Monday 14 November 2016

Saab BAMSE, Sistem Rudal Hanud Penantang Dominasi NASAMS


Bila merujuk ke agenda, mestinya di MEF tahap II sudah ada kontrak pengadaan alutsista hanud Medium Air Defence. Yang sudah terang-terangan menyebut pengadaan sistem senjata ini adalah Korps Paskhas TNI AU. Seperti disebut oleh Komandan Korpaskhas Marsekal Muda TNI Adrian Watimena, kandidat yang mendapat perhatian serius adalah NASAMS dari Norwegia dan LY-80, Flying King, Sky Dragon 50 yang Ketiga berasal dari China.

Meski belum dapat dikonfirmasi, kabarnya saat ini telah dilakukan kontrak untuk pengadaan satu baterai atau enam peluncur NASAMS. Dibanding ketiga kompetitornya dari China, jelas NASAMS punya image paling premium. NASAMS dengan isi rudal SAM (Surface to Air Missile) AIM-120 AMRAAM produksi Raytheon telah digunakan Norwegia, AS, Oman, Finlandia dan Belanda. Bahkan di AS, NASAMS dipercaya sebagai perisai hanud Gedung Putih di Washington DC.
Sistem NASAMS digadang oleh dua perusahaan dari dua negara, Kongsberg Defence & Aerospace dari Norwegia dan Raytheon dari AS. Sebut saja platform NASAMS dengan mudah diakuisisi, tapi belum tentu dengan AIM-120 AMRAAM, pasalnya pembelian senjata bernilai strategis dari AS membutuhkan persetujuan dari pemerintah dan perlemen, terlebih dengan naiknya Donald Trump sebagai Presiden AS, menjadikan masa depan pengadaan alutsista bergenre stragetis diselimuti tanda tanya besar.

Lepas dari soal politik dan risiko embargo, jauh dari daratan Skandinavia, Saab AB dari Swedia juga telah memperkenalkan sistem hanud BAMSE (Bofors Advanced Missile System Evaluation) untuk Indonesia. Oleh pihak Saab, BAMSE tidak disebut sebagai rudal hanud jarak menengah, di situs resminya BAMSE adalah SRSAM atau Short Range SAM dengan kode RBS-23. Pengkategorian rudal hanud sah-sah saja dilakukan berbeda antar manufaktur. Seperti Saab juga menyebut rudal MANPADS RBS-70 sebagai VSHORAD. Walau disebut SRSAM, tapi pada prinsipnya BAMSE sanggup menangkal sasaran dari jarak menengah, dengan jarak tembak efektif sampai 20 Km.


Secara umum BAMSE bagian dari sistem Ground Based Air Defence (GBAD) yang ditawarkan Saab. GBAD dalam penggelarannya terdiri dari integrasi rudal dan sistem radar. BAMSE dapat digelar secara terintegrasi penuh pada sistem payung udara macro, maupun mampu mengusung moda stand alone yang fleksibel. 


Satu baterai BAMSE dirancang mampu melindungi obyek vital seluas lebih 1.500 Km2. Sedangkan sebagai perisai dari serangan udara, BAMSE mampu menghantam sasaran di ketinggian 15.000 meter dengan kecepatan luncur Mach 3.

Dalam gelar tempur, sistem BAMSE terdiri dari unit Missile Control Center (MCC) dan Surveillance Coordination Center (SCC). Dalam meng-cover area seluas 1.500 Km2, satu SCC dapat mengendalikan enam sampai sembilan MCC. Surveillance Coordination Center dalam sistem BAMSE mengadopsi radar Giraffe AMB, radar multi beam 3D dengan kemampuan deteksi sejauh 120 Km. Tentang seluk beluk radar Giraffe AMB dapat disimak pada judul artikel dibawah ini.


Unit MCC dirancang sebagai peluncur model tarik (towed launcher). Dalam satu MCC terdiri dari dua launching pad, dengan total dalam satu MCC terdiri dari enam peluncur rudal. Dalam modul MCC terdiri dari beragam sensor, seperti Fire Control Radar (FCR), Thermal Imaging System (TIS), weather sensor dan integrator antena IFF (Identification Friend or Foe). Sebagai unit tempur yang mandiri, MCC dilengkapi integrated diesel generator, NBC, ballistic protection, dan automatic climate control. Kemampuan deteksi sensor diantaranya mampu mendukung C-RAM (Counter-Rocket Artillery and Mortar). Kemampuan ini terdapat juga pada FCR kanon reaksi cepat Oerlikon Skyshield TNI AU.

Dalam deployment, MCC dapat disiapkan dalam waktu kurang dari 10 menit. Sementara waktu yang diperlukan untuk proses reload untuk enam rudal hanya kurang dari 4 menit. Hebatnya, MCC hanya membutuhkan dua personel pengatur.


Seperti sudah disebutkan, rudal dapat meluncur dengan Mach 3 dan sanggup menguber sasaran sejauh 20 Km. BAMSE dilengkapi perangkat anti jamming canggih dengan potensi sasaran berupa jet tempur, bomber, rudal jelajah, rudal anti radiasi, bom berpemandu laser dan drone. Resminya prototipe RBS-23 diperkenalkan pada tahun 1998, dan sistem rudal hanud ini mulai dioperasikan AD Swedia sejak tahun 2003.

Seperti halnya rudal RBS-70, Saab juga menawarkan sistem maintenance rudal RBS-23 yang memudahkan operator. Teknologi yang dikedepankan adalah BITE atau Build In Test Equipment, menjadikan waktu yang singkat untuk proses pengujian khusus pada rudal. Dalam periode aktif, rudal yang ditempatkan dalam tabung peluncur mengusung maintenance free missile. Dalam paket yang ditawarkan, Saab sudah menyertakan embedded simulator untuk program pelatihan pada operator.

Sampai saat ini belum ada desas-desus tentang rencana adopsi BAMSE di Indonesia. Namun boleh jadi bila masing-masing matra punya kebijakan tersendiri terkait MERAD, maka ada peluang BAMSE hadir di Indonesia. Misalnya seperti Arhanud TNI AD yang belum mencanangkan sistem rudal hanud jarak menengah, bisa saja nantinya mendatangkan BAMSE, terlebih dari sisi kerjasama Transfer of Technology telah terjalin kemitraan yang kuat antara Saab AB dan PT Pindad dalam pengembangan Ground Base Air Defence. 

0 comments:

Post a Comment