Pada Sabtu 31 Desember 2016, Irak memperingati tahun kelima penarikan pasukan Amerika yang mengakhiri pendudukan Amerika Serikat di Negara tersebut.
Awalnya, Washington menyebut kampanye Irak sebagai ‘mengejutkan dan mengagumkan dan mengakhiri era kediktatoran dan menuju era demokrasi. Namun perang yang disebut Amerika sebagai Operation Iraqi Freedom, atau Operasi Pembebasan Irak dan oleh Baghdad disebut sebagai Perang Harb al-Havasim (“Decisive War”) pada akhirnya meninggalkan luka yang entah sampai kapan akan sembuh.
Irak tumbuh menjadi Negara yang sangat labil dengan potensi konflik yang tinggi. Hanya berselang beberapa tahun, Irak kembali berdarah-darah dengan sapuan ISIS yang diikuti kampanye udara koalisi yang dipimpin Amerika Serikat. Irak belum lepas dari perang dan masih berada di tepi jurang yang akan menjatuhkannya ke jurang Negara gagal seperti Libya.
Washington telah menggunakan dalih bahwa Sadam Husein memiliki senjata pemusnah missal untuk melakukan invansi. Sampai perang berakhir tidak pernah ada bukti tuduhan itu nyata.
Persiapan politik dan diplomatik untuk perang dimulai pada 30 Januari 2002, ketika Presiden Amerika Serikat George W. Bush menggunakan istilah “poros kejahatan” atau ‘Poros Setan’ untuk pertama kalinya dalam pidatonya. Irak termasuk dalam “poros” itu bersama dengan Korea Utara dan Iran.
Pada bulan Februari 2002, Menteri Luar Negeri AS Colin Powell pertama berbicara tentang kemungkinan “perubahan rezim” di Irak.
Pada tanggal 12 September, Bush mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa Saddam Hussein menimbulkan “bahaya serius,” dan memperingatkan perang segera dikobarkan jika Baghdad menolak untuk mematuhi permintaan PBB untuk melucuti senjata pemusnah missal mereka.
Pada tanggal 17 Oktober 2002, Senat AS resmi menaikkan belanja militer terbesar dalam dua decade terakhir dari US$37,5 miliar menjadi US$355,1 miliar. Sebelum itu, Bush menandatangani resolusi otorisasi penggunaan kekuatan terhadap pemimpin Irak.
Pada tanggal 28 Januari 2003, Presiden Bush menyampaikan pidato, bersumpah untuk membuktikan bahwa Baghdad menyembunyikan senjata kimia. Dia menawarkan untuk memimpin koalisi anti-Irak dalam peristiwa konflik militer.
Pada tanggal 19 Maret 2003 malam, pasukan AS dan Inggris melancarkan operasi militer bersama terhadap Irak, tanpa sanksi PBB. Komando dan kontrol serangan itu dilakukan oleh Komando Pusat AS, CENTCOM, yang berkantor pusat di MacDill Air Force Base, di Tampa, Florida.
Kekuatan gabungan Amerika dan Inggris yang terdiri dari 280.000 personel yang berbasis di Teluk Persia, terlibat dalam operasi itu. Koalisi Angkatan Udara memiliki lebih dari 700 pesawat tempur. Pasukan koalisi darat membawa lebih dari 800 tank US M1 Abrams, sekitar 120 tank UK Challenger, lebih dari 600 kendaraan tempur lapis baja M2 / M3 Amerika dan sekitar 150 kendaraan tempur infanteri Inggris.
Angkatan bersenjata Irak memiliki 389.000 tentara, 40.000 sampai 60.000 paramiliter dan polisi, dan 650.000 pasukan cadangan. Mereka memiliki sekitar 2.500 tank yang sebagian besar sudah usang, sekitar 1.500 kendaraan tempur infanteri BMP1 dan BMP2 dan sekitar 2.000 sistem artileri kaliber di atas 100mm.
Irak juga memiliki sekitar 300 pesawat tempur, sebagian besar adalah F1EQs Mirage Prancis dan MiG yang dirancang Soviet, 100 helikopter tempur dan sekitar 300 helikopter transportasi.
Pada tanggal 19 Maret, koalisi pimpinan AS memasuki zona demiliterisasi di perbatasan antara Kuwait dan Irak. Presiden Bush memerintahkan dimulainya serangan militer terhadap Irak. Operasi dimulai keesokan harinya dengan serangan rudal jelajah presisi dipandu yang diluncurkan dari laut, dan rudal udara ke permukaan yang menyasar target-target militer Irak dan gedung-gedung pemerintah di Baghdad.
Pasukan Amerika menggunakan kekuatan artileri besar-besaran di perbatasan Kuwait-Irak. expeditionary units Marinir dan the 3rd Motor Rifle Division menyeberangi perbatasan Irak-Kuwait dan memulai operasi darat.
Pada tanggal 20 Maret, Presiden Bush berpidato mengumumkan dimulainya operasi militer terhadap Irak. Amerika Serikat menyatakan bahwa keputusan untuk menggunakan kekuatan militer terhadap Irak didukung oleh 45 negara, 15 di antaranya tidak menyatakan dukungan mereka secara resmi tapi siap untuk memberikan wilayah udara mereka untuk serangan terhadap Irak.
Pada tanggal 5 April, pasukan koalisi maju di kompleks gedung pemerintah di Baghdad. Di tenggara, pasukan menyerang dan merebut Basra dan kota Karbala, 60 mil barat daya Baghdad. Kedua wilayah penting ini sepenuhnya di bawah kontrol.
Pada tanggal 9 April, pasukan koalisi menyerbu Baghdad dan melanjutkan untuk merebut kota utama Irak lainnya, termasuk Kirkuk pada tanggal 10 April dan Mosul sehari setelahnya.
Pada tanggal 14 April 2003, fase operasi militer berakhir dengan ditangakpanya Sadam Hussein di Tikrit. Tahap operasi berlangsung hanya 26 hari.
Pada tanggal 1 Mei 2003, Bush mengumumkan akhir dari serangan militer dan awal pendudukan militer. Dengan kata lain kehancuran angkatan bersenjata Irak dan menangkap Hussein hanya awal dari konflik panjang berlarut-larut.
Setelah tahun 2003, Irak tersapu oleh gelombang kekerasan agama yang merenggut nyawa puluhan ribu korban yang tidak bersalah.
Pada bulan November 2008, pemerintah Irak dan parlemen menyetujui kesepakatan tentang penarikan pasukan AS dari Irak dan regulasi kehadiran sementara mereka di wilayahnya.
Mulai di musim dingin 2009, 90.000 prajurit AS ditarik dari negara itu setelah Barack Obama menjadi presiden AS. Hingga 31 Agustus 2010, Washington memiliki kurang dari 50.000 prajurit yang ditempatkan di sana.
Pada tanggal 31 Agustus 2010, Presiden Obama mengumumkan secara resmi akhir Operasi Kebebasan Irak.
Pada tanggal 15 Desember 2011, upacara resmi penarikan pasukan AS dari Irak dilakukan dan secara formal mengakhiri perang. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta menurunkan bendera kontingen militer AS di Irak, melambangkan selesainya misi.
Pada tanggal 18 Desember 2011, konvoi terakhir pasukan AS meninggalkan Irak. Hingga 49 negara berpartisipasi dalam operasi ini pada waktu yang berbeda.
Selain pasukan AS, kontingen terbesar disediakan oleh Inggris (hingga 45.000 tentara), Italia (hingga 3.200), Polandia (hingga 2.500), Georgia (hingga 2.000), dan Australia (hingga 2.000).
Sekitar 170.000 tentara AS dikerahkan ke Irak pada puncak perang. Sebanyak 4.800 pasukan koalisi menjadi korban di mana lebih dari 4.400 adalah prajurit AS.
Ada laporan yang bertentangan mengenai jumlah korban di pihak Irak. Laporan media AS telah menyebut korban antara 100.000 sampai 300.000 kematian, termasuk warga sipil, sementara Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan antara 150.000 dan 223.000 warga Irak tewas selama periode 2003-2006 saja.
Lantas apa hasil dari begitu banyak korban dan perang berkepanjangan?. Tidak ada, kecuali Irak yang semakin terpuruk dan Timur Tengah yang semakin terkoyak-koyak. Inikah yang disebut pembebasan?
0 comments:
Post a Comment