Menurut
Anda, bagaimana pertempuran udara di masa depan?. Pesawat nirawak (UAV) saling
berhadap-hadapan, saling kunci dan berusaha menjatuhkan, dikendalikan ratusan
kilometer jauhnya oleh awak yang mungkin mengendalikan UAV-nya sambil
bersantai?
Mungkin ini
akan terjadi dalam 10 tahun mendatang, akan tetapi Departemen Pertahanan AS
punya ide yang lebih baik, daripada satu lawan satu, lebih baik keroyok saja
musuh, pasti kita akan lebih unggul!
Ide inilah
yang mendasari proyek Gremlin yang digagas oleh DARPA (US Defense Department’s
Advanced Research Program Agency). Proyek Gremlin akan menggagas satu kumpulan
UAS (Unmanned Aircraft Systems) yang dapat dioperasikan jarak jauh.
Tujuannya,
UAS ini akan beroperasi di area yang rawan terhadap sistem pertahanan musuh
dengan radar yang sensitif, atau wilayah dalam gangguan elektromagnetik yang
tinggi.
UAS tersebut
akan dibawa oleh sebuah pesawat induk, diluncurkan di tengah penerbangan, dan
bisa kembali ke pesawat induk apabila sudah kehabisan bahan bakar.
Platform
pembawanya beraneka ragam, mulai dari MC-130, B-52, F-15E, dan pesawat lainnya
yang sudah dimodifikasi dengan memadai.
Awak
pengendali UAS akan ikut terbang dengan pesawat induknya. Ia akan
mengoperasikan kumpulan UAS itu dengan sistem kendali tunggal dari jarak aman.
Dengan desain ini, dibutuhkan lebih sedikit awak untuk melaksanakan misi, dan
tentu saja lebih aman.
UAS-UAS yang
dioperasikan akan memiliki kecerdasan artifisial untuk saling mengenali satu
sama lain, berbagi informasi dengan sistem datalink, menetapkan prioritas misi
dan UAS mana yang akan melaksanakannya.
Sistem
pengoperasian multi UAS tersebut dikembangkan dalam proyek CODE (Collaborative
Operations in Denied Environment). Sejauh ini, proyek CODE sudah melalui Fase I
dimana simulasi operasi berhasil didemonstrasikan.
Selain itu
pengembangan teknologi pendukungnya yang dilakukan oleh enam perusahaan
sekaligus.
Untuk
platform UAS, DARPA minggu lalu menunjuk dua tim dari Dynetics dan General
Atomics Aeronautical Systems. Masing-masing diberikan anggaran senilai US$21
Juta untuk membuat UAS yang sesuai untuk program Gremlin.
Mereka juga
bertugas mengintegrasikan teknologi yang sudah dibuat di Fase I ke dalam UAS.
General Atomics berpengalaman membuat UAV seperti MQ-9 Reaper, sementara di
belakang Dynetics ada Sierra Nevada Corporation, Applied Systems Engineering,
Moog, dan Systima.
UAS yang
dibuat akan mampu membawa beragam muatan, mulai dari sensor elektro-optik,
radar, dan bahkan senjata seperti SDB (Small Diameter Bomb).
Tak menutup
kemungkinan bahwa UAS yang dikembangkan bisa dijadikan platform rudal jelajah
pintar yang dikendalikan oleh manusia (man in the loop) untuk memastikan
sasaran sebelum perkenaan.
Apabila fase
kedua ini berhasil, maka fase ketiga akan dilanjutkan dengan pengembangan
teknologi penuh dan uji terbang Gremlin.
Fase ini
juga mencakup peluncuran dan juga pendaratan UAS-UAS tersebut ke platform
pembawanya. Untuk tahap ujicoba, UAS akan dibawa dengan pesawat C-130 yang
dimodifikasi.
UAS-UAS
tersebut diharapkan hanya memiliki waktu turnaround yang rendah, cukup 24 jam
masa persiapan dan perawatan sebelum diterbangkan kembali untuk misi
berikutnya. Apabila lancar, maka diharapkan fase ketiga sudah dapat mulai
dijalankan pada tahun 2019.
Faktor lain
yang diharapkan akan membawa proyek Gremlin ke tahap operasional adalah
biayanya yang rendah.
UAS untuk
proyek ini didesain untuk bisa dipakai selama 20 kali pakai, sebelum diganti
dengan UAS yang lebih baru. Material pembuatan untuk UAS-UAS ini akan
memanfaatkan material komposit yang ringan sehingga biaya pembuatannya pun juga
akan murah.
Sejauh ini
mock up UAS yang dipamerkan oleh General Atomics menggunakan sistem propulsi
jet mini, dengan desain silindris mirip dengan rudal jelajah.
0 comments:
Post a Comment