Di antara
puing-puing helikopter, Lettu (Cpn) Abdi Darnain ditemukan pingsan namun masih
bernyawa. Lelaki asal Medan, Sumut, ini mengalami patah pada kaki kanan, luka
pelipis, luka lecet pada tangan dan badan serta kaki. Dia juga mengalami
dehidrasi. Sekitar 75 jam lamanya Abdi Darmain tak makan dan minum.
Sedangkan
empat awak lainnya, yakni Yohanes Saputra (Penerbang I), Ginas Sasmita
(Penerbang (II), Bayu Sadeli (Mekanik), dan Suyanto (Mekanik) ditemukan tak
bernyawa.
Senin
(28/11/2016) siang, Gubernur Kaltara Irianto Lambrie menjenguk Lettu Abdi di Rumah
Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Ilyas Tarakan. Selama 20 menit Irianto
membesuk Lettu Abdi yang kondisinya sudah sadar namun masih lemah. Dan kaki
kirinya mengalami patah.
"Tadi
sempat ngobrol sama Abdi dan Alhamdulillah sudah bisa bicara dan kakinya juga
sudah dioperasi. Saya tadi hanya bicara yang ringan-ringan saja tentang
keluarganya. Saya tidak bertanya tentang bagaimana kejadiannya, karena
kondisinya masih lemah," ujarnya.
Turut
mendampingi juga Kepala Rumkital Ilyas Tarakan dr Pudjo. Menurut dr Pudjo,
kondisi Abdi masih lemah, lantaran selama 75 jam tidak makan dan minum.
"Karena
selama 75 jam tidak makan dan minum, jadi Abdi ini mengalami dehidrasi berat.
Kalau kayak kita ini sudah tidak sanggup. Namun karena Abdi ini seorang tentara
yang telah terlatih, jadi bisa bertahan. Apalagi pada saat ditemukan Abdi dalam
keadaan pingsan. Jadi tidak ingat kejadian itu," ujar Irianto.
Kakak ipar
Abdi yakni Ridawati mengatakan bahwa keluarga sebenarnya sudah pasrah begitu
mendengar kabar Heli yang ditumpangi Lettu Abdi jatuh di perbukitan dan jurang
yang berada di Desa Long Sulit, Kecamatan Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau,
Kalimatan Utara (Kaltara).
"Musibah
kecelakaan pesawat, atau helikopter, sangat jarang ada yang selamat. Kami hanya
bisa berdoa dan berharap kuasa Allah. Dan Alhamdulillah, doa kami sekeluarga,
juga doa orang-orang yang sayang dan peduli pada adik kami, dikabulkan,"
ujar Rida.
Rida
bercerita, Abdi merupakan anak yang berbakti pada keluarga dan
orangtua."Allah Maha Besar. Ini, sekali lagi, mukjizat. Pertanda kebesaran
Allah. Tapi barangkali Abdi selamat karena sikapnya selama ini. Dia anak yang
baik. Sangat sayang pada ibu kami," ucapnya.
Rida
mengisahkan, satu bulan lalu Ibunda Abdi jatuh sakit dan sempat mendapatkan
perawatan intensif di Rumah Sakit Bunda Thamrin, Medan. Saat itu, Abdi sedang
mengikuti pendidikan untuk kenaikan pangkat. "Sebenarnya
dia tidak boleh pulang. Tidak boleh cuti. Tapi dia ngotot pulang. Dia bilang,
tidak naik pangkat tidak apa-apa asal bisa merawat ibu. Akhirnya dia diizinkan
pulang ke Medan," jelas Rida.
Abdi Damain
merawat ibunya sampai sembuh. Nyaris 24 jam dia berada di rumah sakit. "Pendeknya
semua keperluan ibu dia yang urus. Bahkan sampai urusan memandikan ibu,
mengganti baju, sampai membersihkan kotorannya, Abdi yang melakukan. Setiap
hari di rumah sakit dia mengaji dan berdoa untuk kesembuhan ibu. Setelah ibu
membaik dan keluar dari rumah sakit, dia baru pulang ke Kalimantan," kata
Rida.
Tatkala
mendengar helikopter yang membawa Abdi Damain kecelakaan dan hilang di hutan
Kalimantan, keluarganya di Medan, syok. "Ibu
menangis dan tidak putus-putus berdoa. Barangkali doa ini didengar Allah. Doa
ibu untuk anak yang saleh dan berbakti," ujar Rida.
Lettu CPN
Abdi Damain memiliki seorang istri bernama Nina Zahrina dan anak yang baru
berusia tujuh bulan. Sehari
sebelum helikopter hilang kontak, Nina, menulis kalimat "Menunggumu cintaa
#efekrinduuabi" di dinding akun Facebook, miliknya. Nina bekerja sebagai
guru di Aceh.
0 comments:
Post a Comment