Macet,
banjir, polusi udara, pemukiman padat penduduk, dan masih ada lagi segudang
masalah lainnya yang mendera Ibu Kota DKI Jakarta. Parahnya, pada 2009 silam,
Badan Kesehatan Dunia (WHO) sempat menempatkan Jakarta sebagai kota terjorok
ketiga di dunia setelah Meksiko dan Thailand.
Dengan
begini, apakah Jakarta masih ideal diagung-agungkan sebagai ibu kota negara?
Ya, wacana
untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain memang bukan kabar
baru. Di era Orde Baru, Presiden Soeharto sempat berencana memindahkan ibu kota
pemerintahan dari Jakarta ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat.
Terbaru,
pemerintah di bawah arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat membahas
ide memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Kota Sampit, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Pangkalan Bun, dan Kabupaten Waringan Barat pun sempat
mengemuka sebagai calon ibu kota baru.
Sebetulnya,
ide memindahkan ibu kota dari Jakarta sendiri sudah sempat diwacanakan di era
Presiden Soekarno. Memasuki tahun 1950-an, Bung Karno sudah meramalkan Jakarta
akan menjadi kota yang pertumbuhannya tak terkendali. Berdasarkan hal itu,
Soekarno yang sedang melakukan safari kenegaraan ke beberapa negara pun
memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan studi banding melihat kota-kota di
negara lain.
Pada 1956,
Soekarno akhinya membuka kepada publik bahwa ia memiliki rencana untuk
memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Mengapa
Palangkaraya? Ada beberapa pertimbangan Soekarno kenapa ia memilih kota tersebut.
Pertama,
Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dan letaknya di tengah-tengah
gugus pulau Indonesia. Alasan kedua, Soekarno ingin berusaha menghilangkan
sentralisasi Jawa.
Selain itu,
pembangunan Kota Jakarta dan Jawa secara umum adalah konsep peninggalan
Belanda. Soekarno ingin membangun sebuah ibu kota dengan konsepnya sendiri.
Bukan peninggalan penjajah, tapi sesuatu yang orisinil.
"Jadikanlah
Kota Palangkaraya sebagai modal dan model," ujar Soekarno saat pertama
kali menancapkan tonggak pembangunan Kota Palangkaraya pada 17 Juli 1957.
Satu hal
lagi, seperti Jakarta yang punya Ciliwung, Palangkaraya juga punya Sungai
Kahayan. Soekarno ingin memadukan konsep transportasi sungai dan jalan raya,
seperti di negara-negara lain, khususnya Eropa. Di mana warga dapat bersantai
dan menikmati keindahan kota yang dialiri sungai.
"Janganlah
membangun bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Lahan di sepanjang tepi
sungai tersebut, hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang
terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai
tersebut," kata Soekarno.
Untuk
mewujudkan ide itu Soekarno bekerjasama dengan Uni Soviet (sekarang Rusia).
Para insinyur dari negara komunis tersebut pun didatangkan untuk membangun
jalan raya di lahan gambut. Pembangunan ini berjalan dengan baik.
Tapi,
seiring dengan terpuruknya perekonomian Indonesia di awal 1960-an, pembangunan
Palangkaraya terhambat. Puncaknya pasca 1965, Soekarno dilengserkan. Rezim Orde
Baru sama sekali tak berniat melanjutkan rencana pemindahan ibu kota ke
Kalimantan. Jawa kembali jadi sentral, baik dalam hal pemerintahan maupun
ekonomi.
0 comments:
Post a Comment