Berbeda
dengan Angkatan Udara AS yang berani memaparkan beragam konsep pesawat intai, pesawat
pembom, dan pesawat tanker masa depan, Angkatan Darat AS justru terus terseok-seok dengan
program pengadaannya.
Jangankan
bicara konsep infantri masa depan yang tidak kunjung beroperasi, untuk
kendaraan angkut pasukan, Angkatan Darat AS mentok dengan GCV (Ground Combat Vehicle).
Proyek inipun akhirnya dibatalkan karena anggaran yang dianggap berlebihan
namun spesifikasi kendaraannya di bawah yang mereka harapkan.
Padahal
sebenarnya GCV dimaksudkan sebagai pengganti definitif versi pendukung (mortir,
komando, intai, dan resuplai) dari kendaraan angkut pasukan M113 yang jumlahnya
masih ada sekitar 2.000-an unit di dalam Angkatan Darat AS. Varian yang hendak digantikan
adalah M113A3 baseline, M1068A3 Mission Command, M1064 Mortar Carrier, M113A3
Medical Evacuation, dan M577 Medical Treatment.
Selain
karena sudah tua dan usang, M113 memang secara proteksi sudah mencapai batas
kemampuannya dan membutuhkan penggantian. Kendaraan angkut roda rantai memang
masih menjadi preferensi bagi ABCT (Armored Brigade Combat Team) yang harus
mendampingi manuver mekanis dari MBT M1A2 Abrams. Ini berbeda dengan SBCT
(Stryker Brigade Combat Team) yang diarahkan lebih kepada perang intensitas
rendah dan asimetrik.
Menyusul
kegagalan GCV, AD AS berpaling kepada British Aerospace yang menyiapkan AMPV
atau Armored Multi-Purpose Vehicle. BAE menawarkan AMPV setelah melakukan riset
mendalam untuk meningkatkan kapabilitas proteksi dari M2 Bradley. BAE sendiri
saat ini memegang paten dan fasilitas produksi M2 Bradley setelah pabrikan FMC
pembuatnya bangkrut.
Nah, setelah
riset dan pengembangan selama dua tahun, pada 15 Desember 2016 akhirnya British
Aerospace menyerahkan purwarupa pertama AMPV kepada Angkatan Darat AS dalam upacara di
fasilitas produksinya di Pennysylvania. BAE menerima kontrak fase EMD
(Engineering & Manufacturing Development) sebanyak 29 kendaraan senilai
US$382 Juta. Total yang ingin dibeli oleh Angkatan Darat AS mencakup 289 kendaraan dari
berbagai varian dengan total nilai US$1,2 Miliar.
Pada bentuk
dasarnya, AMPV adalah M2 Bradley yang dimodifikasi habis-habisan. Speknya
ditingkatkan dengan penambahan volume internal dan penambahan paket
perlindungan di sekujur tubuhnya.
Kulit asli
kendaraan seluruhnya dilapisi panel-panel baja tambahan yang tebal. Kemudian
paket-paket balok ERA (Explosive Reactive Armor) ditambahkan ke panel baja
tersebut untuk membuat AMPV kebal dari hantaman roket antitank. Penambahan
panel serupa ditemukan pada bagian bawah kendaraan berupa anti-mine kit untuk
melindungi AMPV dari hantaman ranjau antitank.
Program AMPV
sendiri bukannya tak menghadapi masalah. Pada awalnya sempat diikuti oleh
General Dynamics sebagai pesaing, akhirnya AMPV hanya diikuti BAE. Angkatan Darat AS
menolak proposal GDLS yang menawarkan platform ranpur roda ban sebelum menguji
cobanya terlebih dahulu.
Saat inipun
kelanjutan program AMPV akan sangat tergantung dari administrasi Presiden Trump
yang akan naik tahta pada Januari 2017. Apabila dipandang tidak pas dengan
program Presiden dari Partai Republik ini, bukan tidak mungkin AMPV juga akan
disingkirkan.
0 comments:
Post a Comment