Achmad
Tirtosudiro dan Presiden Soeharto
Telah
diketahui umum bahwa CIA (Dinas Intelijen Amerika Serikat) membantu Angkatan
Darat dalam menumpas PKI pasca Peristiwa 30 September 1965. Kita mengetahuinya
dari sumber-sumber CIA dan pengakuan agen-agennya. Sedangkan dari pihak
Angkatan Darat hampir tidak ada pengakuan sampai seorang jenderal mengungkapkan
bahwa dirinya diperintahkan oleh Mayjen TNI Soeharto untuk menghubungi CIA,
para duta besar asing, dan perusahaan-perusahaan besar.
Soeharto
mengeluarkan surat perintah itu kepada Mayjen TNI Achmad Tirtosudiro dan
Brigjen TNI Alamsyah Ratu Perwiranegara. Tirtosudiro, ketua ekonomi KOTI
(Komando Operasi Tertinggi), menyebut bahwa perintah itu dikeluarkan Soeharto
setelah menerima Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dari Presiden
Sukarno.
“Saya
menghubungi perusahaan-perusahaan besar. Saya juga pergi ke Bangkok menghubungi
CIA sekitar tahun 1966-1967. Tentu semua langkah ini pada masa itu serba
rahasia, mengingat Bung Karno masih resmi presiden, meskipun Pak Harto sudah
mulai berkuasa,” kata Tirtosudiro dalam memoarnya, Jenderal dari Pesantren
Legok.
Di bagian
lain, Tirtosudiro menyebut pertemuan itu “pada akhir 1969 dan awal tahun 1970,
saya diperintahkan Pak Harto agar berangkat ke Bangkok untuk menghubungi CIA.”
Ketika
berdialog dengan orang-orang CIA di Bangkok, Tirtosudiro sering digoda dengan
sebutan very articulated gentlemen. “Maksudnya, artikulasi saya sangat
mencolok, dan saya dianggap sangat jelas mengutarakan tujuan,” kata
Tirtosudiro.
Tirtosudiro
kesulitan menjawab ketika ditanya, “How is position of Soekarno?”
“Aduh, masya
Allah, susah menjawabnya. Sebabnya, yang berkuasa praktis Pak Harto, sementara
Bung Karno masih resmi sebagai presiden,” kata Tirtosudiro yang menjawab, “Our
president is Soekarno, but it is Soeharto who gives orders?” atau lain kali,
dia menjawab, “Our president is still Soekarno, but Soeharto is in power.”
“Alamsyah
bergerak juga tapi bukan ke Bangkok dan bukan mendatangi CIA,” kata
Tirtosudiro.
Dalam
Economist with Guns, Bradley R. Simpson, sejarawan dari University of Maryland,
Baltimore County, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa Gedung Putih memberikan
kewenangan kepada kantor CIA di Bangkok untuk menyediakan bantuan bagi tentara
Indonesia berupa peralatan komunikasi, peralatan medis, senjata ringan, dan
keperluan lain dengan nilai total lebih dari US$1 juta dolar. CIA membahas
kebutuhan tersebut dengan Jenderal Sukendro (salah satu kontak tingkat
tertinggi CIA di tubuh tentara Indonesia) dan seorang penghubung (kemungkinan
Tirtosudiro) yang ditunjuk di Bangkok.
Selain
kebutuhan tersebut, “Jenderal Achmad Tirtosudiro mengingatkan Pentagon dan
Angkatan Laut AS bahwa tentara Indonesia menginginkan 50.000 ton beras dikirim
secara rahasia, Gedung Putih menolak permintaan itu karena tidak mungkin
dilakukan," tulis Bradley, research fellow di National Security Archive
yang memimpin proyek mendeklasifikasi dokumen-dokumen Amerika Serikat berkaitan
dengan Indonesia dan Timor Timur selama pemerintahan Presiden Soeharto
(1965-1998).
Menurut
Bradley, dalam puncak pembunuhan massal anggota PKI, pemerintahan Lyndon
Johnson terus memperpanjang bantuan rahasia secara langsung ke pasukan-pasukan
yang melaksanakan pembunuhan, tampaknya termasuk bantuan senjata-senjata ringan
yang disalurkan ke tentara melalui kantor CIA di Bangkok.
Kepada
Willis Ethel, atase militer Amerika Serikat, Tirtosudiro memperkirakan di Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara saja, lebih dari 100 ribu orang komunis
telah dibunuh. “Itu berarti jauh lebih banyak komunis yang dibunuh di Indonesia
selama dua bulan daripada yang dibunuh di Vietnam sekalipun,” kata Ethel
seperti dikutip Bradley.
Kendati
mengaku menghubungi dan meminta bantuan CIA, namun Tirtosudiro menampik
keterlibatan pihak luar dalam pemberantasan orang komunis. “Alhamdulillah, PKI
dapat kita berantas tanpa bantuan luar negeri,” kata Tirtosudiro.
0 comments:
Post a Comment