Tuesday, 7 March 2017

BUMN Bisa Membuat Roket Dengan Daya Jelajah 100 KM


Meski jadi salah satu BUMN strategis, belum banyak orang mengenal PT Dahana (Persero). Bisnis utama perusahaan yang berkantor pusat di Kabupaten Subang, Jawa Barat, ini adalah produksi bahan peledak alias bom. Selain memiliki keandalan dalam produksi dan jasa peledakan di pertambangan dan konstruksi, Dahana juga memproduksi bom untuk pesawat Sukhoi dan roket.

Tugas berat disandang Dahana yakni agar Indonesia tak terlalu bergantung pada bom impor. Sejak beberapa tahun terakhir, Dahana tengah mengembangkan bom dan roket untuk kebutuhan dalam negeri. Keandalan bom buatan Dahana dalam berbagai uji coba latihan militer membuat beberapa negara kepincut.

Bagaimana pengembangan roket maupun bom pesawat yang digarap Dahana saat ini?. Berikut petikan wawancara khusus dengan Direktur Utama Dahana, Budi Antono, di Menara MTH, Cawang, Jakarta, Jumat (3/3/2017).

Produksi bom pesawat dan roket itu bisnis atau penugasan pemerintah?

Otomatis kalau usser (pemerintah) minta ini, minta itu artinya penugasan. Tidak mungkin Dahana bikin tanpa ada yang pakai, ada kontraknya, kalau bom P-100 Live dari TNI-AU, kalau roket R-Han dari Kemenhan. Jadi kan pemerintah punya 7 program kemandirian alutsista, Dahana kebagian membuat bom pesawat dan roketnya.

Berapa kontrak pembuatan roket dan bom?

Kalau bom P-100 Live dari TNI US$ 6,4 juta itu 1.000 buah. Terus kalau roket itu dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 120 buah roket. Kalau Roket R-Han kalau dua saja harganya hampir Rp 4 miliar, saya lupa nilai kontraknya. R-Han 122 bisa sampai 35 kilometer (km), jarak kan ada ketepatan, ketepatan sudah masuk ke tujuan, sasarannya bukan nyimpang-nyimpang, kalau misalnya kapal ya kena kapalnya. April dan Mei ini kita akan mulai buat. Lagi dikembangkan roket R-Han 450, jangkauannya bisa lebih dari 100 km.


Kalau bom itu untuk Sukhoi. Kalau ledakannya kira-kira bom yang penting pecahannya, terbang sampai 200 meter dan 250 meter, bukan dua lapangan bola hancur semua, tapi pecahannya, seperti granat membuat orang meninggal dalam radius itu.

Apakah produksi bom militer menguntungkan?

Jadi tanggung jawab Dahana di konsorsium itu membuat roket dan bom. Semuanya menguntungkan, tapi enggak boleh sebut untungnya berapa, enggak boleh keluar uang tapi enggak menghasilkan. Jadi kalau buat bom kita ada hitungannya, dan juga harus bandingkan dengan produk luar negeri.

Rencana mau ekspor bom, sudah ada negara yang minat?

Sebetulnya kalau ada permintaan boleh-boleh saja, asal sesuai. Misalnya ke Mynamar tapi ada kasus di Rohingnya, boleh ekspor tapi harus izin ke Kemenhan dulu. Pernah ngomong minat, ada utusan Dahana juga ke Myanmar. Untuk bom yang bisa ditempel di dinding, namanya Dayagel Sivor, kita sudah ekspor ke Timur Tengah.

Selain Dahana ada PT Pindad, apakah bersaing membuat bom untuk militer?

Ya enggak bersaing, itu kan diputuskan Kemenhan. Dahana buat R-Han 450, Dahana buat R-Han 122, buat bom P-100 Live. Jadi tidak ada Dahana buat bom, Pindad buat bom, sudah ada masing-masing.

Bagaimana dengan bom impor?

Program-program dalam negeri dibelilah sama pemerintah. Memang sih kalau teknologi tinggi harus impor, ada penggolongan di dalam negeri apa saja, yang diimpor apa saja.

Bagaimana kelanjutan proyek pabrik propelan untuk bahan bakar roket?

Jadi sejujurnya kalau misalkan Dahana harus biayai pabrik propelan belum mampu, kita buat usulan propelan harus goverment own company operated. Kalau uangnya Dahana enggak mampu, karena nilainya mahal, investasinya Rp 9 triliun. Selama ini bahan baku propelan diimpor dari luar negeri lalu diproses di LAPAN, tapi Dahana yang mengerjakan, pabrik propelan di LAPAN itu masih kecil.


0 comments:

Post a Comment