Sunday, 19 February 2017

5 Pejabat Teladan Indonesia Yang Hidupnya Sederhana

Di era demokrasi seperti saat ini, jabatan di pemerintahan merupakan suatu tawaran yang sangat menggiurkan bagi sebagian orang. Fasilitas negara dan hidup berkemewahan bisa menjadi jaminan yang menarik untuk diperebutkan. Maka tak heran selalu ada saja orang-orang yang gelap mata mencari penghidupan dari pemerintahan tanpa memandang kepentingan rakyat, padahal jabatan itu adalah amanat rakyat. Pun demikian, gaji pejabat pun sebenarnya tak akan cukup untuk menutup biaya-biaya kampanye. Lalu untuk apa jabatan di pemerintahan itu?

Meski di Indonesia saat ini banyak sekali kasus-kasus korupsi yang terungkap oleh KPK, dahulunya ternyata Indonesia punya sederet nama pejabat yang hidupnya sederhana. Meski mereka mendapat fasilitas mewah dari negara, nyatanya mereka hidup apa adanya, bahkan jauh dari kata kaya. Pejabat-pejabat ini memang pantas untuk menjadi teladan bagi pejabat masa kini. Lalu siapa saja pejabat-pejabat tersebut? Inilah 5 pejabat negara yang pantas untuk menjadi teladan hidup sederhana.

Mohammad Natsir, Menteri Berjas Tambal Sulam


Di tahun 1946, Mohammad Natsir pernah menerima amanah sebagai Menteri Penerangan RI. Demikian juga di tahun 1950-1951, ia pun mendapat jabatan tak kalah hebat sebagai Perdana Menteri Indonesia. Dengan jabatan mentereng seperti itu harusnya ia dengan mudah dapat hidup mewah layaknya pejabat-pejabat negara pada umumnya. Namun, Natsir ternyata menunjukkan sikap tak demikian.

Natsir dikenal sebagai seorang pejabat yang sederhana. Kemejanya dikenal karena lusuhnya, jasnya pun bertambal di sini-sana. Keadaan ini sempat membuat pegawai Kementrian Penerangan urunan untuk membelikannya kemeja baru, setidaknya supaya Natsir terlihat pantas berpenampilan sebagai seorang menteri. Di lain kesempatan, Natsir pernah menolak pemberian mobil Chevrolet Impala yang dikenal mewah saat itu karena menganggap mobil De Soto tuanya masih cukup untuk dipakai jalan-jalan bersama keluarga.

Bung Hatta, Wakil Presiden yang Tak Mampu Membeli Sepatu Impian


Bung Hatta yang dikenal sebagai proklamator bangsa ternyata juga dikenal dengan hidupnya yang sederhana. Pernah suatu ketika Bung Hatta ingin mengunjungi ibunya di Sumedang, ia lebih memilih meminjam mobil keponakannya, Hasjim Ning, untuk bepergian, padahal saat itu ia bisa saja memakai mobil negara. Tapi Bung Hatta tahu bahwa mobil itu adalah fasilitas negara sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.

Di masa tuanya sendiri, Bung Hatta juga hidup sederhana. Pernah ia ingin membeli sepatu Bally yang diidam-idamkannya tapi tak pernah kesampaian karena tak cukup memiliki uang. Bahkan saat itu ia hanya bisa memotong iklan sepatu Bally itu untuk disimpan di dalam buku hariannya. Keinginannya ini baru diketahui setelah ditemukan secarik kertas berisi gambar potongan sepatu Bally di buku hariannya oleh putri Beliau setelah Bung Hatta sudah wafat.

Agus Salim, Menteri yang Hidup dengan Berpindah Kontrakan


Agus Salim tercatat pernah beberapa kali duduk di dalam kabinet, yakni sebagai Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II (1946) dan Kabinet Sjahrir III (1947), Menteri Luar Negeri Kabinet Amir (1947), dan Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta (1948-1949). Menurut Prof. Schermerhorn, H. Agus Salim sedianya adalah seorang yang pandai berbicara dan menulis, tapi ia menyebut bahwa H. Agus Salim memiliki satu kelemahan, yakni hidup melarat.

Hal ini tercermin dari kehidupan H. Agus Salim sendiri yang memang selama hidupnya banyak berpindah-pindah tempat tinggal. Bahkan tercatat H. Agus Salim pernah pindah kontrakan lebih dari sekali dalam waktu satu bulan. Jika bagi orang lain hal demikian dianggap merepotkan, maka lain halnya dengan keluarga H. Agus Salim yang memang sudah sangat terbiasa untuk hidup nomaden. Maka tak heran jika H. Agus Salim pernah meninggalkan ungkapannya yang terkenal, Leiden is Lijden, memimpin itu menderita.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sultan yang Pernah Memakai Kaos Kaki Bolong


Sedianya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX masa kecilnya hidup bergaul dengan Belanda yang dikenal suka menganak-tirikan pribumi. Sebagai bangsawan, Beliau punya akses dengan mudah untuk itu dan harusnya karena pergaulan itu bisa saja Beliau terpengaruh karakternya untuk ikut bermewah-mewahan. Namun ternyata tak demikian halnya karena justru Sri Sultan lebih memilih untuk hidup memihak kepada rakyat.

Salah satu hal yang diketahui dari kesederhanaan seorang Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah saat Beliau menonton sepakbola. Seorang wartawan di dekatnya tak sengaja melihat kaos kaki Beliau yang berlubang dan cenderung longgar, sampai-sampai untuk menahan melorotnya kaos kaki digunakan gelang karet untuk mengikatnya. Demikianlah yang sempat dituturkan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kesempatan Pengetan Panghargyan Satu Abad Sri Sultan HB IX di Pagelaran, Kompleks Keraton Yogyakarta.

Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan yang Tak Punya Uang


Syafruddin Prawiranegara, selain dikenal sebagai pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi saat pemerintah RI di Yogyakarta diserang Belanda tahun 1948, beliau juga dikenal sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Soekarno. Meski pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, ternyata Syafruddin Prawiranegara tak cukup beruntung dalam keuangan keluarganya sendiri.

Hal ini disampaikan oleh Teungku Halimah atau lebih dikenal sebagai Lily, istri Syafruddin Prawiranegara, yang pernah menuturkan meski Syafruddin Prawiranegara adalah Menteri Keuangan yang mengurusi uang negara, tapi untuk membeli gurita anaknya sendiri ia tak punya uang untuk membelinya. Hebatnya, meski banyak uang yang diurusnya, ternyata Syafruddin Prawiranegara tak tergoda sedikitpun untuk mengambil uang itu demi membeli sepotong kain gurita untuk anaknya.


Nah, itu tadi 5 pejabat negara yang patut menjadi teladan karena kesederhanaannya. Ternyata di Indonesia hal demikian bukanlah cerita dongeng belaka, karena di masa lampau pejabat-pejabat negara memang lebih memilih hidup susah daripada memakan fasilitas negara. Hal ini memang patut menjadi teladan, bukan hanya bagi pejabat pemerintahan, tapi juga bagi masyarakat Indonesia.

0 comments:

Post a Comment