Upaya
administrasi Trump untuk menghadang Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan semakin
sulit dengan sikap Filipina yang pendulumnya makin bergerak jauh ke Timur.
Setelah pada
bulan Oktober 2016 Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan penghentian patroli
bersama dengan AL AS di wilayah Filipina, minggu ini Duterte membuat pengumuman
mengejutkan saat menghadiri pelantikan perwira militer Filipina. Dalam even
tersebut, secara santai Duterte mengumumkan bahwa ia sudah minta tolong
Tiongkok untuk mengirimkan kapal-kapalnya untuk berpatroli di wilayah laut di
Selatan Filipina.
Secara
kekuatan militer memang sudah diketahui bahwa Filipina tidak mampu memelihara
kekuatan militer yang memadai, termasuk memelihara kapal perang yang dapat
digunakan untuk berpatroli. Ditambah lemahnya kehadiran dan tidak efektifnya
operasi militer di wilayah Selatan yang bergejolak, tidak mengherankan perairan
di sekitar Mindanao menjadi wilayah yang tak bertuan dan dikuasai perompak dan
kelompok pemberontak garis keras seperti Abu Sayyaf. Kasus penculikan menjadi
hal yang jamak di wilayah tersebut, termasuk yang menimpa sejumlah pelaut asal
Indonesia.
Yang jadi
pertanyaan, dengan kerangka kerjasama seperti ASEAN yang secara historis
memiliki ikatan yang kuat, kenapa Duterte begitu menggantungkan keamanan dalam
negeri dan juga tugas pertahanan kepada negeri yang punya potensi konflik
kewilayahan di Asia Tenggara?
Ajakan
patroli bersama dari Indonesia dan Malaysia bukan sekali-dua kali dilayangkan,
bahkan sudah sampai tatanan pembicaraan antar Menteri, termasuk sesudah
terjadinya penyanderaan ABK pelaut asal Indonesia. Tetapi opsi tersebut tidak
pernah dijajaki lebih jauh dan Filipina memutuskan untuk menempuh jalan paling
pintas tanpa mempertimbangkan perasaan negara tetangganya.
Masuknya
Tiongkok sendiri justru akan memperkeruh persoalan batas negara yang belum
sepenuhnya tuntas dibicarakan pada level Bilateral.
Apabila
Tiongkok sampai masuk ke wilayah Selatan Filipina, wilayah tersebut berbatasan
langsung dengan wilayah Ambalat yang selama ini sudah berulangkali diprovokasi
oleh Malaysia. Belum lagi upaya untuk membangun mercusuar dan provokasi laut
lainnya di wilayah tersebut. Padahal dalam kondisi sekarang saja, kapal penjaga
pantai Tiongkok sudah berulangkali bersinggungan dengan TNI AL di wilayah
Natuna. Menambah potensi titik kontak kedua tidak akan membuat keadaan menjadi
lebih baik.
Dengan sikap
Duterte ini, maka terbuka juga kemungkinan bahwa Tiongkok tidak hanya sekedar
mengirimkan kapal perangnya ke wilayah Asia Tenggara. Tiongkok bisa menjadikan
Filipina sebagai wilayah basis untuk pangkalan operasi sehingga kapal-kapal
Tiongkok bisa melakukan isi ulang perbekalan dan juga sandar untuk perbaikan,
daripada pergi ke salah satu gugus karang yang mereka bangun di Laut Tiongkok
Selatan.
Besar
kemungkinan bahwa Tiongkok akan menyetujui permintaan Presiden Duterte, tentu
dengan mengirimkan kapal-kapal penjaga pantainya yang siap didukung oleh PLAN.
Yang harus dicatat, kapal-kapal penjaga pantai PLAN Tiongkok terdiri dari
kapal-kapal kelas frigat berukuran besar, seperti CCG 2901 dan 3901 yang
memiliki tonase di atas 10.000 ton.
Frigat type
053 yang pernah berhadapan dengan korvet Parchim TNI AL di Natuna saja memiliki
tonase yang jauh melebihi mayoritas kapal perang Angkatan Laut Asia Tenggara.
0 comments:
Post a Comment