Kopassus
selama ini dikenal memiliki satu unit pasukan khusus yang memiliki spesialisasi
penanganan teror. Pasukan itu dikenal dengan Sat-81 Penanggulangan Teror
(Gultor).
Menelisik
jauh ke belakang, Sat-81/Gultor berdiri pada dekade 1980-an atas prakarsa dari
L.B. Moerdani yang saat itu menjadi salah satu dedengkot pasukan khusus dan
TNI. Konon, pasukan ini dibentuk dengan latar belakang kasus pembajakan pesawat
Garuda Indonesia 206 di Woyla, Thailand tahun 1981.
Luhut Binsar
Pandjaitan dan Prabowo Soebianto didapuk menjadi Komandan dan Wakil Komandan
pertama Sat-81/Gultor. Mereka dikirim ke Grenzschutzgruppe-9 (GSG-9) di Jerman
untuk menjalani spesialisasi teror. Sekembalinya ke Indonesia, mereka bertugas
merekrut anggota yang kelak menjadi penerus Sat-81/Gultor.
Namun,
tahukah Anda jika saat ini Sat-81 tidak lagi menggunakan nama Penanggulangan
Teror atau Gultor di belakang namanya?. Seorang perwira menengah di Sat-81 menceritakan
alasan penghapusan “brand” Gultor ini.
Tanpa
menyebut tanggal pasti, ia menyebutkan bahwa nama Gultor di Kopassus sudah
dihilangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Sehingga saat ini nama resminya
adalah Sat-81 Kopassus.
“Alasannya,
sejak terjadinya serangan bom 2001 (teror gedung WTC di Amerika Serikat), pola
teror sudah berubah sama sekali. Perubahan ini tentu merubah seluruh kemampuan
kami,” ungkapnya.
Sejak saat
itu, anggota Sat-81 dilatih ulang dan diberi kemampuan lebih banyak, tidak
hanya sekadar penanggulangan teror.
“Saya tidak
bisa sebut apa kemampuan lain yang kami latihkan. Tapi yang jelas, kami
sekarang tidak hanya spesialisasi di kasus penanggulangan teror, tapi juga di
beberapa hal lain,” tambahnya.
Jika dilihat
bersama, kasus-kasus terorisme saat ini jelas jauh berbeda dengan aksi teror di
dekade 80 dan 90-an. Di masa itu, pola teror lebih banyak menyandera masyarakat
sipil, meminta adanya transaksi untuk menebus para sandera.
Sebuah aksi
teror di masa itu bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
Pelaku teror pun cenderung lebih sabar dan membuka kran perundingan.
Walau
aksi-aksi yang konvensional itu masih ada, namun aksi teror saat ini cenderung
dikerjakan soliter dan dalam tempo yang sesingkatnya.
“Kebanyakan
tidak ada lagi tawan-menawan sampai berhari-hari. Dalam waktu sekian jam kalau
tidak dituruti sandera langsung dibunuh. Atau malah langsung membunuh saja
tanpa ada permintaan apa-apa,” tambah perwira tersebut.
Inilah yang
mendasari TNI AD, dalam hal ini Kopassus, untuk mengubah pelatihan penanganan
teror dan menambah kemampuan lain pada anggota Sat-81.
Meski tidak
ingin membuka apa kemampuan lebih Sat-81 Kopassus saat ini, namun sang perwira
memberikan satu bocoran.
“Cyber war
(peperangan siber) sudah kami mulai walau masih sangat awal,” jelasnya.
0 comments:
Post a Comment