Arab Saudi
memamerkan jet tempur F-15SA baru mereka pada pameran dirgantara di Riyadh Rabu 26 Januari 2017 lalu. Hal ini sekaligus
menunjukkan mereka mulai menerima pesawat tempur yang mereka beli enam tahun
lalu dalam dalam kontrak penjualan senjata luar negeri terbesar yang pernah
dilakukan Amerika Serikat.
Raja Salman
dan putranya, Menteri Pertahanan dan Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman,
menyaksikan aksi F-15 paling canggiih tersebut ketika bermanuver di atas
langit.
Pemerintahan
Obama pada 2010 menyetujui kesepakatan senilai US$60 miliar di tengah meningkatnya ketegangan antara Arab
Saudi dengan Iran. Kesepakatan itu langsung menjadikan penjualan senjata
miliaran dolar yang dilakukan sebelumnya untuk Arab Saudi menjadi terlihat
kecil.
Selain
84 Boeing F-15SA, kesepakatan termasuk
pesanan untuk upgrade 70 armada F-15 tua, rudal anti-radiasi HARM AGM-88, rudal dipandu Laser JDAM dan rudal Paveway dan peralatan serta jasa
terkait.
Penjualan
ini menjadi kemenangan besar bagi Boeing, yang menghadapi persaingan dengan Lockheed Martin yang membangun jet
tempur siluman F-35. Boeing juga meraih penjualan senjata ke Qatar dan Kuwait
tahun lalu.
“F-35 itu
menggantikan semua pemain lain. Tapi model produksi generasi keempat, terutama
Boeing F-15, akan memiliki waktu hidup lebih lama dari yang diperkirakan,” kata
Richard Aboulafia, Wakil Presiden Analis di Teal Group yang berbasis di
Virginia sebagaimana dilansir Reuters.
Riyadh
menempatkan pesanan jet tempur untuk mendukung tujuan kebijakan luar negeri
utamanya untuk melawan pengaruh Iran di kawasan itu, menurut pernyataan para
pejabat AS saat itu.
Enam tahun
kemudian, Arab Saudi mengerahkan jet-jet tempur mereka untuk menggempur Yaman
yang dilihat sebagai intervensi Iran di wilayah tersebut. Tetapi peralatan
canggih yang dikerahkan sejauh ini belum bisa mengakhiri operasi yang mulai
digelar pada Maret 2015 lalu.
Riyadh
menuduh Iran mendukung pemberontak Syiah Houthi Yaman, yang menggulingkan
pemerintah yang didukung Saudi Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi lebih dari dua tahun yang lalu.
Meskipun hampir setiap hari serangan udara dilakukan,
Arab Saudi belum berhasil menguasai keadaan. Pemberontak secara teratur
menyerang tentara Saudi di pos pemeriksaan perbatasan dan menembakkan
rudal yang terkadang mencapai jauh ke
dalam wilayah Saudi.
“Tetapi
tidak ada pertanyaan bahwa peralatan mengesankan telah menjadi anugerah untuk koalisi yang dipimpin Saudi,” kata Adam Baron, visiting fellow di European
Council on Foreign Relations.
“Tapi pada
akhirnya, persenjataan hanyalah satu hal
dan situasi di lapangan adalah hal yang berbeda.”
0 comments:
Post a Comment