Saturday, 4 March 2017

F-35 Muncul Perdana di Pameran Dirgantara Australia


Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, resmi menyambut datangnya jet tempur canggih ‘Joint Strike Fighter’ (JSF) ke Australia, di saat studi baru yang didanai pemerintah memprediksi bahwa program kontroversial ini bisa menciptakan hingga 5.000 lapangan pekerjaan.

Setelah bertahun-tahun penundaan dan kontroversi, pesawat jet F-35 pertama Australia ini muncul pertama kali di hadapan publik dalam Pameran Dirgantara Avalon, tempat di mana para penggemar pesawat bisa melihat dari dekat jet tempur generasi kelima ini.

Dua pesawat JFS saat ini ditempatkan di lapangan udara Luke Air Force Base di Amerika Serikat, namun diterbangkan untuk pertama kalinya ke Australia oleh pilot Angkatan Udara Australia (RAAF) pada hari Senin (27/2/2017).

Kemunculan perdana mereka di Australia terjadi 15 tahun setelah Pemerintah Federal Australia pertama kali mengumumkan bahwa negaranya akan berpartisipasi dalam “pengembangan sistem dan tahap demonstrasi” dari program pesawat JFS Lockheed Martin yang dipimpin AS.

Pada hari Jumat (3/3/2017) pagi, sejumlah pejabat tinggi Australia termasuk PM Turnbull, Menteri Pertahanan Marise Payne, Menteri Industri Pertahanan Christopher Pyne dan CEO Lockheed Martin Marillyn Hewson terlibat dalam penyambutan jet F-35 di Australia.

PM Turnbull memuji teknologi Pertahanan Australia yang digunakan untuk membuat pesawat JFS ini.

“Ini adalah contoh bagaimana rencana industri pertahanan kita tak hanya mengamankan Angkatan Udara dan Angkatan Darat serta Angkatan Laut kita dengan kemampuan yang mereka butuhkan untuk menjaga kita tetap aman di abad ke-21,” utara PM Turnbull.

“Tapi ini juga mendorong industri manufaktur yang maju, lapangan pekerjaan, dan teknologi canggih yang perlu dipastikan warga Australia agar anak-anak dan cucu-cucu kita memiliki peluang di masa mendatang,” lanjutnya.

F-35 MAMPU JALANKAN MISI YANG DULU DI LUAR JANGKAUAN

Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne, mengatakan, jet F-35 adalah sebuah “revolusi” bagi RAAF.

“Pesawat jet ini akan memberi angkatan udara dengan kemampuan untuk menjalankan misi pertempuran udara yang sebelumnya di luar jangkauan kita. Bahkan, tak terlalu lama, yang sebelumnya di luar imajinasi kita,” kata Menteri Payne.

“Jet F-35 ini punya kemampuan siluman, yang benar-benar dari awal. Tangki bahan bakar, senjata dan sensornya berada di dalam pesawat,” imbuhnya.

Menteri Payne menambahkan, “Mereka bisa berbagi informasi dengan pesawat lain, termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut dan orang-orang dari sekutu kami dan mitra koalisi.”

Firma akuntan PricewaterhouseCoopers telah meneliti dampak ekonomi dari produksi dan program pemeliharaan jet ini dan memprediksi, jumlah pekerjaan yang dihasilkan akan berlipat ganda menjadi 5.000 pada tahun 2023.

Pemerintah Australia sedang bersiap untuk menghabiskan $ 17 miliar (atau setara Rp 170 triliun) untuk 72 pesawat F-35, dengan pengiriman gelombang pertama ke Australia diperkirakan berjalan pada tahun 2018 dan mulai dioperasikan pada tahun 2020.

Pekan ini, kepala program JSF pimpinan AS, yakni Letnan Jenderal Chris Bogdan, mengatakan, Australia akhirnya bisa berharap untuk membayar tiap unit F-35 di bawah $ 106 juta (atau setara Rp1,06 triliun) mengingat biaya produksi pesawat ini terus menurun.


0 comments:

Post a Comment