Washington
mengumumkan awal bulan Januari 2017 ini bahwa Angkatan Laut AS, dalam hitungan
minggu akan mengerahkan Carrier Airborne Early Warning Squadron (VAW) 125 ke
Iwakuni Air Base di Jepang dengan pesawat E-2D Advanced Hawkeye. Mereka akan
menggantikan VAW 115 yang dilengkapi dengn E-2C Hawkeye .
Langkah ini
memang tidak mendapat perhatian besar media seperti ketika Korps Marinir
Amerika Serikat mengirimkan jet tempur F-35B mereka. Padahal asset ini akan
benar-benar penting dan bisa mengubah peta permainan di kawasan tersebut. Ketegangan
yang terus meningkat dengan China serta ancaman yang tidak juga menurun dari
Korea Utara telah mendorong AS terus mengirimkan asset terbaik mereka ke
Jepang.
Beberapa
kali F-22 Raptor dikirim ke wilayah ini. Selain itu Angkatan Udara Amerika juga
mengerahkan pembom B-52 ke teater Asia-Pasifik. Terakhir jet tempur siluman
terbaru F-35B telah merapat di Jepang dan juga E-2 Hawkeye yang menyusul. E-2 Hawkeye
adalah sebuah pesawat yang memiliki kemampuan setara dengan ikon Angkatan Udara
AS E-3 Sentry yang juga dikenal dunia sebagai AWACS.
Seperti E-3,
Hawkeye membawa array komunikasi dan radar besar di atas pesawat tersebut.
Pesawat memiliki bank workstation sehingga aircrew dapat memberikan secara
real-time data dan situasi kepada pesawat lain atau komando pusat.
Pesawat juga
menjadi komando dan kontrol udara untuk pesawat lain, dan bertindak sebagai
relay data dan penghubung antara platform maritim dan udara yang berbeda. Dalam
istilah sederhana, E-2 Hawkeye adalah mata dan telinga udara US Navy. Dari pentingnya
penyebaran, maka awal bulan ini skuadron VAW 125 akan dilengkapi dengan versi terbaru dari Hawkeye yakni E-2D.
Dibandingkan dengan
E-2C pesawat ini memiliki banyak keunggulan operasional yang secara khusus
relevan dengan berbagai perkembangan kemampuan militer China yang baru.
Perbedaan
yang paling signifikan antara pesawat yang bisa dilihat secara eksternal adalah
penggantian radar mekanis tua dengan radar A/N-APY9 baru. Ini adalah radar
frekuensi ultra-tinggi yang mampu melakukan pemindaian elektronik dan scanning
mekanik untuk menggabungkan keunggulan deteksi kedua teknik terhadap jenis
target tertentu dan menutup kelemahan kedua jenis pemindaian tersebut.
Memburu Siluman dan Rudal
E-2D adalah
lompatan besar untuk Angkatan Laut AS dalam hal deteksi, pelacakan dan
penargetan jarak jauh terhadap dua sasaran. Target
pertama adalah peswat tempur yang menggunakan teknologi siluman di mana China
telah memasukkan ke dalam layanan jet tempur J-20 dan terus mengembangkan
pesawat siluman lain J-31. Selain itu Beijing juga mengembangkan drone siluman
rahasia Lijian ‘Sharp Sword’.
Deteksi dini
terhadap ancaman tersebut akan sangat penting untuk menjaga survivability kapal
perang permukaan Angkatan Laut AS dalam konflik di masa depan dengan China.
Apalagi J-20 dikabarkan membawa rudal jarak jauh untuk menghancurkan kapal.
Demikian
pula, radar A/N-APY9 menawarkan secara signifikan peningkatan kemampuan
deteksi dan pelacakan terhadap ancaman kecil, rudal jelajah supersonik dan
hipersonik dan hulu ledak rudal balistik.
Mengingat
proliferasi rudal jelajah anti-kapal supersonik dan rudal balistik anti kapal
selam China DF-21d kemampuan untuk menyediakan peringatan dini dan data
target-tracking over the horizon menjadi penting untuk kelompok tempur kapal
induk Amerika Serikat, untuk dapat beroperasi dalam zona anti access/area
denial (A2/AD) di masa depan.
E-2D memang
tidak dapat menghancurkan ancaman sendiri, melainkan mengirimkan data target ke
pesawat lain yang membawa rudal untuk membereskannya. Oleh karena
itu, upgrade dari E-2C ke E-2D di Jepang akan menjadi kekuatan sendiri yang
bisa mengubah peta permainan di Asia Pasifik.
0 comments:
Post a Comment