Destroyer
bersistem Aegis sejatinya bukan hal baru bagi Jepang, persisnya dalam kurun
1993-1998 sebanyak empat kapal perusak kelas Kongo mulai memperkuat armada AL
Jepang. Pada masa itu baru AS yang mengoperasikan kapal perang bersistem Aegis,
sehingga pengoperasian oleh Jepang memiliki makna strategis.
Kehadiran
JDS Kongo (DDG-173), JDS Kirishima (DDG-174), JDS Myoko (DDG-175) dan JDS
Chokai (DDG-176) memberi sinyal tak terbantahkan bahwa Jepang merupakan sekutu
utama AS di kawasan Pasifik.
Pada Juli
2015, harian Yomiuri Shimbun memberitakan bahwa pemerintah Jepang telah
mengalokasikan dana untuk pembuatan dua kapal perusak baru bersistem Aegis
dalam kurun 2015-2016. Sekilas tak ada yang terlalu istimewa dengan berita
tersebut, lantaran masih sejalan dengan “2014 National Defense Program
Guidelines” yang dirilis 2013.
Di situ
disebutkan dalam satu dekade mendatang setidaknya ada dua kapal perang baru
bersistem Aegis akan dibangun. Kehebohan merebak lantaran dalam pemberitaan itu
disebutkan persenjataan apa saja yang akan melengkapi sepasang destroyer baru
itu. Meski tidak dibeberkan rinci, toh mampu membuat banyak pengamat terhenyak. Destroyer
baru Jepang itu belum memiliki nama resmi, baru sebatas kode desainasi “27DD”,
di mana DD adalah desainasi untuk destroyer, sementara 27 merupakan angka tahun
era Heisei.
Rilis
Kemenhan Jepang menyebut angka 8.200 ton sebagai bobot kosong 27DD. Meski tidak
dirinci, para pengamat memperkirakan bobot tempur maksimum 27DD nangkring di
kisaran 9.500-10.500 ton. Dengan bobot tempur itu, kita bisa melihat bahwa 27DD
berada di atas Atago class, yang bobot maksimumnya sudah mendekati cruiser
Ticonderoga class AL AS.
Persenjataan
bawaan 27DD yang membuat banyak kalangan tertegun adalah high-caliber railgun
dan laser point-defense system. Kedua tipe senjata itu konon akan mengubah
paradigma dan peta peperangan laut di masa depan.
Sudah jadi
rahasia umum kalau Jepang dikenal mumpuni mendesain dan mencipta perangkat
elektronik berkemampuan tinggi namun dengan konsumsi daya listrik efisien.
Seperti tertera dalam rilis Kemenhan Jepang, 27DD bakal ditenagai propulsi
sistem COGLAG (Combined Gas Turbine Electric and Gas Turbine), berbeda dengan
Kongo class dan Atago class yang bersistem propulsi COGAG (Combined Gas Turbine
and Gas Turbine). Diyakini COGLAG akan mampu menyediakan daya lebih untuk
memasok kapasitor bagi railgun.
Kapasitas
peluru railgun jauh di atas meriam kapal perang konvensional. Ketiadaan mesiu
membuat proyektil railgun lebih ringkas, sehingga jumlah amunisi yang bisa dibawa
lebih banyak. Menengok perbandingan kapasitas amunisi meriam pada destroyer
baru AL AS Zumwalt-class (1.500 rounds proyektil konvensional versus sekitar
10.000 rounds proyektil railgun), terbayang jumlah amunisi railgun bawaan 27DD.
Karena Atago-class memboyong 680 rounds proyektil meriam Mk.45 5 inci (127mm),
tak salah jika magasen 27DD diperkirakan bisa membawa sekitar 4.000-an rounds
untuk railgun.
Selain
railgun dan laser point-defense system, tentu saja 27DD dibekali rudal-rudal
jarak jauh, baik untuk keperluan hanud maupun antikapal. Prinsipnya,
persenjataan 27DD di luar kedua senjata revolusioner tadi hampir sama dengan
Kongo-class dan Atago-class.
Yang paling
penting, 27DD juga akan berkemampuan BMD (ballistic missile defense) dengan
mengandalkan RIM-161 Standard Missile-3 (SM-3). Agresivitas Korea Utara dalam
beberapa percobaan peluncuran rudal balistik jarak menengah-jauh membuat Jepang
merasa harus terus memelihara dan meningkatkan kemampuan tangkalnya.
27DD akan
melengkapi pertahanan berkemampuan BMD yang sudah dimiliki Kongo dan Atago,
yang masih ditambah dengan lima unit Arleigh Burke class AL AS yang
dipangkalkan di Jepang.
0 comments:
Post a Comment