Menekuni
bidang perawatan pesawat, khususnya spesialisasi avionika, telah mengantarkan
Muhamad Akmal Rizqi (36) ke jenjang bergengsi di maskapai papan atas Amerika
Serikat, United Airlines.
Di maskapai
berlogo bola dunia ini Rizqi dipercaya menjadi Kepala Proyek Avionika Boeing
787 Dreamliner. Sebelumnya ia menangani berbagai pesawat yang dimiliki United
Airlines baik buatan Airbus maupun Boeing.
Ketika
baterai pesawat 787 Dreamliner pada Januari
2013 bermasalah dan menyebabkan 50 pesawat 787 yang dioperasikan di
berbagai maskapai harus di-grounded, Rizqi bersama tim United Airline dan
Boeing segera mencari solusinya.
Dua baterai
Lithium-Ion yang memanas dan menyebabkan tidak berfungsinya sumber kelistrikan
tersebut, setelah diselidiki ternyata membutuhkan desain housing baru dengan
penambahan ventilasi udara.
“Sebenarnya
masalah baterai adalah masalah dari vendor, namun tim United Airlines dan
Boeing segera melakukan perbaikan terkait housing-nya. Setelah enam bulan kami
berhasil mengatasinya,” ujar Rizqi di Jakarta saat ia “pulang
kampung” tahun 2013 silam.
Kiprah Rizqi
di United Airlines diawali tahun 2006 setelah ia bekerja di beberapa maskapai
seperti Jet Blue, Tower Air, Kalita Air, dan Continental Airlines.
Rizqi dibawa
ke negeri Paman Sam oleh ayahnya, Mucharor Zuhri asal Blitar, yang berprofesi
sebagai chef dan bekerja di restoran Nusantara di New York. Saat itu ia masih
bersekolah di SDN 07 Pagi, Jakarta.
Rizqi lalu
meneruskan sekolah dasar di sana dan masuk ke tingkat SMA di Aviation High
School, Queens, New York, lulus 1998.
Karena nilai
pelajarannya bagus dan ia selalu menjadi juara kelas, Rizqi pun mendapat
beasiswa ke Vaughn College of Aeronautics and Technology, Queens, New York. Ini
adalah salah satu perguruan tinggi aviasi dan engineering yang mendapat
pengakuan dari FAA.
Ia pun lulus
tahun 2002 dengan mengantongi ijazah Bachelor of Science bidang Aeronautical
Engineering.
Apa yang
menyebabkannya tertarik pada dunia penerbangan?
Dengan mata
berbinar ia menjawab, “Dunia engineering khususnya perawatan pesawat terbang
telah menarik minat saya sejak kecil. Enggak tahu kenapa, pokoknya saya suka
pekerjaan perawatan pesawat, mulai dari perawatan mesin hingga software avionik
pesawat. Semua,” ujarnya.
Di
pekerjaannya saat ini ia pun amat menikmatinya. Terlebih dari sisi pendapatan
pun sudah sangat mencukupi diri dan keluarganya.
Berapa
memang gajinya? Ia awalnya ragu-ragu menjawab. Namun setelah membeberkan, gajinya tersebut lebih besar dari gaji pilot
paling senior di maskapai Garuda Indonesia.
“Well,
United Airlines adalah tempat yang sangat enak untuk bekerja. Saya amat
menikmati pekerjaan saya,” ujar Rizqi yang beraksen kental orang Amerika dan
lebih fasih berbicara dalam Bahasa Inggris. Selain gajinya yang besar, berbagai
fasilitas yang didapatkan pun sangat banyak.
“Setahun
saya dapat cuti dua bulan. Kalau nanti bekerja sudah di atas 10 tahun, jatah
cuti bisa tiga sampai lima bulan setahun. Dan itu dibayar oleh perusahaan,”
ujarnya.
Di United
Airlines, ia mendapat tiket gratis kemanapun yang diinginkan. Tak cuma Rizky
yang mendapat hak itu, keluarga, dan orang tuanya juga bisa ikut menikmatinya.
“Ke mana
pun, berapa kali pun,” ujarnya sumringah.
Sementara
bila menggunakan maskapai lain, ia, keluarga, dan orang tua hanya dikenakan
biaya 10% dari harga tiket.
“Jadi,
misalnya dari Amerika saya dan keluarga mau ke Indonesia pakai United Airlines
ke Jepang gratis, dan dari Jepang ke Indonesia pakai maskapai lain hanya bayar
10% harga tiket saja. Demikian pulangnya, atau ke tempat lain pun sama,”
jelasnya.
Tidak
mengherankan, bila dengan berbagai fasilitas yang didapatkannya itu, ia masih
akan tetap berkarier di United Airlines sampai pensiun atau berhenti dan
membuka usaha sendiri.
Sambil
menekuni pekerjaannya, kini ia pun sedang merintis usaha suplai semua suku
cadang pesawat berbagai tipe yang dioperasikan di Indonesia melalui perusahaan
Aeroproc. Selain itu ia juga menjadi konsultan perawatan pesawat.
Sebelumnya,
ia mendirikan perusahaan ISA System (Innovative Solution for Aerospace) bersama
teman High School-nya dan mempekerjakan beberapa lulusan Teknik Penerbangan
ITB. Namun perusahaannya itu sudah dibeli oleh Gabriel Aerospace.
Bekerja
sebagai enjinir perawatan pesawat di AS, diakuinya memberikan kepuasan secara
finansial. Pada umur 24 tahun, ia sudah mampu membeli rumah seharga 500 ribu
dolar (Rp5,5 miliar) AS di Clifton, New Jersey.
Sementara
saat ini rumah yang lebih mahal sudah ia miliki di Houston. Jarak rumah ke
tempat kerja pun sangat dekat, menjadikannya amat betah tinggal di sana.
Rizki
menjabarkan, pekerjaan sebagai enjinir pesawat di maskapai AS terbilang besar.
Untuk tahap pemula saja sudah digaji 30 dolar AS/jam. Kalau kerja lembur,
upahnya tambah setengahnya menjadi 45 dolar/ jam.
“Kalikan
saja berapa jam sehari dan berapa jam sebulan plus jam lembur,” jelasnya.
Maka, pada
saat terjadi Perang Teluk II (2003) dan masih bekerja di Kalita Air, ia pun
meraup uang banyak. Rizki banyak bekerja lembur karena pesawat Kalita Air saat
itu disewa oleh AD AS untuk bantuan angkutan logistik.
Atas karier
yang dicapainya saat ini di United Airlines, Rizqi bisa menjadi jadi bahan
inspirasi bagi para remaja yang menyukai dunia penerbangan. Pekerjaan ini cukup
menjanjikan untuk digeluti.
Di
Indonesia, negara kepulauan terbesar, armada pesawat pun terus bertambah
jumlahnya seiring meningkatnya kebutuhan manusia untuk menggunakan pesawat.
Bersama dengan
istri tercinta dan kedua anaknya, Rizqi kini sedang menikmati hasil
pekerjaannya. Namun, tantangan tentu akan datang terus.
“Untuk
itulah saya ingin memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah saya dapatkan
ini. Termasuk membuka peluang usaha di Indonesia,” ujar pemilik sertifikat FAA
nomor 2882169 ini.
0 comments:
Post a Comment