Monday 23 January 2017

Cara Membunuh F-22 dan F-35 Sebenarnya Tidak Terlalu Rahasia


Pesawat dan bomber siluman Amerika Serikat harus diakui sebagai teknologi yang menakjubkan, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa dikalahkan. Amerika Serikat telah menuangkan dana US$10 miliar untuk mengembangkan pesawat tempur siluman generasi kelima seperti Lockheed Martin F-22 Raptor dan F-35 Joint Strike Fighter.

Namun, perangkat pemrosesan sinyal relatif sederhana, dikombinasikan dengan rudal dengan hulu ledak besar dan sistem bimbingan terminal sendiri, berpotensi memungkinkan radar frekuensi rendah dan sistem senjata menargetkan dan menembak pesawat generasi terbaru Amerika.

Ini adalah fakta yang dikenal Pentagon dan kalangan industri sebagai radar frekuensi rendah yang beroperasi di band VHF dan UHF dan mendeteksi dan melacak pesawat berkarakter siluman.

Secara umum dinyatakan bahwa radar tersebut memang tidak dapat memandu rudal ke target karena tidak bisa menghasillan track senjata secara berkualitas. Tetapi menurut beberapa ahli sebenarnya pendapat itu tidak sepenuhnya tepat.

Secara tradisional, membimbing senjata dengan radar frekuensi rendah telah dibatasi oleh dua faktor. Salah satu faktor adalah lebar antenna radar, sedangkan yang kedua adalah lebar gelombang radar. Namun kedua keterbatasan ini dapat diatasi dengan pemrosesan sinyal.

Lebar radar secara langsung berhubungan dengan desain antena yang tentu harus besar karena frekuensi rendah. Radar frekuensi rendah awal seperti radar VHV P-14 Tall King yang dibangun Rusia berukuran sangat besar dan menggunakan bentuk semi-parabola untuk mengurangi lebar radar.

Kemudian ada radar P-18 Spoon Rest menggunakan array Yagi-Uda yang lebih ringan dan lebih kecil. Tapi radar frekuensi rendah awal ini memiliki beberapa keterbatasan serius dalam menentukan jangkauan dan arah yang tepat dari kontak.

Selain itu, mereka tidak bisa menentukan ketinggian karena beam radar yang diproduksi oleh sistem ini memiliki luas beberapa derajat di azimuth dan puluhan derajat di ketinggian.

Keterbatasan radar band VHF dan UHF lain adalah bahwa lebar gelombang panjang dan mereka memiliki pulse repetition frequency (PRF) rendah yang berarti sistem tersebut tidak akurat untuk menentukan kisaran.

Mike Pietrucha, seorang mantan perwira peperangan elektronik USAF yang menerbangkan McDonnell Douglas F-4G Wild Weasel dan Boeing F-15E Strike Eagle sebagamana dikutip Dave Majumdar dari National Interest Jumat 20 Januari 2017 mengatakan lebar gelombang 20 mikrodetik akan menghasilkan gelombang kira-kira sepanjang 19.600 kaki. Itu berarti bahwa rentang tidak dapat ditentukan secara akurat dalam jarak 10.000 kaki. Selanjutnya, dua target yang berdekatan tidak dapat dibedakan.

Masalah Terpecahkan

Pengolahan sinyal memecahkan sebagian masalah resolusi kisaran. Kuncinya adalah proses yang disebut frequency modulation on pulse yang digunakan untuk mengkompresi gelombang radar.

Keuntungan menggunakan kompresi gelombang adalah bahwa dengan gelombang 20 mikrodetik, resolusi kisarannya berkurang menjadi sekitar 180 kaki atau lebih. Ada juga beberapa teknik lain yang dapat digunakan untuk mengkompres sinyal radar seperti phase shift keying.

Menruut Pietrucha, teknologi kompresi gelombang telah berusia puluhan tahun dan telah diajarkan di petugas peperangan elektronik Angkatan Udara selama tahun 1980. Kekuatan pemrosesan komputer yang ada saat ini sangat mendukung.

Para insinyur memecahkan masalah resolusi directional atau azimuth dengan menggunakan desain radar array bertahap, yang menghilangkan kebutuhan untuk array parabola. Tidak seperti array mekanis tua, radar bertahap mengarahkan radar mereka secara elektronik.

Kekuatan komputasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas ini telah tersedia pada akhir tahun 1970 yang kemudian menjadi sistem tempur Aegis yang digunakan Angkatan Laut yang digunakan di penjelajah kelas Ticonderoga dan destroyer kelas Arleigh Burke. Sementara active electronically scanned array jelas lebih baik dan lebih akurat.

Dengan hulu ledak rudal cukup besar, rentang resolusi tidak harus tepat. Sebagai contoh, S-75 Dvina yang di NATO disebut sebagai SA-2 Guideline memiliki hulu ledak 440 pound dengan radius mematikan lebih dari 100 kaki.


Dengan demikian, menurut teori Pietrucha gelombang 20 mikrodetik yang dikompresi dengan resolusi kisaran 150 kaki harus memiliki resolusi kisaran untuk meledakkan hulu ledak cukup dekat. Artinya, tembakan tidak harus telak menghantam pesawat siluman, cukup pada rentang hulu ledak maka pesawat siluman seperti F-22 dan F-35 akan merasakan efek fatalnya.

0 comments:

Post a Comment