus tidak tercium Jepang.
Anggotanya datang dari Inggris, yaitu eks agen SOE yang berhasil lari dari Singapura yang jatuh ke tangan Jepang, dari Belanda yaitu dinas intelijennya AFNEI, dan juga Australia. Australia mengirimkan sejumlah orang-orangnya bergabung masuk ke dalam IASD, yang diorganisasikan sebagai Z Special Unit atau Z Force.
Anggota Z Special Unit dilatih di Fraser Commando School, Cairns, Richmond, Cowan Creek, Camp X, Careening Bay, Queensland, dan Mount Martha Research Station. Markas rahasia Z Force ada di East Arm di Darwin, yang dekat dengan Indonesia. Sebagai kamuflase, markas mereka diberi nama resmi Lugger Maintenance Unit. Pendidikan anggota Z Force disamakan dengan SOE, yaitu kemampuan beroperasi tunggal di belakang garis lawan, teknik penghindaran, kemampuan membuat bahan peledak dan sabotase.
Seluruh anggota Z Force disumpah untuk tidak membocorkan keberadaan unit ini sampai dengan tahun 1980, padahal boleh dikata bahwa merekalah peletak dasar pembentukan pasukan khusus Australia, khususnya SASR yang menjadi penerus lineage kemampuan tempur unit kecil Angkatan Bersenjata Australia.
Satu kisah terselip dalam sejarah yang terkait dengan Indonesia seperti pernah dimuat di Majalah Commando. Walaupun tidak punya kaitan langsung dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia, rupa-rupanya Sekutu dalam PD II menaruh perhatian pada keselamatan Sultan Ternate Iskandar Muhammad Jabir Syah, yang secara tegas menolak kehadiran Jepang di wilayah Kesultanan Ternate. Menganggap bahwa Sultan Jabir punya pengaruh kuat di Kepulauan Maluku, Sekutu menganggap bahwa beliau merupakan aset berharga, dimana berlaku adagium "Enemy of My Enemy is My Friend".
Sultan Jabir Syah tentu saja merasa tidak aman, makin hari Jepang makin bertindak semena-mena. Karena Sultan Jabir menolak menjadi kolaborator, maka Jepang merampas seluruh harta benda, persediaan pangan, dan obat-obatan rakyat. Mata-mata Jepang pun disebar kemana-mana. Meski diblokade, orang-orang yang setia pada Sultan menyelinap keluar Ternate, mendayung perahu sejauh 200 kilometer! sampai ke pulau Morotai yang saat itu sudah direbut oleh Sekutu. Permintaan untuk mengungsikan Sultan pun disampaikan, dan diterima dengan tangan terbuka oleh Sekutu.


Satu operasi khusus pun disiapkan, dengan sandi Project Opossum yang perintahnya turun sendiri dari Panglima Mandala Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur. Z Force diperintahkan untuk mengeksekusi operasi ini, mengeluarkan Sultan Jabir Syah dari Ternate dan mengungsikannya ke tempat aman. Ini bukan perkara mudah, karena Jepang sudah terlanjur bercokol di sana. Satu regu yang terdiri dari 9 orang Australia dan seorang dari Timor Barat plus satu orang dari Minahasa diperintahkan untuk melakukan operasi tersebut.
Dalam lindungan gelap malam, perahu yang dipergunakan oleh Z Force perlahan mendekati pulau Ternate, mendarat di pulau Hiri yang letaknya dua kilometer di sisi Utara Ternate. Dari situ mereka bertemu dengan utusan Sultan dan meminta agar Sultan segera mempersiapkan diri untuk mengungsi. Setelah menyeberang ke Ternate, regu Z Force akhirnya bisa bertemu dengan Sultan di istananya tepat pada tengah malam.
Setelah persiapan seadanya, rombongan Sultan yang membawa dua istri yang salah satunya sedang hamil, delapan anaknya, serta para dayang dan pelayan pun berangkat ke arah pantai. Bukan hal yang mudah untuk menempuh jalan setapak yang terbuat dari lava yang mengeras, melewati rimbunnya pohon pala dan cengkeh yang meruapkan harum dan membuat Maluku terkenal. Ahmad Basir, salah satu pelayan Sultan memimpin di depan, dikawal seorang anggota Z Force yang membawa pistol mitraliur Owen. Mengawal rombongan yang berjumlah empat puluh orang yang semuanya tidak bisa bertempur bukan hal yang mudah; bila mereka bertemu Jepang maka habislah sudah.
Saat pagi menjelang, setelah berjalan tanpa henti selama enam jam, rombongan Sultan yang dikawal Z Force tersebut sampai di desa nelayan Kulaba. Rakyat yang melihat Sultannya datang segera memberikan penyambutan terbaik, berlutut menyembah sang penguasa yang selaksana Tuhan. Sultan dan rombongannya beristirahat menunggu kapal yang lebih besar datang untuk dapat menampung rombongan besar itu, yang baru akan datang pada hari berikutnya.
Pada subuh hari selanjutnya, para pengintai Z Force yang menanti-nanti kapal penjemput justru menemukan kejutan tidak menyenangkan: alih-alih kapal kawan, yang muncul justru Jepang yang mendaratkan beberapa sampan dan prajuritnya. Secepat kilat seorang pengintai melapor ke Letnan George Bosworth yang sedang mengawal Sultan, yang lain segera ambil posisi di bawah rerimbunan pohon, siap memberi sambutan meriah kepada tamunya.
Letnan Bosworth yang lari ke arah pantai menjadi yang pertama membuka tembakan, 500 meter jauhnya dari bibir pantai. Tembakannya telak mengenai seorang Jepang. Anakbuahnya yang lain juga ikut menembak dari tempat persembunyiannya. Pasukan Jepang yang tidak mengira terjebak di medan terbuka, satu persatu ambruk meregang nyawa diterjang timah panas Z Force. Situasinya sungguh kacau, Jepang di pantai, Z Force di tengah, dan Sultan dan keluarganya di belakang, Sultan bahkan berteriak-teriak mengingatkan sahabat barunya untuk terus berhati-hati.
Setelah tiga orang Jepang roboh, pasukan Jepang yang tersisa mulai undur dan menarik kembali perahunya, berupaya kembali ke Ternate untuk minta bantuan. Disinilah Letnan Bosworth ceroboh. Mendekati seorang prajurit yang terbaring di tanah, Letnan Bosworth ingin memastikan si Jepang sudah tewas; tapi si Jepang dengan cepat meraih senapannya yang terletak di sampingnya dan menembak ke arah Letnan Bosworth. Peluru yang seakan sudah ada NRP Letnan Bosworth tersebut menghunjam tepat di kepala sang Letnan muda; tubuhnya ambruk tak bernyawa.
Wakilnya Warrant Officer Perry yang melihat komandannya gugur segera menerjang ke depan; diikuti oleh yang lainnya. Melihat orang-orang Australia yang mengamuk ini, tentara Jepang lari ketakutan ke arah laut menyusul rekannya yang sudah di atas perahu. Para penduduk desa Kulaba yang melihat Jepang lari segera menghunus parang dan mengejar orang-orang Jepang yang sudah berenang tapi ditinggal rekannya yang sudah mulai mendayung. Tanpa ampun, Jepang yang tertinggal segera ditarik ke pantai, dan satu persatu ditebas dengan parang. Putihnya buih segera memerah oleh darah yang mengucur dari tubuh Jepang yang tercabik-cabik. Total Sembilan prajurit Jepang berhasil ditewaskan, dengan korban dua orang Australia dari Z Force yang gugur.
Tak lama setelah pertempuran kecil itu, satu PT Boat yang memang dikirim menjemput muncul di garis cakrawala dan akhirnya berhasil merapat dan rombongan Sultan pun naik bersama Z Force. Perjalanan ke Morotai berlangsung tanpa gangguan, dan Sultan Jabir akhirnya bertatap muka dengan Jenderal MacArthur. Sekutu hendak menjadikan Sultan Jabir sebagai kepala Negara Indonesia Timur dalam desain Republik Indonesia Serikat apabila Belanda nantinya berhasil kembali menduduki Indonesia. Sementara itu, Sultan dan keluarganya diungsikan ke Wacol, Australia, dimana NICA (Netherlands Indies Civil Administration) bermarkas di masa perang.
Pada akhirnya, sejarah tentu menyaksikan lahirnya Republik Indonesia yang mengacaukan rencana Belanda untuk kembali bercokol. Pada Oktober 1945 Sultan pun kembali ke Ternate untuk kembali bertahta, namun dua tahun kemudian, Sultan dipanggil ke Jakarta oleh Presiden Soekarno dan dijadikan menteri dalam negeri dan meteri perekonomian dalam kabinet Republik Indonesia Serikat. Salah satu operasi gemilang Z Force yang dirahasiakan tersebut ternyata peranannya sangat penting dalam sejarah Republik yang masih muda.

0 comments:

Post a Comment