Selama
seminggu lalu, pasukan Amerika Serikat menggempur sejumlah target yang diklaim
milik Al-Qaeda di semenanjung Arab (AQAP) di Yaman. Jumlah serangan selama seminggu
oleh pemerintah Trump ini melebihi jumlah serangan selama satu tahun yang
dilakukan Obama.
Majalah
Foreign Policy melaporkan Minggu 12 Maret 2017, sebanyak 40 target dihantam
oleh serangan udara pada awal Maret. Serangan yang menggunakan pesawat tempur
dan drone tersebut dinilai Foreign Policy menunjukkan Trump lebih cepat dalam
memberikan lampu hijau serangan ke wilayah negara yang sebenarnya Amerika tidak
mengeluarkan deklarasi perang.
Seorang
mantan pejabat senior pertahanan AS yang menentang sikap pemerintah sebelumnya
mengatakan pada masa lalu proses izin sangat panjang dan harus melalui Dewan
Keamanan Nasional. Hal ini menurutnya kerap membuat perencana militer Amerika
fustrasi. Pemerintah baru tampaknya memberikan peran kepada militer lebih kuat
dalam pengambilan keputusan dan tindakan lebih diutamakan daripada musyawarah.
Sekarang
tampaknya juga lebih mudah untuk
mengambil keputusan karena jumlah staf yang lebih kecil. “Secara default,
semuanya akan menjadi lebih cepat dari flash bang daripada selama kepresidenan
Obama,” kata mantan pejabat Pentagon tersebut.
Amerika
menargetkan AQAP yang masuk ke Yaman di tengah situasi negara tersebut yang
terkoyak oleh perang saudara. Amerika selalu mengklaim kelompok ini memberi
ancaman terhadap keamanan nasional mereka hingga berhak untuk menyerang di manapun
mereka ditemukan.
Serangan
terhadap AQAP, juga telah menewaskan
warga sipil dan setidaknya dua anak hanya dalam seminggu terakhir. Sementara
Yaman telah dilandan kelaparan yang menurut PBB ada 12 juta warga Yaman yang
membutuhkan bantuan untuk menyelematkan diri.
“Meskipun
banyak kompleksitas di Yaman, jelas bahwa pihak yang bertikai di semua sisi tidak
berbuat cukup untuk meminimalkan kerugian bagi warga sipil,” Kristine Beckerle,
seorang peneliti Human Rights Watch
untuk Yaman dan Kuwait, kepada VICE News.
0 comments:
Post a Comment