Pada masa
kejayaannya, Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah nusantara. Bahkan,
sejarah mencatat pengaruh Majapahit meliputi Asia Tenggara.
Kesuksesan
Majapahit tentunya dipengaruhi oleh kekuatan armada perang mereka. Salah satu
faktor utamanya adalah eksistensi sebuah kesatuan elit bernama Bhayangkara.
Dalam Serat
Pararaton, kitab tentang mitologi raja-raja Jawa abad pertengahan, diceritakan
bahwa pasukan elit Bhayangkara yang dikepalai oleh Maha Patih Gajah Mada yang
melegenda.
Pasukan ini
pertama kali dibentuk pada masa pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328). Tugas
mereka melindungi kerajaan dari serangan luar. Pasukan Bhayangkara ditakuti di
medan laga dan disegani di istana.
Kiprah
Bhayangkara yang paling terkenal adalah saat pemberontakan Ra Kuti pada 1316
Masehi. Ra Kuti sendiri sejatinya adalah salah satu penglima besar di
Majapahit. Malah, Ra Kuti adalah orang kepercayaan raja Majapahit sebelumnya,
Raden Wijaya.
Saat
pemberontakan ini terjadi, Majapahit berhasil direbut Ra Kuti yang berasal dari
daerah Pajarakan (sekarang Kabupaten Probolinggo). Namun, Gajah Mada yang
ketika itu memimpin pasukan Bhayangkara berhasil membantu Jayanegara melarikan
diri dari ibu kota dan menyembunyikannya dari kejaran pemberontak.
Gajah Mada
lalu menyembunyikan raja di sebuah daerah bernama Badander. Dalam administrasi
daerah kekinian, nama Badander mengacu pada dua desa di Jawa Timur, pertama
Kecamatan Dander di Kabupaten Bojonegoro, dan Desa Bedander di Kabupaten
Jombang.
Saat itu,
Jayanegara diiringi oleh 15 anggota pasukan Bhayangkara. Lama mereka tinggal di
tempat pengungsian di Bedander.
Ketika raja
sudah dipastikan dalam kondisi aman, Gajah Mada memutuskan kembali ke Majapahit
untuk mencari dukungan dan propaganda.
Gajah Mada
secara mengejutkan mendapat kenyataan rakyat ternyata tidak mendukung
pemerintahan Ra Kuti. Akhirnya Gajah Mada beserta 15 anggota pasukan
Bhayangkara melakukan perang gerilya. Mereka sukses besar, Ra Kuti berhasil
dikalahkan.
Perlengkapan
Perang Taktis
Pasukan
Bhayangkara terkenal akan penggunaan perlengkapan perang yang minim, termasuk
penggunaan senjata taktis yang tak mengganggu kelincahan pergerakan. Mereka
hanya memanfaatkan perlengkapan seadanya seperti pedang, tombak, panah dan
tameng.
Untuk keris
sendiri tidak disebutkan, karena keris pada masa itu telah dianggap sebagai
perlengkapan wajib dalam berpakaian.
Karena
pergerakan mereka yang cepat dan senyap, mereka juga tidak menggunakan baju
zirah (baju pelindung perang) layaknya pasukan biasa.
0 comments:
Post a Comment