Turki sebagai anggota NATO sedang dalam pembicaraan dengan Rusia untuk membeli sistem rudal pertahanan udara canggih jarak jauh S-400. Sebelumnya, Ankara mundur dari kesepakatan serupa dengan China, karena keengganan Beijing untuk mentransfer teknologi (ToT).
Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik mengonfirmasi negosisasi tersebut, Jumat (18/11/2016), yang menyatakan sikap Rusia positif terhadap potensi kesepakatan itu.
Sebelumnya, Wakil Menteri Industri Pertahanan Turki Ismail Demir mengatakan bahwa Turki siap mengembangkan kapabilitas pertahanan udara jarak jauhnya dengan bantuan “pihak mana pun yang tertarik”, termasuk Rusia dan China.
“Kami telah memperjelas bahwa kami akan bekerja sama dengan negara dan perusahaan yang dapat memberikan dukungan kepada kami dalam proses ini. Kami telah mengatakan, pintu kami terbuka dan kami ingin bekerja sama,” kata Demir seperti dikutip dari Hurriyet Daily.
Turki siap merogoh 3,4 miliar dolar AS (sekitar 4,5 triliun rupiah) untuk mengembangkan pelindung anti-rudal jarak jauh domestik. Penawaran yang dibuka tahun 2013 tersebut dan melibatkan sistem S-400 Rusia, Patriot PAC-3 buatan AS, SAMP/T Aster 30 buatan Eropa, serta sistem FD-2000 buatan China itu kemudian dimenangkan oleh China.
Kesepakatan tersebut menarik perhatian para negara anggota NATO lain terkait berkaitan dengan isu kesesuaian dan potensi percabangan atas kontribusi Turki kepada sekutu. Namun, kontrak dibatalkan pada 2015 karena kabarnya Turki dan China tidak dapat menyepakati pengiriman teknologi, yang menurut Turki merupakan hal krusial dalam memiliki industri pertahanan domestik yang dapat melayani seluruh kebutuhan nasional secara independen dari negara asing.
Beberapa analis pertahanan melihat kesepakatan China sebagai cara Turki untuk mendapat posisi yang lebih menguntungkan dalam negosiasi dengan pemasok dari Eropa dan Amerika. “Mengharapkan sebuah negara yang mengandalkan lebih dari sebagian data radarnya pada NATO untuk berinvestasi miliaran pada sistem pertahanan rudal yang tidak sesuai dengan infrastruktur ini tidak masuk akal,” tulis peneliti Mustafa Kibaroglu dan Selim Razak dalam DefenseOne.com.
Minimnya jumlah perangkat berat yang dimiliki membuat Turki bergantung pada anggota NATO lain untuk perlindungan antimisil. Pada Agusutus 2015, Turki tidak menyetujui keputusan AS yang menarik rudal Patriot dari perbatasan Turki di Suriah, yang telah ditempatkan sejak 2013 untuk melindungi Turki dari kemungkinan serangan lintas perbatasan.
Sementara, Washington membantah spekulasi bahwa tindakan tersebut merupakan pembalasan atas serangan Turki terhadap pasukan militan Kurdi di Irak, yang merupakan dan terus menjadi sekutu Amerika dalam perang tersebut melawan kelompok teroris ISIS. Berita tersebut tersebar dua minggu setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan kembali mengadakan pembicaraan dengan China terkait kesepakatan pertahanan misil selama kunjungan di Beijing.
S-400 Triumph merupakan sistem rudal anti-pesawat jarak jauh terbaru milik Rusia yang dirancang untuk menghancurkan pesawat, kapal penjelajah, dan rudal balistik, termasuk rudal jarak menengah. Sistem ini juga dapat digunakan untuk melawan serangan darat dan dilaporkan dapat membawa tiga jenis rudal. Senjata ini sangat diminati secara global, termasuk oleh negara-negara Asia, seperti India dan Vietnam.
0 comments:
Post a Comment