Pengalaman
John Aristianto Prasetio di bidang ekonomi menjadi pertimbangan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menugaskan pria kelahiran Semarang ini memimpin Kedutaan
Besar RI di Seoul, Korea Selatan. Menjelang pulang kampung pada akhir Januari
ini, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang pernah mengenyam
pendidikan di Harvard dan Stanford University itu menuturkan lika-liku dan
peluang kerja sama RI-Korea Selatan.
Bagi
Minister Counselor M. Aji Surya, Koordinator Konsuler dan Perlindungan WNI, KBRI
Seoul, jiwa pengusaha yang berorientasi pada hasil kerap menjadi dasar
pemikiran atasannya dalam mengambil keputusan. Istilahnya, semua harus result
oriented. Berikut ini wawancara penulis dengan Prasetio soal kerja sama
Indonesia-Korea Selatan yang dikirim lewat surat elektronik, Rabu lalu.
Petikannya.
Apa saja
potensi Korea Selatan bagi Indonesia?
Kebanyakan
orang Indonesia pasti kenal produk elektronik seperti telepon pintar, dan TV
dari Korsel dengan merek Samsung atau LG. Kalau dulu Korsel hanya mengekspor
kimchi dan ginseng, sekarang mereka punya pabrik pembuat kapal terbesar di
dunia, Korsel juga negara pengekspor utama layar LCD, keping memori DRAM, dan
selama beberapa tahun ini Korsel memperoleh peringkat pertama untuk
e-government dan kecepatan internet.
Jangan lupa
juga bahwa Korsel merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-12 di dunia,
dengan GDP dikisaran US$1,4-1,5 triliun. Kapitalisasi pasar modal di Korsel
berada di kisaran US$1,2 triliun dan nilai perdagangan internasional Korsel juga
berkisar pada US$ 1 triliun. Peluang peningkatan kerjasama RI-ROK (Republic of
Korea, nama resmi Korea Selatan) di bidang perdagangan, pasar modal dan
investasi amatlah besar. Banyak potensi yang masih dapat digali.
Kelemahan
utama perekonomian Korea adalah kurangnya tenaga kerja untuk pabrik, dan
karenanya Korea menandatangani kontrak penyediaan blue collar workers (pekerja
kerah biru alias buruh) dengan 15 negara termasuk Indonesia. Saat ini TKI
(Tenaga Kerja Indonesia) di Korsel berjumlah sekitar 38.000 orang, dan mereka
menyumbang devisa per tahunnya cukup lumayan sekitar US$7 juta.
Bagaimana
dengan investasi Korea di Indonesia?
Di Indonesia
ada lebih dari dua ribu perusahaan joint venture (patungan) Korsel. Dari yang
besar seperti POSCO JV dengan Krakatau Steel, pabrik ban Hankook, sampai
industri padat karya seperti tekstil dan sepatu, atau industri kreatif seperti
bioskop dan produksi film. Secara total, Korsel menduduki posisi keempat
sebagai investor terbesar dalam hal realisasi Penanaman Modal Asing (PMA).
Investasi Korsel di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut dari 2010 mencapai
US$8,04 miliar. Total komitmen investasi Korsel di Indonesia pada 2016 juga
naik cukup substansial.
Investasi
tersebut tentunya menyerap cukup banyak tenaga kerja. Belakangan ini bank besar
Korsel juga masuk ke Indonesia. Selain itu, perusahaan Korsel di sektor energi,
infrastruktur, telekomunikasi mencari peluang bisnis di Indonesia dengan
prinsip saling menguntungkan.
Sejauh
mana lesunya perekonomian dunia berdampak pada perdagangan bilateral?
Hehehehe ada
dampaknya lah. Total perdagangan RI-ROK sampai November 2016 turun sekitar 12
persen. Tapi Indonesia tetap surplus sekitar US$1,4 miliar. Ekspor kita ke
Korsel mencapai US$7,5 miliar dan impor sekitar US$ 6,1 miliar.
Bagaimana
potensi pasar Korea Selatan bagi produk-produk Indonesia?
Korsel
setiap tahun mengimpor berbagai produk dari seluruh dunia dengan nilai sekitar
US$500 miliar. Sangat besar. Namun baru sedikit yang dimanfaatkan Indonesia. Misalnya, nilai impor kopi tahun lalu mencapai sekitar US$550 juta, dan porsi
Indonesia hanya sekitar US$10 juta.
Nilai impor
produk perikanan oleh Korea mencapai US$3 miliar, dan porsi Indonesia hanya
sekitar US$50 juta. Di sektor tekstil dan produk tekstil Korea mengimpor cukup
besar dari Indonesia kurang lebih US$700 juta tahun lalu. Namun hal ini
lantaran Indonesia merupakan bagian dari mata rantai produksi perusahaan Korea
di sektor tekstil.
Saat ini
Indonesia menjadi pemasok batu bara top three di Korsel, setelah Australia dan
Rusia. Di Korsel ada proyek pembangkit listrik dengan pelet kayu dan pump
kernel shell sebagai sumber energi yang 100 persen di impor dari Indonesia.
Atase Perdagangan di Seoul punya daftar produk yang diimpor Korea dan yang bisa
dipasok oleh Indonesia. Potensinya luar biasa, namun ada tantangan seperti
struktur harga, waktu pengiriman, dan sebagainya.
Apa saja
hasil kunjungan Presiden Joko Widodo Mei lalu?
Kunjungan
Pak Jokowi di Korsel sukses besar. Gara-gara kunjungan kenegaraan Presiden
Jokowi 15-18 Mei yang lalu itu, di Korsel beberapa akademisi, jurnalis, dan
pengusaha membentuk JoSaMo, yang artinya Jokowi Fans Club yang beranggotakan
sekitar 100 orang Korea.
Di sektor
infrastruktur saat kunjungan Pak Jokowi, pihak Korsel membuat komitmen
investasi senilai US$6,7 miliar, yang mencakup pembangunan Light Rail
Transport di Jakarta, konstruksi pipa gas di Bali dan Palembang, serta proyek
pembangkit listrik.
Berkat
kunjungan Presiden Jokowi, Korsel juga sepakat untuk menjadi mitra akselerasi
industrialisasi dan pengembangan industri kreatif Indonesia. Makanya, kedua
negara menandatangani MoU on Cooperation in the Creative Industries Fields yang
diantaranya menyepakati kerjasama bidang film, fashion, digital contents, dan
broadcasting, termasuk pendirian Korea Creative Content Agency (KOCCA) Office
di Jakarta.
Dua minggu
setelah kunjungan Presiden, Bapak Menteri Pariwisata melakukan follow up antara
lain untuk merealisasi komitmen Korsel untuk investasi di sektor infrastruktur
untuk pariwisata. Pada bulan November, MenPanRB juga datang ke Korsel untuk
mengoperasionalkan komitmen kerja sama di bidang e-government.
Bagaimana
kerja sama transfer teknologi dari Korea Selatan?
Ini maha
penting. Kerjasama Indonesia dengan Korsel tidak hanya sekedar dagang atau
investasi saja, tapi ada faktor lain yaitu kerjasama terkait transfer of
technology (ToT). Kan saat ini Indonesia sedang kerjasama pembuatan kapal selam
dan pesawat tempur dengan Korsel.
Dari tiga
pesanan kapal selam, dua sudah selesai diproduksi di Korsel, dimana beberapa
perwira dan staff Indonesia ikut berpartisipasi. Yang ketiga nantinya sebagian
proses akan dilaksanakan di Indonesia oleh PT. PAL.
Untuk
pesawat tempur, Indonesia melalui PT. Dirgantara Indonesia ikut berpartisipasi
membuat pesawat tempur KFX/IFX yang masuk kategori next generation jet fighter. Tidak semua
negara loh mau kerjasama terkait ToT. Apalagi ini tekait teknologi canggih.
Saya kira faktor ini perlu menjadi perhatian kita bersama untuk mewujudkan
kemandirian Indonesia di bidang industri pertahanan masa depan.
Tempo.co
0 comments:
Post a Comment