Tuesday, 14 March 2017

Masa Depan Angkatan Udara Malaysia Tidak Pasti


Royal Malaysia Air Force (RMAF) atau Angkatan Udara Malaysia menghadapi masa depan yang tidak pasti terkait rencana pembangunan kemampuan. Hal ini karena keterbatasan anggaran yang diberikan kepada mereka sebagai buntut pelemahan ekonomi akibat turunnya harga minyak dunia.

Sulit untuk memprediksi masa depan pengadaan sistem persenjataan utama RMAF. Alokasi anggaran pertahanan tahunan untuk pengadaan sebenarnya bukan untuk memperoleh peralatan pertahanan utama, tetapi untuk pembayaran progresif peralatan yang sudah dibeli.

Pilatus PC-7 Mark II

Dana sebesar 462 juta ringgit Malaysia (sekitar US$ 104 juta) dialokasikan untuk RMAF untuk pengadaan di bawah anggaran pertahanan 2017. Jumlah ini terpangkas besar dibandingkan angka 2016 yang mencapai 702 juta ringgit.

Tetapi penting untuk dicatat bahwa sebagian besar dari alokasi 2016 itu digunakan untuk membayar lima Pilatus PC-7 Mark II dan dua Airbus A400M yang disampaikan tahun lalu. Dengan A400M terakhir datang pada tahun 2017, dan tidak ada pesawat lain diharapkan untuk bergabung dengan armada RMAF, dana berkurang tidak terduga.

Meskipun demikian, ada kemungkinan Kuala Lumpur akan kekurangan dana  untuk setiap pembelian alutsista  dalam jangka pendek. Menteri Pertahanan Hishammuddin Hussein beberapa kali mengatakan kementerian menghadapi keterbatasan anggaran. Komandan Angkatan udara Malaysia Jenderal Tan Sri Roslan Saad, yang pensiun pada akhir 2016, juga mengatakan RMAF harus memperhatikan situasi fiskal pemerintah ketika merencanakan masa depan.

Kendala pendanaan dalam kurangnya kemajuan dalam program penerbangan kunci militer seharusnya jadi prioritas tinggi, yaitu pada setelah dua krisis nasional. Yang pertama adalah Serbuan Sulu di Borneo Maret 2013 yang  mendorong Kuala Lumpur untuk mengekspresikan kebutuhan memperoleh pesawat pengintai maritim untuk mendeteksi serangan dari laut. Namun rencana tidak terwujud dalam anggaran.

Demikian pula, setelah hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 pada Maret 2014, pemerintah Malaysia menyatakan akan meng-upgrade kemampuan radar surveillance berbasis darat RMAF, serta menambah pesawat pengintai maritim. Tetapi lagi-lagi tidak ada item dana untuk rencana itu.

PENGADAAN JET TEMPUR TIDAK JELAS


Tapi contoh yang paling terlihat adalah ketika RMAF berencana untuk membeli jet tempur multirole untuk menggantikan MiG-29 yang sudah cukup tua. Rencana ini sudah dibangun sejak 2010 tetapi hingga sekarang tidak ada kepastian.

Menteri Pertahanan Hishammuddin mengatakan kepada media pada Januari bahwa keputusan tentang jet tempur multirole  akan dilakukan sebelum 2020, tetapi dia mengiingatkan bahwa kesepakatan apapun akan bergantung pada perekonomian Malaysia.

Pada bulan Oktober 2016, dia juga mengatakan bahwa pilihan diciutkan pada Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon sedangkan Boeing F/A-18 E/F Super Hornet dan Saab Gripen telah dikesampingkan.

Meskipun telah ada pernyataan ini, Boeing dan Saab terus memasarkan jet mereka ke Kuala Lumpur. Saab kini juga menawarkan Gripen E, yang akan siap pada tahun 2020, dengan opsi untuk menyewa Gripen C/D pada masa tunggu hingga pesawat pesanan tiba.

Perusahaan Sistem Teknologi Aerospace Malaysia juga telah menawarkan rencana peningkatan MiG-29, tetapi sumber industri mengatakan RMAF lebih memilih pesawat baru. Sementara itu, Angkatan Udara Malaysia  terus menerbangkan MiG-29 yang tersisa yang diperkirakan tinggal enam unit dan kapasitas operasionalnya juga telah berkurang.

Pesawat tempur  RMAF lainnya yakni 18 Sukhoi Su-30MKM dan 8 F/A-18 Hornet, beroperasi seperti biasa. Terbatasnya jumlah airframes, menimbulkan tantangan karena wilayah udara yang luas serta kebutuhan latihan. Negara ini secara geografis terbagi menjadi dua yakni Peninsular dan Malaysia Timur yang mewajibkan RMAF untuk memutar detasemen tempur mereka.

Sebagaimana dilaporkan Flightglobal Senin 13 Maret 2017, pemindahan permanen dari pangkalan Kuantan di Semenanjung Malaysia ke pangkalan  Labuan di Pulau Labuan, di Malaysia Timur yang diisi dengan skuadron 6 dengan pesawat Hawk 208 telah mengurangi kebutuhan untuk rotasi tempur.

EMPAT KECELAKAAN MEMPERBURUK KEADAAN


Masalah bertambah karena pada  2016 RMAF kehilangan empat jenis pesawat karena kecelakaan. Empat pesawat itu adalah pesawat transportasi Airtech CN235-225M, pesawat latih Aermacchi MB-399, Beechcraft King Air 200T yang dikonfigurasi sebagai patroli maritim dan helikopter transportasi Sikorsky S-61A- 4 Nuri.

Dari empat kecelakaan itu , MB-339CM dan King Air memiliki dampak paling besar. Armada kecil  MB-339CM sudah tidak memadai untuk kebutuhan pelatihan dan hanya mempertahankan delapan pesawat. Itupun dengan mengkanibal mesin pesawat MB-339A  dan menginstal  ke pesawat seri CM. Opsi untuk empat pesawat tambahan tidak pernah dilaksanakan.

RMAF juga memiliki enam Hawk 108 untuk peawat tempur latih lead-in, tetapi jumlahnya cukup kecil dan tidak cukup untuk menghasilkan pilot tempur dalam jumlah yang memahadahi. Sejauh ini RMAF belum mengeluarkan persyaratan untuk pesawat latih tempur lead-in baru. BAE telah menawarkan Hawk T2S dengan syarat Malaysia harus membeli jet tempur Typhoon.

Demikian pula, kecelakaan King Air menjadikan pesawat yang sudah sedikit semakin tidak memadahi. Belum ada informasi apakah pesawat yang rusak itu akan diganti atau tidak.

Namun, laporan berkala muncul bahwa RMAF bisa memperoleh pesawat patroli maririm CN-235 yang dibangun PT DI  atau mengkonversi beberapa CN-235 yang mereka miliki menjadi versi pesawat patroli maritime.

Northrop Grumman menawarkan E-2D Hawkeye dan Saab juga mengajukan Erieye. Kedua pesawat ini bisa melakukan misi patroli maritime serta sebagai pesawat peringatan dini dan kontrol. Namun tidak jelas komitmen Malaysia atas tawaran tersebut.

Angkatan laut AS telah mengirimkan Boeing P-8 Poseidon MPA ke Malaysia pada sejumlah kesempatan, tapi para pejabat AS menekankan bahwa kunjungan bertujuan untuk membantu Malaysia di wilayah kesadaran domain maritim bukan untuk mempromosikan Platform P -8. Pilihan lain tampaknya  melengkapi dua pesawat transportasi taktis Lockheed Martin C-130  dengan peralatan patroli maritime.

Hilangnya CN-235 dan helikopter Nuri tidak bergitu membawa pengaruh karena RMAF masih memiliki 12 helikopter Airbus Helicopters H225M yang  beroperasi secara normal.


Sedangkan CN-235 adalah transportasi VIP, tapi kemampuan transportasi taktis RMAF lebih dari cukup dengan armada yang terdiri dari  C-130 dan tiga dari empat A400M  telah memasuki layanan. A400M Malaysia pertama saat ini kembali ke Seville untuk ditingkatkan ke konfigurasi taktis, sedangkan dua sisanya dijadwalkan untuk mengunjungi Seville untuk hal yang sama. Pesawat keempat akan tiba sebelum pertengahan 2017, sepenuhnya dilengkapi dalam konfigurasi taktis.


0 comments:

Post a Comment