Pemimpin
Angkatan Udara Amerika Serikat mengatakan jet tempur F-22 Raptor membuktikan
diirnya memiliki kinerja yang sangat baik dalam serangan bom atas Irak dan
Suriah.
Panglima
Komando Tempur Udara USAF Harbor Jenderal Hawk Carlisle menyebut F-22 merupakan
“quarterback udara” dalam upaya pemboman yang sedang berlangsung terhadap ISIS.
F-22 secara resmi masuk dalam Operasi Resolve Inherent di Irak dan Syria tidak
lama setelah kampanye pemboman dimulai.
Berbicara
pada Air Force Association Annual Air & Space Conference di National Harbor
Jenderal Hawk Carlisle mengatakan kinerja menawan F-22 menggaris bawahi fakta
bahwa Angkatan Udara sebenarnya membutuhkan jet tempur ini dalam jumlah yang
lebih banyak.
“Jika Anda
melihat bagaimana kita menggunakan F-22 hari ini dan bagaimana mereka
dapat digunakan di masa depan, kita tidak memiliki cukup dari mereka,” kata
Carlisle sebagaimana dikutip Scout Warrior Sabtu 7 Januari 2017. “Mereka
melakukan pekerjaan yang luar biasa dan apa yang pilot lakukan adalah hal yang
fenomenal.”
Carlisle
mengatakan Angkatan Udara saat ini memiliki 180 jet tempur F-22 dan USAF akan
jauh lebih kuat jika memiliki lebih banyak dari jet tempur ini.
Dia
mencontohkan pentingnya menjaga kecepatan dengan atau tinggal di garis depan
dari pertempuran di wilayah yang berpotensial sebagai musuh seperti Rusia dan
China yang masing-masing juga mengembangkan fighter siluman.
Carlisle
menyebutkan jet tempur J-20 China dan pesawat siluman T-50 Rusia PAK-FA
membuktikan Angkatan Udara AS akan perlu bekerja keras untuk mempertahankan
keunggulan teknologinya.
F-22 akan
dibutuhkan untuk terbang bersama dan F-35A Joint Strike Fighter yang yang
dijadwalkan mulai beroperasi tahun depan. “Akan ada kombinasi F-22 dan F-35 di
masa depan,” kata Carlisle.
Dengan mengacu
sebagai “quarterback udara,” Carlisle mengarah pada kemampuan sensor F-22,
penargetan, avionik dan teknologi komunikasi yang memungkinkan pesawat untuk
menyampaikan informasi kepada pusat komando dan kontrol dan pesawat tempur lain
lain yang terlibat dalam misi.
Secara
total, Angkatan Udara berencana mengakuisisi lebih dari 1.700 F-35A. Carlisle
menekankan bahwa, di masa depan, teknologi siluman kemungkinan akan
terintegrasi dengan generasi teknologi peperangan elektronik yang dirancang
untuk membantu pesawat untuk lebih menghindari deteksi. Ini
diperlukan karena kecepatan peningkatan teknologi di bidang pertahanan udara
yang dapat semakin mendeteksi pesawat pada rentang yang jauh.
Pertama
beroperasional pada tahun 2005, F-22 adalah pesawat tempur multi-peran yang
dirancang dengan teknologi stealth untuk menghindari deteksi radar musuh dan
kecepatan dapat mencapai 2 Mach yang disebut dengan kemampuan
“super-cruise”.
Supercruise
adalah kemampuan untuk terbang di kecepatan supersonik seperti 1,5 Mach tanpa
perlu afterburner. Hal ini didorong oleh kemampuan dua mesin turbofan Pratt
& Whitney F119-PW-100.
Pesawat ini
memiliki lebar sayap 44 kaki dan take-off berat maksimum lebih dari 83.000
pound. Sensor F-22 direkayasa untuk mendeteksi pesawat musuh pada jarak yang lebih
jauh dari pesawat lain dengan menggunakan kombinasi sensor dan radar
penerima peringatan.
Pesawat
tempur dibangun untuk misi udara ke udara dan serangan darat. Pesawat membawa
beberapa senjata di antaranya GBU-32 Joint Direct Attack Munitions, atau JDAM,
AIM-120 (Advanced Medium Range Air-to-Air Missile) dan AIM-9 Sidewinder untuk
pertempuran udara ke udara jarak pendek.
0 comments:
Post a Comment