Sunday, 15 January 2017

Tanpa F-16 Baru, Mampukah Pakistan Melawan Rafale India?


Jet tempur Rafale yang dijual Prancis ke India tidak hanya menjadi game changer dalam keseimbangan kekuatan Asia Selatan, namun ditambah dengan keputusan Amerika Serikat untuk memotong bantuan militer ke Pakistan menjadikan Rafale akan sangat sulit untuk dihadapi oleh Pakistan.

India dan Prancis telah sepakat tentang penjualan 36 jet tempur multirole Rafale dengan harga US$8,8 miliar. Pengiriman pesawat pertama diharapkan pada tahun depan. Kesepakatan pertahanan baru ini menjadi terobosan dalam hubungan pertahanan India dan Prancis.

Terlepas dari kerjasama New Delhi-Paris untuk memproduksi enam kapal selam Scorpene, dari tahun 2000 ke tahun 2015, Prancis menjual peralatan militer ke India senilai US$715 juta. Jumlah ini masih ada di bawah senjata Prancis yang dibeli Pakistan senilai US$966 juta.

Tetapi data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan antara 2011 dan 2015, Islamabad hanya menerima pasokan senjata dari Prancis senilai US$24 juta. Hal ini menjai sinyal pergeseran bisnis produsen pertahanan Prancis dari Islamabad ke Delhi. Perancis sangat hati-hati memilih India dibanding Pakistan untuk melakukan bisnis di sektor pertahanan.


Pesawat tempur Rafale yang berkemampuan nuklir dapat membawa rudal udara ke udara Meteor dengan jangkauan 150 km dan rudal jelajah udara ke darat Scalp dengan rentang 300 km. Para ahli melihat kemampuan Rafale ini jauh di depan dari setiap jet yang dimiliki Angkatan Udara Pakistan dan Cina. Pesawat memiliki keunggulan 30 tahun lebih dibandingkan F-16 tua Pakistan.

Angkatan Udara India dapat menyebarkan dalam jumlah besar jet tempur paling ampuh yang lain yakni Sukhoi 30-MKI untuk menantang F-16 Pakistan yang berusia 30 tahun.

Jet tempur Rafale akan dimodifikasi dengan sensor berteknologi tinggi Israel, radar dan cockpits untuk memenuhi tuntutan spesifik India. Sebagai bagian dari kesepakatan, Dassault akan menyediakan paket senjata dan menginvestasikan kembali 50% dari nilai kontrak di India.

Pakistan semakin tertinggal terlalu jauh di belakang dalam bidang ekonomi dan militer. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Pakistan telah menekankan bahwa angkatan udara harus mempensiunkan 190 pesawat pada tahun 2020. Ini akan memaksa Islamabad untuk membeli pesawat tempur baru, jika ingin mempertahankan tingkat saat ini yakni antara 350-400 pesawat dan mencoba untuk mengejar ketinggalan dengan India.

Dengan upaya yang konsisten PM Modi, Senat AS telah memblokir kesepakatan pembelian delapan pesawat tempur F-16 Block-52 oleh Pakistan pada bulan Mei dan menolak bantuan keuangan ke Islamabad sebesar US$300 juta pada bulan Agustus. Modi telah meyakinkan ke banyak anggota Kongres di Capitol Hill untuk berpikir bahwa Islamabad adalah sekutu yang tidak dapat diandalkan dalam perang melawan teror.

Tanpa F-16 buatan AS dan tidak ada bantuan keuangan dari Washington, Pakistan harus mengubah arah baik ke Rusia untuk membeli Sukhoi Su-35 atau ke Cina untuk mendapatkan pesawat tempur siluman yang J-20 (yang masih dalam pengembangan) untuk melawan Angkatan Udara India.

Tapi untuk negara seperti Pakistan yang tidak memiliki ekonomi tinggi, memesan jet tempur baru bermesin ganda dengan harga dan operasional mahal tampaknya sulit untuk dilakukan.

Hal ini menjelaskan mengapa Angkatan Udara Pakistan tidak memiliki satupun jet tempur bermesin ganda, sedangkan India lebih suka menggunakan jet tempur dua mesin, terlepas dari biaya yang tinggi.

Kemungkinan kedua untuk Islamabad akan mendapatkan F-16 bekas dari negara-negara dunia ketiga untuk menebus kekurangan pesawat akibat harus dipensiun.

Prancis bisa menjadi pilihan lain untuk Pakistan, tetapi apakah Paris akan berani menekan kontrak dengan Pakistan yang akan membahayakan kesepakatan dengan New Delhi?. Islamabad benar-benar akan kesulitan untuk menghadapi Rafale.

0 comments:

Post a Comment