Wakil Ketua
Komisi I DPR, TB Hasanuddin mengatakan, DPR telah mengingatkan pemerintah agar
tidak membeli Helikopter AgustaWestland AW 101 dari pihak luar. Hasanuddin
bahkan mengatakan, saran tersebut sudah disampaikan DPR kepada pemerintah sejak
jauh hari.
"Dari
DPR sudah sampaikan supaya tidak membeli karena urgensi tidak ada dan itu
melangar undang-undang industri pertahanan," kata Hasanuddin saat dihubungi,
Selasa (27/12/2016).
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pasal 43 ayat 5,
pembelian alat pertahanan dari luar negeri baru memenuhi syarat bila industri
pertahanan dalam negeri tak mampu menyediakan.
Padahal,
untuk spesifikasi yang menyerupai, TNI sebelumnya menggunakan kebutuhan
angkutan pasukan tempur dengan helikopter EC 725 Super Puma Mark 2 yang
diproduksi di dalam negeri.
Karena itu,
politisi PDI-P itu meminta pemerintah mengambil sikap terhadap rencana pembelian
helikopter AgustaWestland 101.
"Sekarang
keputusan ada di pemerintah. Semua elemen pemerintahan mulai dari Presiden,
Menhan (Menteri Pertahanan), dan Panglima TNI juga telah menolak rencana
pembelian helikopter itu, makanya pemerintah-lah yang harus ambil sikap,"
ujar Hasanuddin.
TNI AU
sebelumnya diberitakan tetap membeli helikopter AgustaWestland 101 (AW 101),
meski pernah mendapat penolakan Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 silam.
Menurut
Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, pembelian helikopter tetap
dilakukan karena sesuai kebutuhan, dan bukan untuk VVIP yang sebelumnya telah
ditolak Presiden.
"Yang
ditolak itu untuk VVIP. Ini untuk pasukan dan SAR tempur, sesuai kajian TNI
AU," kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal Agus Supriatna, Senin
(26/12), di Jakarta, dikutip dari Kompas yang terbit hari ini, Selasa
(27/12/2016).
Presiden
Jokowi sebelumnya menolak pembelian heli angkut VVIP AW 101 buatan Inggris dan
Italia seharga $55 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 761,2 miliar per
unit itu karena dinilai terlalu mahal dan tak sesuai kondisi keuangan negara.
TNI AU
kemudian mengajukan pembelian satu heli AW 101 melalui surat kepada Kementerian
Pertahanan pada 29 Juli 2016 untuk kebutuhan angkut militer. Namun,
rencana pembelian itu mendapat penolakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan
(KKIP) dengan alasan melanggar Undang-Undang Industri Pertahanan.
Menurut
Ketua Bidang Perencanaan Tim KKIP Muhammad Said Didu, proses pembelian heli AW
101 melanggar Pasal 43 yang menyebutkan bahwa pengguna, dalam hal ini TNI AU,
wajib menggunakan produksi industri pertahanan dalam negeri apabila suatu alat
pertahanan-keamanan telah diproduksi di Indonesia.
Jika
industri pertahanan dalam negeri tidak bisa memenuhi, TNI AU bisa mengusulkan
ke KKIP untuk menggunakan produk luar negeri dengan mekanisme antarpemerintah
(G to G) atau pemerintah dengan pabrik.
"Informasi
yang kami dapatkan, pembelian AW 101 dilakukan lewat agen. Ini saja sudah
melanggar," kata Said
Komisi I
Sebut Belum Ada Pembahasan dengan TNI soal Pembelian Heli, Ketua Komisi
I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengaku belum pernah membahas pembelian
helikopter untuk pengangkutan pasukan tempur dengan TNI dalam rapat kerja
sebelumnya. Hal itu
disampaikan Abdul menanggapi kabar pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101
oleh TNI AU.
"Nah
ini yang kami enggak tahu, karena di Komisi I kan memang tidak mengerti sampai
satuan tiga sehingga kami juga enggak tahu kenapa beli AW 101," ujar Abdul
melalui pesan singkat, Selasa (27/12/2016).
"Seingat
saya tidak ada pembahasan detail mau beli heli angkut atau tempur," kata
dia.
Saat ditanya
apakah dalam rapat kerja bersama Komisi I, TNI AU menyatakan kebutuhan untuk
pengangkutan pasukan khususnya dengan menggunakan helikopter, Abdul menjawab
tidak ada.
Karena itu,
Abdul mengatakan, jika nanti melakukan kunjungan kerja ke TNI AU, dia akan
memeriksa detail pesawat dan helikopter yang dibeli.
"Setahu
saya tidak ada (kebutuhan pengangkutan). Nanti bisa dicek lagi kalau kunjungan
ke TNI AU detail pesawatnya," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Diberitakan,
TNI AU tetap membeli helikopter AgustaWestland 101 (AW 101), meski pernah
mendapat penolakan Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 silam. Menurut
Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, pembelian helikopter tetap
dilakukan karena sesuai kebutuhan, dan bukan untuk VVIP yang sebelumnya telah
ditolak Presiden.
"Yang
ditolak itu untuk VVIP. Ini untuk pasukan dan SAR tempur, sesuai kajian TNI
AU," kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal Agus Supriatna, Senin (26/12),
di Jakarta, dikutip dari Kompas yang terbit hari ini, Selasa (27/12/2016).
0 comments:
Post a Comment