Setiap
pergantian Kasad dengan segala dinamikanya memang selalu menarik diikuti. Di
era Orde Lama, ada cerita menarik soal Jenderal Achmad Yani yang diangkat
menjadi Kasad oleh Presiden Soekarno 28 Juni 1962.
Saat itu
Soekarno mengangkat Kasad Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai Kepala Staf
Angkatan Bersenjata (Kasab). Secara jabatan, Nasution mendapat promosi. Tetapi
secara kewenangan, Nasution seperti dilucuti. Ibaratnya, Kasab hanya mengurus
administrasi, tidak lagi memegang komando pasukan.
Hubungan
Soekarno dan Nasution memang tak begitu serasi. Soekarno
meminta Nasution menyerahkan sejumlah nama perwira tinggi TNI AD. Nasution
mengajukan sejumlah nama, semuanya ditolak Soekarno. Presiden malah meminta
nama-nama lain. Nasution pun mengajukan calon-calon lain. Ada Mayor Jenderal
Ahmad Yani di posisi paling buncit.
Yani memang
tergolong jenderal junior. Itulah kenapa Nasution tak memasukkannya ke dalam
daftar pertama. Tapi justru Soekarno akhirnya memilih Yani.
Saat itu
Yani menjabat Kepala Staf Gabungan Komando Tertinggi (KOTI) pembebasan Irian
Barat. Yani juga menjadi juru bicara tunggal Panglima Tertinggi soal Irian
Barat. Hampir setiap hari dia rapat dengan Soekarno di Istana. Hubungan mereka
kemudian memang erat. Setelah menjabat Kasad, hubungan Yani dan Soekarno makin
akrab.
"Banyak
yang bilang bapak jadi anak emas Presiden Soekarno ," kata putri Yani,
Amelia A Yani dalam buku Achmad Yani Tumbal Revolusi terbitan Galang Press.
Di sisi
lain, Nasution dan Yani malah sering berdebat. Keduanya kerap berbeda pendapat
soal pembangunan Angkatan Darat. Yani dikenal tegas, blak-blakan dan jarang
basa-basi.
Di masa
kepemimpinan Yani, Angkatan Darat disibukkan Operasi Trikora merebut Irian
Barat dari Belanda. Setelah itu Operasi Dwikora menghadapi konfrontasi dengan
Malaysia.
Di sela-sela
itu, Amelia Yani mengingat hubungan ayahnya dan Presiden Soekarno sangat dekat.
Amelia mengingat Soekarno ikut peduli dengan renovasi rumah Yani di Menteng.
Soekarno juga sering mengajak Yani ikut dalam kunjungan ke daerah. Bahkan
menyempatkan hadir saat syukuran rumah Yani.
"Hari
Minggu pun Bapak dan Ibu sering menemani Bung Karno dan ibu Hartini
ngobrol-ngobrol di Istana Bogor," kenang Amelia.
Perkembangan
politik meniupkan angin panas ke Jakarta. Partai Komunis Indonesia makin kuat.
Merasa mendapat angin dari Soekarno , PKI makin melebarkan sayapnya. Hanya satu
ganjalan mereka. Angkatan Darat di bawah Yani terang-terangan menolak segala
kebijakan negara yang dipengaruhi PKI.
Yani menolak
mentah-mentah permintaan Ketua CC PKI Dipo Nusantara Aidit yang meminta buruh
dan kaum tani dipersenjatai. Kemudian beredar isu Dewan Jenderal dan dokumen
asing yang menyebut kolaborasi sejumlah jenderal AD dengan Barat. Berlawanan
dengan Soekarno dan PKI yang cenderung ke negara Blok Timur seperti Tiongkok
dan Soviet. Yani dan kelompoknya disebut akan mengkudeta Soekarno .
Perlahan
hubungan Soekarno dan Yani pun menjauh. Hubungan mereka tak semesra dulu.
Puncaknya Soekarno berencana memanggil Yani ke istana. Dia berniat mengganti
Yani dengan Jenderal Moersjid. Yani tak pernah tahu soal itu.
Sejarah
berkata lain. Yani tak pernah datang ke Istana menemui Soekarno . Pukul 04.30
WIB, sepasukan tentara datang menjemput Yani. Yani diminta menghadap Soekarno .
Karena sudah ada rencana hendak ke Istana, Yani tak curiga. Dia meminta waktu
berganti pakaian dengan seragam dinas.
"Tak
usah ganti baju, jenderal!" bintara Tjakrabirawa itu membentak.
Yani marah.
Masak bintara berani kurang ajar pada jenderal. Dia berbalik dan menempeleng
prajurit itu.
Melihat
peristiwa tersebut, seorang prajurit lain memberondong tubuh Yani dengan
senapan otomatis. Sang jenderal pun tewas berlumuran darah.
Gerombolan
prajurit itu menyeret jenazah Yani. Membawanya pergi, tapi bukan ke Istana.
Mereka pergi ke Timur Jakarta, sebuah tempat bernama Lubang Buaya. Korban subuh
berdarah itu tak cuma Yani. Lima jenderal dan satu letnan menjadi korban
gerakan 30 September pimpinan Letkol Untung Syamsuri itu. Sebuah episode paling
kelam dalam sejarah Indonesia.
Akhir tragis
seorang jenderal yang pernah jadi kesayangan Soekarno.
0 comments:
Post a Comment