Negara Asia
Tenggara memandang penempatan persenjataan China di Laut China Selatan sebagai
hal yang mencemaskan dan ingin mencegah militerisasi serta mendesakkan pembicaraan
untuk mencegah kejadian yang lebih jauh.
Menteri Luar
Negeri Filipina Perfecto Yasay mengatakan menteri luar negeri kesepuluh negara
anggota ASEAN sepakat dalam kekhawatiran mereka terkait pengerukan dan
militerisasi disejumlah pulau oleh Beijing.
Yasay tidak
menyebutkan perkembangan pemicu kekhawatiran itu, namun mengatakan ASEAN
berharap China dan AS memastikan perdamaian dan ketenangan.
“Anggota
ASEAN sepakat dalam pandangan kekhawatiran mereka terhadap yang mereka pandang
sebagai militerisasi wilayah,” kata Yasay kepada wartawan di pulau Boracay,
Filipina sebagaimana dilansir Reuters Selasa 21 Februari 2017.
Filipina
adalah pemimpin kelompok negara itu untuk tahun ini dan menjadi tuan rumah
pertemuan tahunannya, yang juga akan diikuti beberapa pihak dari luar, seperti,
China dan Amerika Serikat.
Dengan
mengacu kepada sejumlah pulau buatan China, Yasay menambahkan, “Mereka
mengetahui, khawatir, bahwa China menempatkan sejumlah persenjataan di sarana
itu, yang mereka dirikan, dan menyampaikan kekhawatiran besar akan hal
tersebut.” Ketegangan antara Amerika Serikat dan China atas perdagangan dan
wilayah di bawah Presiden AS Donald Trump telah memicu kekhawatiran bahwa Laut
China Selatan dapat menjadi sebuah titik nyala, dengan banyak perekonomian di
Asia Tenggara bergantung kepada dua pihak itu.
China
mengklaim sebagian besar perairan itu, yang dilewati oleh kapal-kapal
perdagangan senilai sekitar lima triliun dolar AS tiap tahunnya. Brunei
Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim yang
bertabrakan.
China pada
Jumat menyelesaikan simulasi perang yang melibatkan kapal induknya, yang
membuat negara tetangganya khawatir. Angkatan laut AS pada Sabtu mengatakan
kelompok kapal induk mereka telah memulai patroli rutin di Laut China Selatan.
Pada tiga
hari sebelumnya China mengeluarkan peringatan terhadap kegiatan itu, menyusul adanya
insiden awal bulan Februari ini saat sebuah pesawat P-3 milik Angkatan Laut AS
dan sebuah pesawat militer China bertemu di atas Laut China Selatan.
Yasay
mengatakan sejumlah negara ASEAN memandang kebijakan-kebijakan di bawah Trump
masih “berkembang” namun berharap dia akan mengungkapnya dalam beberapa bulan
ke depan untuk memberikan “gambaran yang lebih konkrit dan jelas,” terutama
terkait China.
“Kami tidak
mengetahui gambaran penuh bagaimana kebijakan luar negeri ini akan berbentuk,
dan bagaimana hubungannya dengan China. Meskipun demikian kami berharap
kebijakannya akan positif”.
Dia juga
mengatakan ASEAN menginginkan sebuah kerangka untuk mengeluarkan kebijakan
maritim antara China dengan kelompok itu agar dapat diselesaikan pada Juni, dan
Beijing telah tampak berkeinginan untuk menyelesaikannya.
Semua pihak
harus memastikan bahwa kebijakan itu, yang hanya berjalan sedikit sejak
gagasannya disepakati pada 2002, dibuat “mengikat dan dapat ditegakkan” secara
hukum, kata Yasay menambahkan.
0 comments:
Post a Comment