Pemerintah
diharapkan terus mendorong pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista)
untuk menjaga keamanan laut. Langkah ini diperlukan guna mewujudkan Indonesia
sebagai negara maritim.
Staf Ahli
Ketahanan Nasional Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
(Kemenko Polhukam) Laksamana Muda TNI Agus Setiadji mengatakan, alutsista yang
dibutuhkan untuk menjaga keamanan laut antara lain ialah sistem detektor dan
kapal selam.
“Pengadaan
alutsista yang strategis contohnya sistem deteksi posisi wilayah. Kedua
kapal-kapal strategis contohnya kapal selam, kapal fregat. Kalau perlu kapal
destroyer, pesawat temput fighter, pesawat-pesawat yang memiliki strategis
tinggi,” kata Agus dalam acara bertajuk ‘Membedah Sejarah Armada Nusantara’ di
di Museum Bahari Jakarta, Jumat (25/11/2016).
Dia
mengatakan, lemahnya pertahanan Indonesia di sektor maritim tak lepas dari
menciutnya anggaran pada masa Orde Baru. Pada masa itu, alokasi anggaran untuk
pertahanan hanya 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, untuk
menjaga keamanan laut diperlukan anggaran lebih untuk pengadaan maupun
perawatan alutsista.
“Bahkan saat
itu di bawah 0,5 persen dari GDP (Gross domestic product). Sekarang ini mulai
naik 0,8 persen. Diharapkan 2019 sampai 1,5 persen. Tetapi dari 1,5 persen itu
harus mikir, mau dibeli apa,” imbuh dia.
Menurut
Agus, dengan bentangan wilayah Indonesia yang luas dibutuhkan alutsista
strategis. Misalnya untuk kapal selam saja diperlukan 12 unit.
“Otomatis
harus di atas 1,5 persen dari PDB. Kapal selam harusnya bisa di atas 12 (unit)
karena luas wilayah kita besar sekali. Kita harus mempunyai alutsista strategis
yang bisa menghasilkan deterrence effect yang tinggi,” jelas dia.
Agus
menambahkan, Indonesia perlu memperkuat pertahanan di wilayah Natuna. Sebab
daerah ini bersinggungan dengan Laut China Selatan yang mana wilayah itu rentan
terhadap konflik.
“Satu-satunya
cara ialah kita memperkuat perbatasan, di Natuna harus diperkuat kekuatan
darat, laut, darat udara tidak hanya alutsista saja. Karena kita saat ini tidak
boleh berpikir lagi bahwa perbatasan sekadar pembatas antara satu negara dengan
negara lain. Tapi adalah semacam kapal induk untuk kekuatan pertahanan di
daerah itu harus diperkuat,” jelas dia.
Dia
berpendapat, terkait masalah itu Indonesia juga harus menjadi perantara sebagai
bagian dari penyelesaian ketegangan tersebut.
“ASEAN
cenderung punya kepentingan masing-masing tidak pernah menyatu. Kita harus
bisa, Indonesia negara besar di ASEAN untuk menjembatani kepentingan lebih besar, menggandeng kekuatan ASEAN,” terang Agus.
0 comments:
Post a Comment