Friday 17 February 2017

Pria Berdarah Indonesia Yang Jadi “Kepala Proyek Avionika” 787 Dreamliner


Menekuni bidang perawatan pesawat, khususnya spesialisasi avionika, telah mengantarkan Muhamad Akmal Rizqi (36) ke jenjang bergengsi di maskapai papan atas Amerika Serikat, United Airlines.

Di maskapai berlogo bola dunia ini Rizqi dipercaya menjadi Kepala Proyek Avionika Boeing 787 Dreamliner. Sebelumnya ia menangani berbagai pesawat yang dimiliki United Airlines baik buatan Airbus maupun Boeing.

Ketika baterai pesawat 787 Dreamliner pada Januari  2013 bermasalah dan menyebabkan 50 pesawat 787 yang dioperasikan di berbagai maskapai harus di-grounded, Rizqi bersama tim United Airline dan Boeing segera mencari solusinya.

Dua baterai Lithium-Ion yang memanas dan menyebabkan tidak berfungsinya sumber kelistrikan tersebut, setelah diselidiki ternyata membutuhkan desain housing baru dengan penambahan ventilasi udara.

“Sebenarnya masalah baterai adalah masalah dari vendor, namun tim United Airlines dan Boeing segera melakukan perbaikan terkait housing-nya. Setelah enam bulan kami berhasil mengatasinya,” ujar Rizqi di Jakarta saat ia “pulang kampung” tahun 2013 silam.

Kiprah Rizqi di United Airlines diawali tahun 2006 setelah ia bekerja di beberapa maskapai seperti Jet Blue, Tower Air, Kalita Air, dan Continental Airlines.

Rizqi dibawa ke negeri Paman Sam oleh ayahnya, Mucharor Zuhri asal Blitar, yang berprofesi sebagai chef dan bekerja di restoran Nusantara di New York. Saat itu ia masih bersekolah di SDN 07 Pagi, Jakarta.

Rizqi lalu meneruskan sekolah dasar di sana dan masuk ke tingkat SMA di Aviation High School, Queens, New York, lulus 1998.

Karena nilai pelajarannya bagus dan ia selalu menjadi juara kelas, Rizqi pun mendapat beasiswa ke Vaughn College of Aeronautics and Technology, Queens, New York. Ini adalah salah satu perguruan tinggi aviasi dan engineering yang mendapat pengakuan dari FAA.

Ia pun lulus tahun 2002 dengan mengantongi ijazah Bachelor of Science bidang Aeronautical Engineering.

Apa yang menyebabkannya tertarik pada dunia penerbangan?

Dengan mata berbinar ia menjawab, “Dunia engineering khususnya perawatan pesawat terbang telah menarik minat saya sejak kecil. Enggak tahu kenapa, pokoknya saya suka pekerjaan perawatan pesawat, mulai dari perawatan mesin hingga software avionik pesawat. Semua,” ujarnya.

Di pekerjaannya saat ini ia pun amat menikmatinya. Terlebih dari sisi pendapatan pun sudah sangat mencukupi diri dan keluarganya.

Berapa memang gajinya? Ia awalnya ragu-ragu menjawab. Namun setelah membeberkan, gajinya tersebut lebih besar dari gaji pilot paling senior di maskapai Garuda Indonesia.

“Well, United Airlines adalah tempat yang sangat enak untuk bekerja. Saya amat menikmati pekerjaan saya,” ujar Rizqi yang beraksen kental orang Amerika dan lebih fasih berbicara dalam Bahasa Inggris. Selain gajinya yang besar, berbagai fasilitas yang didapatkan pun sangat banyak.

“Setahun saya dapat cuti dua bulan. Kalau nanti bekerja sudah di atas 10 tahun, jatah cuti bisa tiga sampai lima bulan setahun. Dan itu dibayar oleh perusahaan,” ujarnya.

Di United Airlines, ia mendapat tiket gratis kemanapun yang diinginkan. Tak cuma Rizky yang mendapat hak itu, keluarga, dan orang tuanya juga bisa ikut menikmatinya.

“Ke mana pun, berapa kali pun,” ujarnya sumringah.

Sementara bila menggunakan maskapai lain, ia, keluarga, dan orang tua hanya dikenakan biaya 10% dari harga tiket.

“Jadi, misalnya dari Amerika saya dan keluarga mau ke Indonesia pakai United Airlines ke Jepang gratis, dan dari Jepang ke Indonesia pakai maskapai lain hanya bayar 10% harga tiket saja. Demikian pulangnya, atau ke tempat lain pun sama,” jelasnya.

Tidak mengherankan, bila dengan berbagai fasilitas yang didapatkannya itu, ia masih akan tetap berkarier di United Airlines sampai pensiun atau berhenti dan membuka usaha sendiri.

Sambil menekuni pekerjaannya, kini ia pun sedang merintis usaha suplai semua suku cadang pesawat berbagai tipe yang dioperasikan di Indonesia melalui perusahaan Aeroproc. Selain itu ia juga menjadi konsultan perawatan pesawat.

Sebelumnya, ia mendirikan perusahaan ISA System (Innovative Solution for Aerospace) bersama teman High School-nya dan mempekerjakan beberapa lulusan Teknik Penerbangan ITB. Namun perusahaannya itu sudah dibeli oleh Gabriel Aerospace.

Bekerja sebagai enjinir perawatan pesawat di AS, diakuinya memberikan kepuasan secara finansial. Pada umur 24 tahun, ia sudah mampu membeli rumah seharga 500 ribu dolar (Rp5,5 miliar) AS di Clifton, New Jersey.

Sementara saat ini rumah yang lebih mahal sudah ia miliki di Houston. Jarak rumah ke tempat kerja pun sangat dekat, menjadikannya amat betah tinggal di sana.

Rizki menjabarkan, pekerjaan sebagai enjinir pesawat di maskapai AS terbilang besar. Untuk tahap pemula saja sudah digaji 30 dolar AS/jam. Kalau kerja lembur, upahnya tambah setengahnya menjadi 45 dolar/ jam.

“Kalikan saja berapa jam sehari dan berapa jam sebulan plus jam lembur,” jelasnya.

Maka, pada saat terjadi Perang Teluk II (2003) dan masih bekerja di Kalita Air, ia pun meraup uang banyak. Rizki banyak bekerja lembur karena pesawat Kalita Air saat itu disewa oleh AD AS untuk bantuan angkutan logistik.

Atas karier yang dicapainya saat ini di United Airlines, Rizqi bisa menjadi jadi bahan inspirasi bagi para remaja yang menyukai dunia penerbangan. Pekerjaan ini cukup menjanjikan untuk digeluti.

Di Indonesia, negara kepulauan terbesar, armada pesawat pun terus bertambah jumlahnya seiring meningkatnya kebutuhan manusia untuk menggunakan pesawat.

Bersama dengan istri tercinta dan kedua anaknya, Rizqi kini sedang menikmati hasil pekerjaannya. Namun, tantangan tentu akan datang terus.

“Untuk itulah saya ingin memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah saya dapatkan ini. Termasuk membuka peluang usaha di Indonesia,” ujar pemilik sertifikat FAA nomor 2882169 ini.


0 comments:

Post a Comment