Menteri
pertahanan Pakistan mengancam akan membalas serangan nuklir oleh Israel, dan
rupanya gertakan itu muncul setelah dia terkecoh oleh situs berita palsu di
media sosial yang membuatnya terlibat dalam konfrontasi.
Menteri
Khawaja Asif bereaksi atas sebuah berita rekayasa di situs AWDNews dengan
judul: "Menteri Pertahanan Israel: Jika Pakistan mengirim pasukan darat ke
Suriah dengan alasan apapun, kami akan menghancurkan negara ini dengan sebuah
serangan nuklir.
"Kasif
lalu menulis di Twitter Jumat (23/12/2016) lalu: "Menhan Israel mengancam
serangan balasan nuklir dengan berasumsi peran Pakistan di Suriah melawan Daesh
(ISIS/Islamic State in Iraq). Israel lupa bahwa Pakistan juga negara nuklir.
Israeli def
min threatens nuclear retaliation presuming pak role in Syria against
Daesh.Israel forgets Pakistan is a Nuclear state too AH-Khawaja M. Asif
(@KhawajaMAsif)
December 23,
2016
Tanggapannya
yang keras itu langsung mendapat klarifikasi dari Kementerian Pertahanan Israel
Sabtu lalu, juga lewat Twitter:
"@KhawajaMAsif
Pernyataan yang dikaitkan dengan mantan menhan Yaalon atas Pakistan tak pernah
diucapkan.
"Kemudian
ditambahkan: "@KhawajaMAsif berita-berita yang dirujuk oleh menhan
Pakistan sepenuhnya palsu".
Israel
sendiri bersikap ambigu terkait senjata nuklirnya, dengan tidak pernah
membenarkan atau membantah keberadaannya, namun diyakini punya kekuatan Nuklir.
Pakistan,
yang pertama kali melakukan uji coba nuklir pada 1998, dipercaya punya 120
senjata nuklir dan dengan tingkat peningkatan persediaan paling cepat. Pakistan
yang mayoritas rakyatnya umat Muslim tidak punya hubungan diplomatik dengan
Israel.
Menhan Asif
sendiri kemudian jadi bahan olok-olok karena blunder yang dia lakukan. "Program
nuklir kita adalah urusan yang terlalu serius untuk diserahkan kepada politisi
pecandu Twitter," kata wartawan TV kondang Nusrat Javeed.
Di seluruh
dunia saat ini berita-berita palsu makin sering beredar di media sosial dan
sering memicu reaksi yang salah pula.
Awal bulan
ini, seorang pria dengan menenteng senapan masuk ke sebuah restoran pizza di
Washington, dan mengatakan dia ingin menyelidiki kebenaran berita bahwa tempat
itu merupakan pusat penculikan anak-anak terkait dengan mantan calon presiden
Hillary Clinton.
Pekan lalu,
Google mengatakan akan merevisi sistem algoritma untuk menyingkirkan informasi
yang "tidak sah" karena muncul laporan bahwa sebuah situs yang
membantah adanya tragedi Holocaust justru selalu berada di posisi teratas
ketika pengguna mesin pencari mengetik "Did the Holocaust happen? (apakah
Holocaust benar terjadi?)".
0 comments:
Post a Comment