Tuesday, 21 March 2017

Apakah Mungkin Membangun Pesawat Bertenaga Nuklir?


Kapal selam bertenaga nuklir sudah ada sejak lama. Demikian juga kapal permukaan seperti kapal induk, telah menggunakan nuklir sebagai sumber tenaga mereka. Sebuah lompatan teknologi yang meski berisiko tetapi terbukti sangat efektif.

Pertanyaannya, ketika nuklir sudah bisa digunakan kenapa sampai saat ini tidak ada pesawat yang berani menggunakan energi nuklir?. Hampir semua pesawat, masih menggunakan bahan bakar konvensional yakni bahan bakar minyak. Ada sebagian kecil yang mulai menggembangkan dengan bahan bakar matahari dan baterai.

Sebenarnya Rusia dan AS pernah mengembangkan proyek penggunaan nuklir sebagai sumber energi pesawat selama setidaknya dua dekade. Tetapi konsep tidak pernah berkembang melampaui beberapa uji coba.

Hingga kemudian Lockheed Martin Skunk Works mengklaim telah mampu membuat teknologi nuklir yang bisa digunakan pada pesawat dan kapal hingga tidak perlu mengisi bahan bakar dalam waktu 10 tahun.

Ledakan dahsyat bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki telah mengalihkan perhatian banyak ahli militer untuk secara khusus mengembangkan kekuatan tanpa batas ini. Yang muncul kemudian sejumlah kapal selam nuklir yang mampu teredam berbulan-bulan tanpa harus muncul ke permukaan. Teknologi itu menjadi salah satu ciri yang mendominasi pada era perang dingin.

SOVIET & AS SAMA-SAMA GAGAL


Perang Dingin juga mendorong Rusia dan Amerika mulai memikirkan untuk bagaimana menggunakan nuklir dalam pesawat terbang. Pada tahun 1946, Angkatan Udara AS meluncurkan proyek Nuclear Energy for the Propulsion of Aircraft (NEPA) untuk melakukan studi pendahuluan pada kelayakan pesawat bertenaga nuklir.

Dari proyek ini kemudian muncul proyek lanjutan yang disebut Aircraft Nuclear Propulsion (ANP) pada 1951 dengan menggunakan sedikit cair berbahan bakar reaktor untuk mencapai durasi yang dibutuhkan, secara teoritis sampai tiga minggu dalam format yang kompak.

Reaktor diuji coba dengan dua desain mesin yang berbeda yakni GE X-39 General Electric dan Pratt & Whitney mesin J47. Hasilnya bisa saja nuklir dijadikan sebagai penggerak mesin. Namun kemudian ANP dihentikan pada tahun 1961.

Uni Soviet pada tahun 1961 juga meminta Tupolev dan Myasishchev untuk melakukan upaya ini. Hasil tertingginya adalah reaktor VVRL-100 yang diletakkan di bomber Tu-95M yang kemudian melahirkan Tu-95LAL (Letayushchaya Atomnaya LABORATORIYA). Pesawat tes ini terbang lebih dari 40 misi, tetapi hanya sedikit dengan reaktor dihidupkan, sebagai tujuan utamanya adalah untuk menguji perisai radiasi. Pada 1960 program ini juga dihentikan.

Alasannya adalah risiko yang sangat tinggi. Tidak hanya pada awak yang menerbangkan pesawat, tetapi ketika pesawat itu ditembak jatuh dan menyebarkan radioaktif, tentu akan menjadi malapetaka yang sangat mengerikan. Hingga kemudian Soviet dan Amerika tahu diri untuk menghentikan program tersebut.

MEMBANGUNKAN AMBISI LAMA


Dalam beberapa dekade terakhir, prospek fusi nuklir sebagai sumber energi telah terbukti sebagai alternatif yang menarik karena lebih efisien, tidak menimbulkan limbah nuklir untuk dibuang, dan bahan bakar dapat dengan mudah didaur ulang.

Namun, setiap pengumuman pada teknologi, baik dari perguruan tinggi top atau ilmuwan kamar tidur, selalu menempatkan versi bisa digunakan yang menggoda “20 tahun lagi”, tampaknya target yang bergerak.

Tapi ketika sayap penelitian dari kontraktor militer yang didirikan, dalam hal ini Lockheed Martin Skunk Works, mengumumkan bahwa mereka telah bekerja pada sebuah reaktor fusi selama beberapa tahun dan bertujuan untuk membuat prototipe yang mampu menjalankan pengapian dalam waktu lima tahun, dunia kemudian terhenyak.

Fusi terjadi ketika dua inti atom bertabrakan untuk membuat inti tunggal yang lebih berat, melepaskan sebanyak empat kali lebih banyak energi dibanding reaksi fisi.

“high beta concept” compact fusion reactor (CFR) Lockheed menggunakan versi magnetik kurungan fusi, seperti International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER) yang berlangsung di Perancis. Namun, sementara ‘doughnut’ berbentuk tokamak, sedang ITER akan memiliki diameter 16 m, Lockheed mengklaim solusinya menggunakan “fraksi tinggi tekanan medan magnet”. Dalam istilah praktis, yang berarti CFR akan dapat masuk di bagian belakang truk atau dalam pesawat angkut militer.

Seperti pendahulunya fisi, CFR bertindak sebagai sumber panas, dengan suhu mencapai ratusan juta derajat, yang melepaskan secara terkontrol untuk generator turbin yang dilengkapi dengan penukar panas di tempat ruang bakar.

Lockheed kini mencari mitra industri dan akademik untuk membawa program begerak lebih maju untuk menghasilan prototype. Meski banyak pihak masih menanggapi dengan sinis program tersebut. Tetapi sebagian lain juga melihat bahwa penggunaan nuklir sebagai energi jelas sebuah keniscayaan. Ketika kapal selam bisa aman menggunakan nuklir, kenapa pesawat tidak?


0 comments:

Post a Comment