Saturday, 24 December 2016

Belanja Kapal Selam, Australia Pilih Tawaran Termahal DCNS Perancis


Melihat kondisi regional dan geopolitik khususnya di Laut Cina Selatan yang semakin tak menentu, plus ditambah dengan negara-negara Asia Tenggara yang meningkatkan kemampuan Angkatan Lautnya dengan melakukan pembelian sejumlah kapal selam, Australia akhirnya menjatuhkan pilihan untuk menggantikan kapal selam kelas Collins yang sudah bertugas selama puluhan tahun.

Pilihan pengadaan alutsista untuk Australia tak pernah mudah, karena kebutuhan yang unik dan kewajiban membangun sebagian besar alutsista tersebut di Australia untuk menjamin transfer teknologi dan lapangan pekerjaan lokal.

Dari sekian banyak tawaran, ada tiga finalis yang mencapai tahap akhir seleksi. Yang pertama ada Mitsubishi Heavy Industries dari Jepang yang menawarkan kapal selam kelas Soryu yang ditingkatkan kemampuannya dengan banderol harga dasar US$750 juta belum termasuk dengan pembangunan fasilitas produksi di Australia. Penawaran kapal selam kelas Soryu ini sempat membuat heboh karena merupakan upaya penjualan sistem senjata ofensif pertama dari Jepang ke luar negerinya.

Penawaran kedua datang dari konsorsium TKMS (Thyssen Krupp Marine System)-HDW Jerman yang menawarkan U214 sebanyak 12 unit dengan harga US$20 Miliar, sudah termasuk biaya membangun galangan kapal di Australia. Tawaran ini menarik karena harganya sama dengan apabila membeli langsung dan dibuat oleh galangan kapal Kiel di Jerman. Dengan kata lain, biaya transfer teknologinya diberikan gratis oleh Jerman kepada Australia.

Namun rupa-rupanya Australia justru kepincut dengan tawaran dari DCNS Perancis, yang justru merupakan penawaran termahal dari antara ketiga finalis. DCNS menawarkan Shortfin Barracuda senilai US$50 Miliar untuk 12 kapal selam. Banyak yang mengernyitkan dahi dengan kemenangan DCNS ini. Pertama, karena Shortfin Barracuda adalah kapal selam konvensional yang desainnya baru ada di atas kertas.

DCNS Barracuda sendiri adalah kapal selam dengan propulsi nuklir, dan DCNS menjanjikan untuk dapat membuat kapal selam konvensional dengan mengubah desain Barracuda. Banyak yang menyangsikan hal ini karena desain dasar dari kapal selam konvensional dan kapal selam nuklir adalah dua hal yang berbeda, tidak sekedar mengganti sistem mesin, generator, dan kelistrikannya saja.

Perkara kedua, DCNS Shortfin Barracuda sendiri justru tidak menawarkan teknologi AIPS (Air Independent Propulsion System), teknologi yang memampukan kapal selam konvensional untuk bertahan menyelam di bawah air sampai 2-3 minggu tanpa perlu mengisi baterai ke permukaan, yang membuat kapal selam konvensional modern setara dengan kapal selam nuklir. U214 dan Soryu sendiri menawarkan teknologi AIPS sebagai standar dalam paket penawarannya.

Jadi apa yang membuat Australia mengambil keputusan untuk memenangkan penawaran yang paling inferior dan justru paling beresiko?. Jawabannya justru ada pada desain Barracuda sendiri yang aslinya adalah kapal selam nuklir. Australia jelas sudah berhitung bahwa potensi konflik terbesar dimana ia harus mewakili kepentingan Barat di Selatan ada di Laut Cina Selatan. Untuk memproyeksikan kapal selam ke lokasi yang letak dan posisinya jauh dari negerinya itu, jawabannya mau tidak mau, hanya terletak pada kapal selam nuklir yang memiliki endurance yang mumpuni. Bisa jadi, dari sejumlah Shortfin Barracuda yang dibeli, pada akhirnya sejumlah kapal selam yang dibuat akan ditenagai dengan propulsi nuklir.

Australia hanya tidak ingin memicu sensitifitas dari negara-negara tetangganya dan mencegah lomba senjata di kawasan yang sudah menghangat selama sepuluh tahun terakhir. Hal lain adalah untuk mencegah protes dari dalam negerinya sendiri yang mungkin menentang penggelaran senjata nuklir.

Pada waktu yang sama, Australia harus memikirkan nasib kapal selam kelas Collins yang dimilikinya kini. Karena Shortfin Barracuda pertama baru akan selesai pada 2030, butuh upaya upgrade bagi armada Collins agar mampu bertugas sampai Shortfin Barracuda masuk dinas aktif, dan itu artinya akan ada tambahan anggaran US$15 Miliar lagi.

0 comments:

Post a Comment