Deputi
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bidang Jasa Pertambangan, Industri
Strategis dan Media, Fajar H. Sampurno, menyatakan bahwa BUMN di bidang
pertahanan harus berubah.
“Kita tidak
bisa meminta orang lain berubah, namun BUMN-nya yang berubah,” katanya dalam
forum diskusi kelompok di bidang industri pertahanan, di Jakarta, Selasa.
Ia
mengemukakan, ada empat kiat yang tengah digodok demi perubahan itu. Pertama
adalah mengubah operasionalisasi agar bisa mengurangi penundaan jadwal
pembelian dan penyerahan sistem pertahanan yang dipesan operator.
Sebagai
contoh, PT Dirgantara Indonesia (PT DI Persero) di Bandung, Jawa Barat, yang
kondang sebagai manufaktur pesawat terbang sayap tetap dan sayap putar. PT DI
masih menempatkan pembeli dari luar negeri sebagai prioritas pasar utama mereka
ketimbang operator dalam negeri.
Operator
dalam negeri paling potensial yang dimaksudnya itu adalah TNI Angkatan Udara
(AU), menyusul matra-matra lain TNI, kemudian Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) dan instansi lain pemerintah.
Di banyak
negara dengan industri pertahanan yang maju, layaknya Swedia dan Amerika
Serikat (AS), militer mereka sangat “dimanjakan” dan diutamakan dalam industri
pertahanan mereka masing-masing.
Produk-produk
militer dan pertahanan terbaik yang mereka produksi pasti didedikasikan untuk
keperluan militer mereka, dan pasar luar negeri cenderung diberikan “versi
ekspor” yang secara kualitas di bawah mereka.
Jika
operator dalam negeri mereka puas dan sukses dengan produk-produk pertahanan
mereka, maka itu menjadi wahana pemasaran internasional yang sangat manjur.
Sebagai ilustrasi mudah, penundaan pengiriman benda pertahanan yang dipesan dan
sudah dibayar hanya bisa terjadi karena sebab-sebab sangat luar biasa.
Kiat kedua
adalah penyesuaian manajemen. Jika memang waktunya, maka manajemen BUMN di
bidang pertahanan nasional dapat diremajakan saja.
“Lalu
perbaiki kinerja keuangan melalui restrukturisasi keuangan. selesaikan
sisa-sisa yang dulu-dulu baru memulai lagi yang baru,” katanya.
Kiat keempat
dari pemegang saham adalah konsolidasi. Perusahaan-perusahaan yang bergiat di
sektor ini tidak perlu investasi di bidang-bidang yang sama. Contohnya adalah
procurement bersama; jika mereka beli lembar almunium bisa bersama-sama.
“Juga pusat
perancangan bersama jangan sendiri-sendiri, sehingga investasi bisa dipadukan,”
katanya.
0 comments:
Post a Comment