Sunday, 5 March 2017

Inggris Dipecundangi Pejuang Indonesia


Panser Daimler Dingo tua di punggung bukit Cicurug-Sukabumi seperti kesepian. Sendiri, membisu. Sementara di bawah bukit, orang dan kendaraan hilir-mudik melintas di Jalan Raya Siliwangi Sukabumi.

Di tempat panser itu dan sekitarnya pernah pecah Pertempuran Bojong Kokosan pada penghujung 1945. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan penduduk Sukabumi menyergap konvoi pasukan Inggris (Sekutu) yang hendak ke Bandung via Sukabumi.

Inggris bertugas melucuti dan merepatriasi tentara Jepang, membebaskan dan melindungi tawanan Sekutu, serta memelihara hukum serta ketertiban. Namun, Inggris datang bersama pasukan Belanda dan NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) yang berambisi menjajah kembali Indonesia. Menurut A.E. Kawilarang dalam Untuk Sang Merah Putih, Belanda memprovokasi Inggris bahwa TKR merupakan pasukan liar, ekstremis. Konflik dengan TKR pun tak terhindarkan.

Pada 21 November 1945, Resimen 5 di bawah Moeffreni Moe’min membajak kereta api logistik Inggris di Cikampek. Untuk menghindari kejadian itu terulang, Inggris mengalihkan suplai logistiknya ke Bandung melalui Bogor-Sukabumi. Panglima Komandemen I Jawa Barat Mayjen Didi Kartasasmita memerintahkan pasukan di bawah kekuasaannya, termasuk Resimen III Sukabumi, membantu misi Inggris.

Tapi situasi terlanjur panas. Pasukan Inggris juga seringkali bergerak sendiri tanpa koordinasi. Akibatnya, menurut Kawilarang, “pertempuran sering terjadi antara Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung, berupa penghadangan terhadap konvoi Sekutu yang dikawal dengan endaraan lapis baja dan tank.”

Letkol Eddie Sukardi, komandan Resimen III di Sukabumi, kesal dengan tindakan pasukan Inggris yang dianggapnya melecehkan wibawa TKR. Rencana penghadangan besar dibuat. Desa Bojong Kokosan dipilih menjadi titik penghadangan. Selain jalannya berkelok-kelok dan menanjak, kanan-kirinya bukit cocok untuk penyergapan. Empat batalion dikerahkan menjaga masing-masing satu koridor yang totalnya mencapai 81 km.

Selain mengerahkan empat batalion, Eddie mengajak laskar-laskar dan penduduk. “Semuanya ikut berperang, termasuk ibu-ibu yang bawa alu. Apapun dijadikan senjata,” ujar Wawan Suwandi, sukarelawan Museum Palagan Bojong Kokosan yang juga anak pejuang pertempuran tersebut.

Pada Minggu, 9 Desember, para pejuang bersiaga menunggu konvoi Sekutu. Guna menghambat laju konvoi, mereka menaruh pohon-pohon untuk barikade di tikungan “Talang Luhur” kini sekira 200 meter dari museum.

Konvoi Inggris tiba di Bojong Kokosan pada siang hari. Di luar dugaan para Republiken, “konvoi itu terdiri dari 150 truk dengan pengawal dari Batalion 5/9 Jats dan tank,” tulis R.H.A. Saleh dalam Mari Bung, Rebut Kembali!”

Konvoi Inggris berhenti di tikungan “Talang Luhur” akibat barikade. “Ketika tank Sherman di depan sedang membersihkan barikade, konvoi yang sedang berhenti diserang pasukan TKR yang berada di bukit-bukit kiri-kanan jalan,” tulis Saleh. Banyak dari mereka menyerang dari lubang-lubang pertahanan di punggung bukit. Semua pejuang mulai dari Cicurug sampai Bojong Kokosan menyerang konvoi sepanjang sekira 12 km itu.

Pasukan Inggris kewalahan. “Pimpinan pasukan Jats sudah terluka berat pada awal serangan. Satu kendaraan terbakar, sejumlah lainnya rusak berat dan sejumlah pengemudi tertelungkup di atas kemudi, entah mati atau karena terkena luka tembak,” tulis A.J.F. Doulton dalam The Fighting Cock.

Pasukan Jats mati-matian melindungi konvoi. Balabantuan datang yaitu pesawat tempur RAF (Royal Air Force) dan Batalion 3/3 Gurkha Rifles. Di sisi lain, para pejuang kehabisan amunisi lalu mundur. Pasukan Inggris hanya bisa merayap untuk mencapai Sukabumi sembari terus bertahan. “Dalam keadaan pincang, konvoi memasuki Kota Sukabumi hampir tengah malam,” lanjut Doulton.

Meski jumlah korban tak diketahui pasti, Indonesia mencatat sebanyak 28 putra-putrinya gugur. Ke-28 nama itu diabadikan pada dinding di belakang Museum Palagan Bojong Kokosan.


0 comments:

Post a Comment