Dimulai
dengan keinginan AU AS tahun 1955 untuk
memiliki pesawat penyergap jarak jauh, maka dicanangkanlah konsep Long Range
Interceptor Expermen (LRI-X). Konsep ini ditawarkan kepada Lockheed, Northrop,
dan North American.
Dari
ketiganya, konsep milik North American akhirnya terpilih menjadi pemenang.
Pabrikan yang sebelumnya telah sukses melahirkan pesawat legendaris P-51
Mustang ini mengajukan konsep dengan kode NA-236.
Sayang
setahun kemudian proyek ini ditangguhkan oleh AU AS karena alasan klasik, yaitu terlalu mahalnya
biaya dalam menentukan spesifikasi yang dibuat oleh pihak Komando Pertahanan
Udara.
Tapi rupanya
kondisi Perang Dingin yang semakin memanas
antara dua kutub ini menjadikan proyek LRI-X kembali dilanjutkan pada
tahun 1957.
Maka pihak
North American yang telah ditunjuk
sebagai pemenangnya diberikan kewenangan membuat dua buah purwarupa
(prototipe). Syaratnya, pesawat itu harus dapat terbang tiga kali kecepatan
suara (Mach 3) dengan radius terbang lebih dari 2.000 km.
Pesawat yang
direncanakan sebagai pengganti dari F-102 Delta Dagger dan F-106 Delta Dart ini
rencananya juga akan dilengkapi rudal jenis baru yang mengunakan sistem
electronic fire-control buatan Hughes Aircraft.
Tuntutan
akan F-108 memang tinggi. Untuk itu North American merencanakan desain pesawat
ini benar-benar baru dan cukup radikal, terutama pada pengunaan materialnya
sehingga dapat terbang dengan aman pada kecepatan Mach 3.
North
American juga menggandeng rekanannya yang sudah terkenal andal membuat mesin
pesawat, yaitu General Electric yang menawarkan mesin jenis baru J93 Turbojet.
Pada saat
bersamaan North American sedang mengembangkan pembom jarak jauh bermesin jet
yang didesain dapat menembus pertahanan udara Uni Soviet (sekarang Rusia).
Seiring
berjalannya waktu, pesawat pembom yang sedang dikembangkan itu kemudian diberi
nama XB-70 Valkyrie. Karena pesawat pembom selalu dianggap riskan terhadap
serangan lawan, sehingga diperlukan pesawat lainnya yang bertindak sebagai
pengawal. Kelak Rapier inilah yang menjadi pendampingnya.
North
American menggunakan konstruksi pesawat yang disebut stainless-steel honeycomb,
dimana bahan ini juga sudah teruji ketika digunakan pada XB-70.
Selain itu,
pabrikan juga mendesain kanopi dengan sistem kapsul dimana sebagian kokpitnya
dapat terlepas dari badan pesawat jika diinginkan oleh awaknya. Kanopi itu
tentunya sudah dilengkapi dengan parasut dan kantung udara.
Pihak Hughes
Aicraft mempersiapkan rudal udara ke udara GAR-9 untuk F-108. Sementara untuk
pertempuran jarak dekat pesawat dilengkapi empat buah kanon kaliber 20 mm.
Pesawat juga
mampu membawa bom sampai 4.000 pon. Selain persenjataan ,pihak Hughes Aircraft
juga melengkapi pesawat dengan radar, yakni Hughes AN/ASG-18 dengan sistem
pulse doppler. Radar jenis ini belum pernah digunakan sebelumnya.
Sayangnya,
kehebatan F-108 Rapier tidak diimbangi dengan keinginan yang kuat dari
pemerintah. Berita yang sangat mengejutkan terdengar pada 23 September 1960
dari Menhan Robert McNamara yang menyatakan secara resmi proyek F-108
dibatalkan.
Selain
masalah pembiayaan, pada saat bersamaan pengembangan rudal balistik lawan di
luar perhitungan. Sekutu Rusia maju pesat sehingga strategi untuk menghancurkan lawan dengan
penggunaan pesawat penyergap perlu dievaluasi lagi.
Apalagi saat
itu pihak AU AS masih sangat trauma dengan tertembaknya pesawat pengintai U-2
yang dipiloti Francis Gary Power oleh rudal darat ke udara.
Tapi rupanya
proyek yang batal ini tidak musnah begitu saja. Banyak bagian-bagian dari
pesawat itu yang terus dikembangkan sehingga menjadi produk unggulan, seperti
radar yang kelak menjadi cikal bakal radar berkemampuan look-down/shoot-down.
Sementara
kemampuan rudal GAR terus digali sehingga kecepatannya mampu mencapai Mach 6
dengan jangkauan mencapai 180 km. Rudal ini kemudian diberi kode AIM-47.
0 comments:
Post a Comment