Angkatan
Udara Amerika Serikat selama ini mengandalkan keunggulan teknologi untuk mendominasi
perang. Melawan musuh konvensional, paradigma ini terbukti sangat efektif.
Tetapi
pertanyaannya akan sampai kapan AS bisa mempertahankan keunggulan semacam ini?.
Banyak orang melihat dalam hal tekonologi AS mengalami jeda terutama dalam
platform penerbangan taktis.
Keunggulan
penerbangan AS saat ini besar dengan didasarkan pada teknologi yang berkembang
pada dekade akhir dari Perang Dingin. Sejak konflik idiologi itu berakhir,
teknologi penerbangan seperti mencapai titik tertinggi. Satu-satunya kemampuan
besar yang dilahirkan adalah F-22 Raptor yang kemudian diikuti oleh F-35 yang
sejatinya secara teknologi juga tidak jauh berbeda dengan Raptor.
Di sisi lain
lingkungan geopolitik dalam dua dekade terakhir mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Sejak tahun 1980 AS seperti tidak memiliki pesaing dalam
pembangunan kekuatan udara semenjak runtuhnya Soviet.
Setelah itu
AS lebih berkonsentrasi pada pengembangan sistem kontrol, komputer, komunikasi,
intelijen, pengawasan dan pengintaian dan sistem drone. Tetapi lingkungan
geopolitik dan operasional ini agak permisif sehingga tidak mungkin untuk
melanjutkan.
Letnan
Kolonel Thomas R. McCabe, Pensiunan USAFR dalam artikel di Air and Space Power
Journal menulis Amerika masih menghadapi ancaman dari berbagai kekacauan di
berbagai tempat serta perkembangan cepat dari China dan kebangkitan Rusia.
Korea Utara, Iran dan kelompok garis keras yang dikenal anti AS juga masih akan
terus membuat AS sibuk entah sampai kapan.
Secara
khusus strategi antiaccess/area denial strategy
dimaksudkan untuk mengalahkan kemampuan AS dalam upaya memproyeksikan kekuatan
di pasifik Barat. Negara ini telah membuat langkah besar dalam membangun
kekuatan yang diperlukan untuk strategi tersebut. Selain itu, China juga telah
membuat sejumlah kejutan dalam teknologi kedirgantaraannya.
Ketika pihak
yang berpotensi memiliki lompatan teknologi besar maka ini akan menjadi masalah
ketika seperti yang disebutkan sebelumnya AS mengalami staganasi teknologi
terutama dalam hal pesawat taktis berawak. Hanya sebagian kecil dari konsep
penelitian Angkatan Udara berurusan dengan teknologi pesawat yang sebenarnya.
Sebaliknya,
mereka lebih berkonsentrasi terutama pada pengembangan aplikasi komputer untuk
melakukan pekerjaan degan lebih cepat, lebih murah, dan dengan sedikit
manpower.
Kebanyakan
penelitian saat di pesawat taktis berawak berkonsentrasi pada penambahan
jumlah, pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kemampuan. Pengadaan pesawat
taktis berawak untuk setidaknya 20 tahun ke depan hampir akan sama dengan apa
yang terjadi saat ini.
Angkatan
Laut mengahadapi situasi setali tiga uang. Layanan ini bekerja keras pada
pengembangan pesawat tanpa awak jarak jauh. Sementara untuk pesawat berawak
mereka tidak akan ada pilihan lain kecuali F-35. Pesawat yang sangat terlambat
pengembangannya dan berpotensi untuk dikejar secara teknologi.
McCabe
menyebut AS harus mengakui bahwa dalam pengembangan pesawat tempur taktis,
meskipun belum sampai tetapi sedang mendekati batas dari teknologi pesawat. AS
akan sulit untuk berkembang ke tingkat selanjutnya karena memang ada limit yang
sudah begitu dekat.
Tak satu pun
terobosan menurut McCabe yang bisa
dilakukan kecuali dengan melakukan upgrade dari teknologi yang telah ada. Pada
titik ini, satu-satunya pengecualian jelas adalah radar active electronically
scanned array (AESA) dan pengembangan senjata microwave.
Menurut
McCabe AS harus kembali menyirami pohon penelitian untuk membuka kemampuan
melihat teknologi masa depan. Misalnya pada saat ini Angkatan Udara dan Defense Advanced Research
Projects Agency (DARPA) tampaknya memiliki program yang cukup koheren untuk
hypersonics (penerbangan di atas Mach 5).
Namun, fokus
langsung pada rudal taktis daripada memikirkan kendaraan hipersonik yang bisa
digunakan kembali semacam pesawat. Seharusnya, menurut McCabe AS lebih fokus
pada pesawat hipersonik daripada rudal
hipersonik karena negara lain juga telah melangkah jauh pada rudal
tersebut McCabe hanya ingin mengatakan AS seharusnya berada dua langkah di
depan dalam pengembangan.
MASALAH RUDAL JARAK JAUH
Dalam hal rudal jarak jauh China dilaporkan telah
mampu membuat senjata jenis ini yang akan mampu menyaingi AS. Ini akan membawa
implikasi serius pada jet tempur F-35 yang akan mengandalkan pertarungan jarak
jauh.
Sementara
Rusia juga mulai menyebarkan rudal R-37 / AA-X-13 yang beberapa sumber mampu
mencetak hits pada jarak 150 mil dan
dilesatkan dari upgrade MiG-31BM.
Selain itu,
Rusia mengatakan bahwa varian rudal ini juga dapat dipasang di pesawat lain
seperti Su-35 dan T-50 yang semakin mendekati garis produksi. Yang lebih harus
diperhatikan adalah Rusia telah memiliki R-172 / K-100 yang dilaporkan mampu
melesat dalam rentang 200 nm lebih.
Jika
diproduksi rudal ini bisa dipasang di pesawat dari keluarga Su-27. Senjata
dengan jangkauan sangat jauh ini akan menjadi ancaman bagi pesawat AS. Apalagi
untuk pesawat tanker dan AWACS.
Sementara di
pihak AS, selain versi terbaru dari rudal udara ke udara jarak menengah canggih
jarak menengah (AMRAAM), AIM-120D yang dilaporkan memiliki jangkauan 50 persen
lebih besar dari AMRAAM sebelumnya atau meningkat sekitar 97 nm, AS tidak
memiliki persedian AAM atau yang ada dalam prospek pengembangan. Rudal Phoenix
Angkatan Laut yang menjadi andalan F-14 telah lama berlalu.
Rudal
generasi masa depan yang disebut dengan Missile/Joint Dual Role Air Dominance
Missile dikembangkan untuk menggantikan AMRAAM (dan rudal antiradiasi kecepatan
tinggi AGM-88), dilaporkan dibatalkan pada tahun 2012 karena alasan
keterjangkauan meskipun beberapa sumber berspekulasi sebenarnya pekerjaan ini
terus dilakukan secara rahaisa. McCabe menekankan AS harus benar-benar serius
dalam memikirkan hal ini.
Raytheon
juga disebut sedang mengembangkan versi extended-range dari AMRAAM untuk
peluncur permukaan (yang dikenal dengan AMRAAM-ER) yang menurut McCabe harus
dipertimbangkan memodifikasi untuk target sangat dekat.
Amerika
harus menghidupkan kembali rudal versi Network Centric Airborne Defense Element
(NCADE) sebagai alternatif rudal jarak panjang yang dimaksudkan untuk
peningkatan kemampuan pencegatan rudal balistik yang menggunakan kerangka rudal
AMRAAM dengan roket canggih dan pencari inframerah. Dari pengujian awal
menggunakan AIM-9X hal itu jelas berhasil, tetapi kemudian tidak dimasukkan
dalam anggaran untuk tahun 2013.
McCabe juga
melihat perlunya fitur tambahan untuk meningkatkan kemampuan rudal dengan
menempatkan sebuah radar AESA pada AMRAAM, seperti yang dilakukan Jepang pada rudal
AAM-4B milik mereka atau Inggris pada rudal Meteor jika penambahan ini secara
teknis mungkin.
AAM-4
sedikit lebih besar dari AIM-120 sehingga mampu membawa antena yang lebih
besar. Sebuah radar AESA akan meningkatkan jangkauan di mana radar aktif pada
rudal akan secara mandiri dapat melacak target.
BAHAN BAKAR BARU
Untuk
memperluas jangkauan pesawat, kuncinya adalah ada di bahan bakar baik dengan
kepadatan energi yang lebih tinggi per volume, yang akan menghasilkan rentang
yang lebih jauh.
Laporan
fragmentaris menunjukkan bahwa selama Perang Dingin, Soviet dikabarkan
mengembangkan dan menggunakan bahan bakar dengan kepadatan energi yang lebih
tinggi per volume dibanding bahan bakar yang digunakan Barat. Hal ini
menjadikan jangkauan pesawat mereka lebih jauh dibandingkan milik AS. Namun
sejauh ini laporan tersebut belum pernah terkonfirmasi.
Baru-baru
ini, AS telah meneliti bahan bakar yang disebut JP-900 untuk dua alasan utama
yakni sebagai alternatif untuk bahan bakar yang dihasilkan dari minyak bumi dan
sebagai bahan bakar yang memiliki toleransi panas yang lebih tinggi daripada
yang digunakan saat ini.
Penelitian
telah mengkonfirmasi bahwa JP-900 juga memiliki kepadatan energi sedikit lebih
tinggi daripada bahan bakar jet yang digunakan saat ini. Namun, kepadatan
energi yang lebih tinggi tampaknya hanya menjadi pertimbangan sekunder dalam
penelitian.
Menurut McCabe
yang pernah menjabat sebagai seorang analis untuk Departemen Pertahanan AS
dengan fokus pada analis penerbangan militer Rusia ini mengatakan Departemen
Pertahanan seharusnya membuat bahan bakar baru ini sebagai pertimbangan utama
penelitian untuk menemukan bahan bakar baru yang lebih powerfull tetapi secara
volume tidak lebih berat sehingga tidak mengganggu kemampuan pesawat.
0 comments:
Post a Comment