PT Dahana
(Persero) harus dilindungi dan dikembangkan keberadaannya mengingat merupakan
perusahaan negara yang strategis dalam memproduksi bahan peledak, baik untuk
kebutuhan militer maupun komersial.
“Industri
strategis, pemerintah harus yang pegang dan kalau perlu harus mendominasi kalau
memang tidak boleh monopoli. Bayangkan kalau industri strategis pembuat bahan
peledak tak diawasi, bukan tak mungkin akan disusupi pihak tak bertanggungjawab
yang malah berbahaya,” kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi
Perniagaan dan Industri Edy Putra Irawady kepada pers di Subang, Jawa Barat,
Selasa.
Hal tersebut
disampaikan usai Diskusi Kelompok Terarah (FGD) Efek Penerapan Bea Masuk Anti
Dumping Amonium Nitrat Terhadap Industri Bahan Peledak Hulu-Hilir dan
Pengembangan Alutsista Dalam Negeri.
Menurutnya,
sebagai BUMN yang strategis, bahan peledak yang diproduksi PT Dahana juga
jangan sampai bocor baik mulai dari proses produksi hingga angkutan agar tidak
disalahgunakan untuk keperluan teror.
Dalam
usahanya juga harus mendapat dukungan dari semua kementerian dan lembaga agar
mampu tumbuh pesat dan menghasilakan keuntungan di tengah persaingan industri
bahan peledak asing.
Mengingat
keberadaannya sangat strategis dan membutuhkan perhatian khusus, dia menilai PT
Dahana tidak boleh diganggu mengingat bisa sebagai pendukung untuk perusahaan
strategis lainnya seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL
Indonesia.
“Mereka itu
harus menjadi anak negara dan kita tidak boleh hitungan rugi-laba, harus
dimanjakan dan dilindungi,” kata Edy.
Apalagi,
tambahnya, PT Dahana saat ini sudah mampu memproduksi berbagai alat strategis
seperti senjata jarak pendek dan menengah sehingga juga harus didukung
perkembangan teknologinya.
Dia meyakini
pengembangan industri pertahanan disatu sisi dapat memperkuat pertahanan
nasional, sementara disisi ekonomi mendorong tumbuh kembangnya industri
terkait.
“Oleh karena
itu, perlu memperkuat sinergitas antar kementerian dan lembaga dalam menetapkan
arah kebijakan pengembangan industri alutsista,” tuturnya.
Direktur
Utama PT Dahana Budi Antono mengatakan, saat ini persaingan perdagangan
internasional bahan peledak dinilai tak adil, mengingat banyak perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia membeli bahan peledak produksi Dahana dalam volume
sedikit.
“Banyak
perusahaan pertambangan asing yang beroperasi di Indonesia lebih banyak membeli
bahan peledak impor, sementara mereka hanya membeli sedikit produksi kita,”
ungkapnya.
Padahal,
katanya, kualitas dan harga bahan peledak produksi Dahana tak kalah bersaing
dengan produksi impor, sehingga pemerintah perlu mendorong penggunaan produksi
dalam negeri.
Dia menilai
kondisi tersebut terjadi karena persaingan pasar bahan peledak di luar negeri sangat
tidak adil, dan bahkan cenderung protektif sehingga bahan peledak PT Dahana
seringkali dihambat. Produksi bahan peledak PT Dahana saat ini adalah
“booster”, “detonator”, dan “dayagel magnum”.
Budi
berharap pemerintah agar ikut intervensi dalam membantu BUMN tersebut, seperti
dengan mendorong perusahaan pertambangan asing yang beroperasi di Indonesia
lebih memprioritaskan menggunakan bahan peledak lokal.
0 comments:
Post a Comment