Tuesday, 24 January 2017

Melindungi dan Mengembangkan Industri Strategis PT Dahana


PT Dahana (Persero) harus dilindungi dan dikembangkan keberadaannya mengingat merupakan perusahaan negara yang strategis dalam memproduksi bahan peledak, baik untuk kebutuhan militer maupun komersial.

“Industri strategis, pemerintah harus yang pegang dan kalau perlu harus mendominasi kalau memang tidak boleh monopoli. Bayangkan kalau industri strategis pembuat bahan peledak tak diawasi, bukan tak mungkin akan disusupi pihak tak bertanggungjawab yang malah berbahaya,” kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Edy Putra Irawady kepada pers di Subang, Jawa Barat, Selasa.

Hal tersebut disampaikan usai Diskusi Kelompok Terarah (FGD) Efek Penerapan Bea Masuk Anti Dumping Amonium Nitrat Terhadap Industri Bahan Peledak Hulu-Hilir dan Pengembangan Alutsista Dalam Negeri.

Menurutnya, sebagai BUMN yang strategis, bahan peledak yang diproduksi PT Dahana juga jangan sampai bocor baik mulai dari proses produksi hingga angkutan agar tidak disalahgunakan untuk keperluan teror.

Dalam usahanya juga harus mendapat dukungan dari semua kementerian dan lembaga agar mampu tumbuh pesat dan menghasilakan keuntungan di tengah persaingan industri bahan peledak asing.

Mengingat keberadaannya sangat strategis dan membutuhkan perhatian khusus, dia menilai PT Dahana tidak boleh diganggu mengingat bisa sebagai pendukung untuk perusahaan strategis lainnya seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia.

“Mereka itu harus menjadi anak negara dan kita tidak boleh hitungan rugi-laba, harus dimanjakan dan dilindungi,” kata Edy.

Apalagi, tambahnya, PT Dahana saat ini sudah mampu memproduksi berbagai alat strategis seperti senjata jarak pendek dan menengah sehingga juga harus didukung perkembangan teknologinya.

Dia meyakini pengembangan industri pertahanan disatu sisi dapat memperkuat pertahanan nasional, sementara disisi ekonomi mendorong tumbuh kembangnya industri terkait.

“Oleh karena itu, perlu memperkuat sinergitas antar kementerian dan lembaga dalam menetapkan arah kebijakan pengembangan industri alutsista,” tuturnya.

Direktur Utama PT Dahana Budi Antono mengatakan, saat ini persaingan perdagangan internasional bahan peledak dinilai tak adil, mengingat banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia membeli bahan peledak produksi Dahana dalam volume sedikit.

“Banyak perusahaan pertambangan asing yang beroperasi di Indonesia lebih banyak membeli bahan peledak impor, sementara mereka hanya membeli sedikit produksi kita,” ungkapnya.

Padahal, katanya, kualitas dan harga bahan peledak produksi Dahana tak kalah bersaing dengan produksi impor, sehingga pemerintah perlu mendorong penggunaan produksi dalam negeri.

Dia menilai kondisi tersebut terjadi karena persaingan pasar bahan peledak di luar negeri sangat tidak adil, dan bahkan cenderung protektif sehingga bahan peledak PT Dahana seringkali dihambat. Produksi bahan peledak PT Dahana saat ini adalah “booster”, “detonator”, dan “dayagel magnum”.

Budi berharap pemerintah agar ikut intervensi dalam membantu BUMN tersebut, seperti dengan mendorong perusahaan pertambangan asing yang beroperasi di Indonesia lebih memprioritaskan menggunakan bahan peledak lokal.

0 comments:

Post a Comment