Friday, 24 March 2017

PT Dirgantara Indonesia Bantah Sengaja Perlambat Proses Produksi


Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara kinerja produksi dengan rencana pergantian direksi menjelang berakhirnya masa jabatan direksi.

“Jadi, kalau dilihat pemberitaan seperti itu, rasanya aneh apabila orang dalam memperlambat produksi, rasanya tidak mungkin,” kata Budi Santoso saat dihubungi Antara dari Pontianak, Kamis.

Menurut dia, saat ini PT Dirgantara Indonesia tengah fokus menyelesaikan sejumlah pesanan pesawat dari beberapa pihak seperti TNI AU, Thailand dan Filipina.

“Setiap hari kerja, jadi tidak benar seperti yang diberitakan sebelumnya,” kata Budi Santoso.

Secara pribadi pun ia menilai lebih baik menjadi direksi saja dibandingkan menjadi direktur utama di PT DI.

“Tanggung jawabnya lebih besar, sedangkan pendapatan beda sedikit saja. Dan itu semua sudah diatur kementerian BUMN,” ujar mantan Dirut PT Pindad ini.

Budi Santoso yang sudah hampir 22 tahun menjadi direktur utama di sejumlah BUMN menuturkan, produksi yang sempat melambat terlebih disebabkan karena adanya perubahan engineering yang berimbas kepada desain yang baru.

Ia mencontohkan produksi NC212 yang mulai kembali diproduksi pada tahun 2011 yang sebelumnya PTDI (dahulu IPTN) fokus pada program pesawat N250, dimana program tersebut ketika terjadi krisis moneter tahun 1997 dan 1998 dihentikan.

Setelah krisis mulai berlalu, perusahaan tersebut kembali berproduksi. Lalu, direksi melihat apa lagi yang dapat dikerjakan. Ada dua pilihan pesawat, jenis helikopter atau fixed wing. Pilihan jatuh ke fixed wing dengan pertimbangan lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan PTDI. “Lalu, kita fokus ke NC212,” ungkap Budi Santoso.

Pesawat NC212 dan CN235 menjadi fokus PTDI dengan melakukan beberapa upgrade agar sesuai dengan kebutuhan dan teknologinya tidak ketinggalan zaman, dimana saat ini pesawat tersebut menjadi unggulan produk PTDI yang telah diakui dunia.

Untuk memperkuat posisi PTDI sebagai produsen NC212, pihaknya menggandeng kerja sama dengan Airbus Defence and Space (sebelumnya dikenal dengan Aibus Military/CASA) agar seluruh fasilitas produksi yang berkaitan dengan NC212 dipindahkan ke PTDI. “Peralatan PTDI sebagian besar dari Airbus Defence and Space di Spanyol. Meski tidak baru, dan ada beberapa yang perlu diperbaiki,” kata dia.

Kini, permintaan terhadap NC212 terus tumbuh. Saat ini ada pesanan dari Thailand meski PTDI dikenakan denda 3,5 – 4 juta dolar AS namun denda tersebut dapat di konversi ke pekerjaan jasa pemeliharaan pesawat dan dukungan suku cadang, bukan dalam bentuk tunai.

Selain itu, ada juga pesanan dari Filipina untuk NC212i yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari seri NC212-200/400.

“Kelambatan pengiriman bukan karena masalah di sisi PTDI, namun pesawat ini sudah siap di delivery akan tetapi pihak angkatan udara Filipina saat ini masih mempersiapkan fasilitas hanggar untuk NC212i tersebut sehingga pesawatnya masih dititipkan di PTDI,” ungkap dia.

Ia menambahkan, hingga tahun 2018, ada pesanan 18 unit NC212 yang harus diselesaikan PTDI. Nilai per unit pesawat tersebut di kisaran 12 juta dolar AS, harga tersebut bisa lebih atau kurang tergantung permintaan dan kebutuhan pemesan. Pesanan tersebut terdiri dari pesanan TNI AU sebanyak 9 unit, Thailand 2 unit dan Filipina 7 unit.

“Kalau Thailand mempermasalahkan keterlambatan, toh buktinya mereka kembali memesan ke PTDI,” kata Budi Santoso.

Ia melanjutkan, PTDI pernah mengalami masa-masa sulit sebelumnya. “Dan kini mulai menuai hasil,” kata dia.

Pada pameran dirgantara di Langkawi, Malaysia (LIMA 2017), ia dengan tegas mengatakan bahwa produksi NC212 dan CN235 saat ini semua berasal dari PTDI di Bandung. “Ini menjadi identitas Indonesia di dunia sebagai industri pesawat bertaraf internasional,” ujar dia.

Selain NC212 dan CN235, program selanjutnya adalah pesawat N219 untuk pesawat ringan dengan kapasitas 19 penumpang dan pesawat N245 dengan kapasitas yang lebih besar, pesawat tersebut akan menjadi branding PTDI dan Indonesia di mata dunia.

0 comments:

Post a Comment