Menurut sumber dari Aviationweek, 15 Agustus 2016), 5
unit pesawat angkut C-130H ex-RAAF (AU Australia) yang di pesan Indonesian akan
di kirim akhir 2017. Dengan pengiriman tersebut maka akan lengkap total 9
pesawat Hercules C-130H ex-RAAF yang di terima TNI-AU setelah sebelumnya sudah
menerima 4 unit.
Akuisisi C-130H ex-RAAF ini bagian perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Australia tahun 2012 yaitu 4 unit pesawat dalam bentuk hibah dan 5 unit di beli. Sejak 31 Desember 2012 pesawat pesawat tersebut sudah tidak di terbangkan lagi, karena pemerintah Australia menggatikannya dengan tipe terbarunya C-130 J.
Kontraktor untuk proses hibah adalah Qantas Defence Services Australia, dengan nilai kontrak AUD 63 juta. Setelah proses restorasi,
maka sisa usia pakai C-130H hibah ini adalah sekitar 28-35 tahun dengan
menghitung rata-rata penggunaan pesawat C-130 di jajaran TNI AU adalah sebanyak
900 EBH (Equivalent Baseline Hour).
Perbedaan sistem avionik pada C-130H ex-RAAF ini di bandingkan
dengan C-130H yang sudah di pakai oleh TNI AU selama ini adalah sudah
menggunakan semi-glass cockpit dengan layar digital untuk informasi terbang
(artificial horizon dan informasi navigasi), maupun Flight Management System
yang mengatur semua tugas navigasi untuk penerbangan.
Untuk akuisisi dalam mekanisme beli, TNI AU membeli sebanyak 5 unit pesawat, mencakup satu set simulator dan spare parts-nya,
dengan nilai pembelian sebesar AUD 15 juta atau sekira USD 13,6 juta, dan biaya perbaikan pesawat, pemindahan simulator, perbaikan serta pemindahan spare parts
dari Australia ke Indonesia sekira USD 73,8 juta, sehingga total biaya anggaran
pembelian adalah hampir sebesar USD 97,5 juta. Jenis dan teknologi yang di gunakan
sama dengan pesawat hibah, dengan sisa usia pakai sekira 30-35 tahun.
0 comments:
Post a Comment