Seperti ditulis sebelumnya Taiwan menginginkan untuk memiliki pesawat
tempur dengan kemampuan lepas landas pendek dan mendarat vertikal atau short
take-off and vertical landing (STOVL) seperti F-35B. Taiwan memang sejak lama
menginginkan pesawat ini.
Karena AS tidak memenuhi keinginan Taiwan bahkan sempat muncul kabar
negara ini akan mengembangkan sendiri pesawat dengan teknologi rumit tersebut.
Caranya dengan akan membeli jet tempur AV-8B Harrier bekas milik Korps Marinir
Amerika untuk dijadikan dasar penguasaan teknologi.
Sebelum Taiwan, China juga sempat dikabarkan akan membangun pesawat
dengan kemampuan yang sama. Sebuah pesawat yang sebenarnya memiliki sejarah
hitam dalam jalur pengembangannya.
China pada sekitar September 2015
dilaporkan tengah bekerja untuk membangun pesawat yang bisa lepas landas dengan melompat
tersebut. Pesawat yang efektif untuk digunakan pada kapal kecil atau landasan
terbang pulau kecil.
Pesawat yang konon akan diberi nama
J-18 memiliki kemampuan layaknya Harrier dan F-35B. Dari gambar yang
dirilis pesawat memiliki kemiripan yang mencolok dengan F-35B Amerika.
Mengembangkan pesawat dengan kemampuan ini bukan perkara gampang. Sebagai
gambaran F-35B adalah pesawat yang sangat
rumit, terlalu berat, terlalu lambat dalam hal kecepatan, lamban untuk
bertahan hidup dalam pertempuran, dan biayanya sangat mahal hingga Pentagon
nyaris bangkrut untuk membangun pesawat ini dan mengakibatkan mereka tak mampu
belanja pesawat dalam jumlah banyak.
Perencanaan dan pengembangan F-35 telah menguras dana hingga US$ 400
miliar, Sementara pesawat yang tercipta harganya tidak kurang dari US$ 150 juta
(sekitar Rp1,95 trilun). Pentagon ingin memiliki 420 F-35B ditambah 2.000 F-35A yang bisa lepas
landas dan mendarat secara konvensional dan F-35C untuk varian kapal induk
Auditor pemerintah memperkirakan bahwa mengembangkan, membeli, dan menerbangkan
2.500 F-35 bisa menghabiskan biaya lebih dari satu triliun dolar selama 50
tahun ke depan. Benar-benar angka yang sangat fantastis dan hampir tidak masuk
akal.
Dalam situasi seperti ini apakah melakukan kloning F-35B justru tidak
membawa China ke risiko bunuh diri?. Jika Amerika Serikat dengan anggaran pertahanan
tahunan US$600 miliar jatuh bangun mengembangkan F-35B, maka China yang
menghabiskan hanya sekitar US$130 miliar akan semakin sulit dan hanya menyakiti
diri sendiri.
JALUR HITAM STOVL
Artdesign J-18
Rumor bahwa Beijing ingin membangun jet tempur STOVL telah beredar selama
bertahun-tahun. China awalnya ingin model J-18 didasarkan pada pesawat Yak-141
Soviet yang juga menggunakan teknologi ini. Memang, ada laporan Beijing telah
memperoleh data teknis pada mesin turbofan Yak-141 R-79 dan bekerja untuk
menyalinnya.
Tapi harus dipahami program Yak-141 tidak pernah melewati tahap
prototipe. Antara 2009 dan 2013 kemudian dikabarkan hacker China mampu
mendapakan data F-35 dari server kontraktor AS yang membangun pesawat siluman
itu.
Tidak lama kemudian PLA Daily, corong resmi militer China, mengumumkan
peluncuran resmi program jet STVOL pada bulan Maret 2015, desain art tidak
resmi yang menyertai pengumuman tersebut tampak hampir persis F-35B, dengan
hanya terlihat beberapa perubahan. Yang berarti J-18 dapat mewarisi secara
massal teknologi F-35.
Sebenarnya semua jet pelompat secara konseptual cacat. Pesawat-pesawat
tempur harus ringan untuk terbang cepat,
jauh dan membawa beban senjata yang berguna. Tapi pesawat STOVL perlu
add-on hardware, kadang-kadang bahkan ekstra mesin pendorong di bawah pesawat
untuk peluncuran dan mendarat secara vertikal. Pesawat model ini kompleks dan berat. Kompleksitas ini pasti
menambah biaya. Berat berarti lambat. Dalam pertempuran udara, lambat berarti
fatal.
Jet pelompat atau STOVL dikembangkan sebagai solusi untuk masalah yang
hampir sama. Pada tahun 1950, NATO
sangat khawatir Soviet akan mampu membawa keluar senjata nuklirnya dari
pangkalan udara. Aliansi kemudian bergegas untuk mengembangkan pesawat yang
tidak perlu landasan pacu normal dan bisa bertahan dari serangan nuklir.
Jerman mencoba dan gagal untuk menghasilkan pesawat tempur STOVL, tapi
Inggris berhasil yang kemudian
melahirkan Harrier. Ini adalah sebuah pesawat tempur kecil dengan mesin besar
dan nozel berputar ke bawah untuk daya angkat vertikal. Secara teori, penerbang
bisa menyelipkan Harrier ke gua atau hanggar tersembunyi, dapat meluncurkan jet
dari jalan atau lapangan kecil di hutan yang baru dibuka.
HARRIER JUGA PENUH MASALAH
Diadopsi oleh Angkatan Udara Inggris dan Royal Navy, Korps Marinir AS, angkatan
laut Italia, Spanyol, India, dan Thailand, Harrier tidak pernah membuktikan
kemampuan pasca-apokaliptik nya. Sebaliknya, mendirikan niche utama di laut,
terbang dari geladak penerbangan dari kapal serbu amfibi dan kapal operator
helikopter, yang mana kapal tersebut terlalu kecil untuk jet tempur
konvensional.
Tapi Harrier adalah sebuah Widowmaker, mendobrak pada tingkat yang jauh
lebih tinggi dari pesawat lain. Dengan nozel yang berputar mengarahkan daya
dorong ke arah yang berbeda, itu jelas bukan hal yang mudah untuk langsung terbang.
“Harrier karena sifat unik membutuhkan keterampilan pilot yang berbeda
sekali,” kata Lon Nordeen, yang bekerja pada program STVOL jet di Boeing
setelah perusahaan tersebut berlisensi dari Inggris dan telah menulis beberapa
buku tentang Harrier.
Marinir AS kehilangan sepertiga dari kira-kira 300 Harrier mereka, dan 45
pilot tewas, hanya dalam tiga dekade pertama penggunaan yang berakhir pada
tahun 2002, seperti dilaporkan Los Angeles Times. Sejak itu, lebih Harrier
telah makin sering jatuh dan lebih banyak pilot tewas meskipun upgrade terbaru
telah mengurangi tingkat kecelakaan.
Dan bahkan ketika Harrier tidak mendapat masalah dengan sering jatuhnya,
pesawat ini tetap mengalami kendala serius dibandingkan dengan jet
konvensional. Dimensi pesawat yang kecil dan batas berat lepas landas vertical
menentukan berapa banyak bahan bakar dan persenjataan yang dapat dibawa. Dan mesin
besar Harrier ini menghasilkan panas ekstra yang membuat pesawat tempur ini
menjadi mangsa empuk rudal pencari panas.
“Harrier didasarkan pada kebohongan yang lengkap,” kata Pierre Sprey,
seorang insinyur tempur berpengalaman yang terlibat dalam sejumlah desain
pesawat termasuk F-16 dan A-10. Kebohongan yang dia maksudkan adalah pernyataan
bahwa jet tempur dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal dan juga
terbang seperti pesawat tempur normal.
YAK-38 PENSIUN DINI
Dalam situasi putus asa yang sama, pada tahun 1976 Soviet memperkenalkan
jet pelompat mereka sendiri. Seperti Harrier, Yak-38 memiliki mesin besar
dengan nozel berputar untuk angkat vertikal. Tidak seperti Harrier, jet Soviet
STOVL juga mengemas dua mesin tambahan kecil di bawah untuk tinggal landas.
Terbang dari operator kapal kecil angkatan laut Soviet, Yak-38 bahkan
lebih berbahaya daripada Harrier. Sebanyak setengah jet jatuh sebelum Moskow
kemudian memilih langkah bijaksana dengan mempensiunkannya pada tahun 1991.
Perusahaan yang sama merancang dan membangun Yak-38 yang didasarkan
dari Yak-141 yang dihentikan karena
keburu Uni Soviet runtuh.
Akhirnya Harrier sebagai satu-satunya jet pelompat yang masih hidup
sampai saat ini. Dan pada awal tahun 2000, Lockheed Martin mulai mengembangkan
F-35B untuk menggantikan Harrier. Seperti Yak, F-35B memiliki fitur tambahan
mesin menghadap ke bawah untuk operasi vertikal.
Dengan pengamalan sejarah tersebut maka sebenarnya mengembangkan jet
tempur dengan kemampuan STVOL adalah ide yang memabukkan dan justru bisa
menjadi boomerang bagi siapapun yang nekat mengembangkan tanpa keyakinan bahwa teknologi
tersebut benar-benar telah dikuasai.
0 comments:
Post a Comment