Perdana
Menteri Australia, Malcolm Turnbull, resmi menyambut datangnya jet tempur canggih
‘Joint Strike Fighter’ (JSF) ke Australia, di saat studi baru yang didanai
pemerintah memprediksi bahwa program kontroversial ini bisa menciptakan hingga
5.000 lapangan pekerjaan.
Setelah
bertahun-tahun penundaan dan kontroversi, pesawat jet F-35 pertama Australia
ini muncul pertama kali di hadapan publik dalam Pameran Dirgantara Avalon,
tempat di mana para penggemar pesawat bisa melihat dari dekat jet tempur
generasi kelima ini.
Dua pesawat
JFS saat ini ditempatkan di lapangan udara Luke Air Force Base di Amerika
Serikat, namun diterbangkan untuk pertama kalinya ke Australia oleh pilot
Angkatan Udara Australia (RAAF) pada hari Senin (27/2/2017).
Kemunculan
perdana mereka di Australia terjadi 15 tahun setelah Pemerintah Federal
Australia pertama kali mengumumkan bahwa negaranya akan berpartisipasi dalam
“pengembangan sistem dan tahap demonstrasi” dari program pesawat JFS Lockheed
Martin yang dipimpin AS.
Pada hari
Jumat (3/3/2017) pagi, sejumlah pejabat tinggi Australia termasuk PM Turnbull,
Menteri Pertahanan Marise Payne, Menteri Industri Pertahanan Christopher Pyne
dan CEO Lockheed Martin Marillyn Hewson terlibat dalam penyambutan jet F-35 di
Australia.
PM Turnbull
memuji teknologi Pertahanan Australia yang digunakan untuk membuat pesawat JFS
ini.
“Ini adalah
contoh bagaimana rencana industri pertahanan kita tak hanya mengamankan
Angkatan Udara dan Angkatan Darat serta Angkatan Laut kita dengan kemampuan
yang mereka butuhkan untuk menjaga kita tetap aman di abad ke-21,” utara PM
Turnbull.
“Tapi ini
juga mendorong industri manufaktur yang maju, lapangan pekerjaan, dan teknologi
canggih yang perlu dipastikan warga Australia agar anak-anak dan cucu-cucu kita
memiliki peluang di masa mendatang,” lanjutnya.
F-35 MAMPU JALANKAN MISI YANG DULU DI LUAR JANGKAUAN
Menteri
Pertahanan Australia, Marise Payne, mengatakan, jet F-35 adalah sebuah
“revolusi” bagi RAAF.
“Pesawat jet
ini akan memberi angkatan udara dengan kemampuan untuk menjalankan misi
pertempuran udara yang sebelumnya di luar jangkauan kita. Bahkan, tak terlalu
lama, yang sebelumnya di luar imajinasi kita,” kata Menteri Payne.
“Jet F-35
ini punya kemampuan siluman, yang benar-benar dari awal. Tangki bahan bakar,
senjata dan sensornya berada di dalam pesawat,” imbuhnya.
Menteri
Payne menambahkan, “Mereka bisa berbagi informasi dengan pesawat lain, termasuk
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan orang-orang dari sekutu kami dan mitra
koalisi.”
Firma
akuntan PricewaterhouseCoopers telah meneliti dampak ekonomi dari produksi dan
program pemeliharaan jet ini dan memprediksi, jumlah pekerjaan yang dihasilkan
akan berlipat ganda menjadi 5.000 pada tahun 2023.
Pemerintah
Australia sedang bersiap untuk menghabiskan $ 17 miliar (atau setara Rp 170
triliun) untuk 72 pesawat F-35, dengan pengiriman gelombang pertama ke
Australia diperkirakan berjalan pada tahun 2018 dan mulai dioperasikan pada
tahun 2020.
Pekan ini,
kepala program JSF pimpinan AS, yakni Letnan Jenderal Chris Bogdan, mengatakan,
Australia akhirnya bisa berharap untuk membayar tiap unit F-35 di bawah $ 106
juta (atau setara Rp1,06 triliun) mengingat biaya produksi pesawat ini terus
menurun.
0 comments:
Post a Comment