Sunday, 19 February 2017

Elang Jawa, Sosok Nyata Mitologi Sang Garuda Lambang Negara


Pada 15 Februari 1950, sekitar 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan, Presiden Soekarno memperkenalakan kepada khalayak sosok Burung Garuda sebagai lambang negara.

Kala itu, Soekarno menyebutkan bahwa Burung Garuda mewakili sosok patriotisme dan kemerdekaan. Sementara menurut mitologi Hindu, Garuda adalah mahluk mitologis berwujud setengah burung dan setengah manusia, tunggangan Dewa Wisnu.

Dalam kisah agung Mahabarata, burung Garuda digambarkan sebagai burung yang perkasa, setia kawan, dan berani. Ia adalah raja burung-burung berwajah putih, sayapnya merah, dan tubuhnya berwarna keemasan.

Dalam buku bertajuk Bung Hatta Menjawab, pemilihan Burung Garuda sebagai lambang negara diawali dengan sayembara yang digelar oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (Bung Hatta).

Kala itu, terpilih dua karya terbaik, yakni milik Sultan Hamid II dan Mohammad Yamin. Pada akhirnya, pemerintah dan DPR memilih sosok Burung Garuda karya Sultan Hamid II.

Garuda dan Elang Jawa


Dari sekian banyak burung yang ada Indonesia, banyak yang meyakini bahwa Elang Jawa (nisaetus bartelsi) adalah sosok nyata dari sosok mitos Burung Garuda. Selain berdasarkan kesamaan bentuk fisik, Elang Jawa yang juga dikenal sebagai Burung Rajawali adalah hewan endemik Pulau Jawa.

Jambul ini pula yang kemudian ditambahkan ke lambang negara Burung Garuda setelah sempat berkepala gundul seperti lambang burung elang milik Amerika Serikat. AG Pringgodigdo dalam buku 'Sekitar Pancasila' menjelaskan bahwa penambahan jambul ini dilakukan pakar semiotika dan simbol Dirk Ruhl Jr.

Sayangnya, tak seperti nasib Burung Garuda yang dielu-elukan, nasib Elang Jawa justru cukup tragis. Burung khas Indonesia ini sekarang dalam keadaan terancam, populasinya terus merosot.


Per akhir 2015 silam, Lembaga Burung Indonesia memperkirakan hanya tersisa sekitar 600 ekor Elang Jawa di Pulau Jawa. Sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia oleh IUCN Redlist, lembaga koservasi hewa langka dunia di bawah PBB.

Ada dua faktor utama penyebab punahnya Elang Jawa. Pertama, Elang Jawa betina umumnya memang hanya mampu bertelur dalam periode 2 tahun sekali. Selain itu, Elang Jawa juga termasuk hewan monogami yang hanya hidup dengan satu pasangan seumur hidup.

Sementara faktor kedua, disebabkan karena habitat Elang Jawa yang semakin hari semakin terdesak. Beberapa habitat potensial seperti Taman Nasional Gunung Merapi dan pegunungan Dieng kini hutannya mulai gundul.

Hutan kawasan Merapi gundul akibat bencana erupsi dan hutan pegunungan Dieng habis untuk keperluan pertanian.

Habitat lain dari Elang Jawa adalah Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Di sini, populasi Elang Jawa kabarnya sedikit lebih baik, namun tetap masih jauh dari ideal.


0 comments:

Post a Comment